Archive for Oktober 2014

Erupsi Gunung Merapi

          Gunung Merapi (ketinggian puncak 2.968 m dpl, per 2006) adalah gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara. Kawasan hutan di sekitar puncaknya menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sejak tahun 2004.

Gambar 1: Erupsi gunung Merapi
Sumber : http://img2.bisnis.com/batam/posts/2013/07/03/23623/gunung-merapi-fdeztianz.blogspot-com.jpg

        Gunung ini sangat berbahaya karena menurut catatan modern mengalami erupsi (puncak keaktifan) setiap dua sampai lima tahun sekali dan dikelilingi oleh pemukiman yang sangat padat. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali (http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Merapi)
       Erupsi adalah peristiwa keluarnya magma di permukaan bumi bisa dalam bentuk yang berbeda-beda untuk setiap gunungapi. Erupsi bisa efusif yaitu lava keluar secara perlahan dan mengalir tanpa diikuti dengan suatu ledakan atau eksplosif yaitu magma keluar dari gunungapi dalam bentuk ledakan. Dalam erupsi yang eksplosif, terbentuk endapan piroklastik, sedang dalam erupsi efusif terbentuk aliran lava. Terdapat berbagai macam letusan (erupsi) gunungapi sepeerti: Hawaii, Stromboli, Vulkano, Palee, Plinian (Perret), Vincent.
       Gunung Merapi memiliki jenis letusan yang berbeda dengan gunungapi lainnya, letusan gunung Merapi memiliki karakteristik tertentu. Ciri khasnya memiliki lava kental yang menyumbat dimulut lava. Sumbatan ini berpotensi bahaya karena menaikkan tekanan gas. Tekanan gas menjadi semakin bertambah kuat dan memecahkan sumbatan lava. Sumbatan yang pecah-pecah terdorong ke atas dan akhirnya terlempar keluar. Material ini menuruni lereng gunung sebagai ladu atau gloedlawine. Selain itu, terjadi pula awan panas (gloedwolk) atau sering disebut wedhus gembel. Letusan tipe merapi sangat berbahaya bagi penduduk di sekitarnya. Tipe yang berbeda ini sering dikasifikasikan tersendiri atau disebut Tipe erupsi merapi.
       Tetapi sebenarnya tipe erupsi Merapi mirip dengan tipe vulkanik, tipe Vulkanik merupakan Erupsi bersifat eksplosif dengan tingkat eksplosivitas dari lemah ke katastropik. Magma yang membentuk erupsi tipe vulkanian bersifat antara basa dan asam (dari andesit ke dasit). Erupsi vulkanian terjad karena lobang kepundan tertutup oleh sumbat lava atau magma yang membeku di pipa magma setelah kejadian erupsi. Diperlukan suatu akumulasi tekanan yang relatif besar untuk membuka lobang kepundan atau menghancurkan sumbat lava. Erupsi melontarkan material hancuran dari puncak gunungap tapi juga material baru dari magma yang keluar. Salah satu ciri dari erupsi vulkanian yaitu adanya asap erupsi yang membumbung tinggi ke atas dan kemudian asap tersebut melebar menyerupai cendawan. Asap erupsi membawa abu dan pasir yang kemudian akan turun sebagai hujan abu dan pasir. Pada gunung Merapi terdapat peranan kubah lava dalam tiap-tiap erupsinya sehingga lebih tepatnya Gunung Merapi dimasukkan dalam tipe vukanik lemah, karena magma merapi terbentuk pada dapur magma yang dangkal bukan seperti tipe vulkanik dimana magma terbentuk pada dapur magama yang dalam sehingga letusannya tidak sedahsat tipe vulkanik.

Gambar 2: Aktivitas tambang di Kali Putih i
Sumber : http://img.lensaindonesia.com/thumb/350-630-1/uploads--1--2011--12--PenambanganPasirMerapi.jpg

      Dari erupsi Merapi tersebut menghasilakan berbagai macam material-material diantaranya aliran Lava, Awan Panas, dan Endapan Piroklastik. Awan panas atau sering disebut wedhus gembel banyak membawa material abu kasar (Coarse Ash) dan abu halus (Fine ash), sedangkan untuk endapan piroklastik berupa Angglomerate yang banyak ditemukan di Kali Putih di desa Cangkringan dan sekitarnya, selain itu juga banyak dijumpai tefra lapilli, sedangkan untuk lapilli stone terendapkan jauh dibawah lereng Merapi. Sekarang di Kali Putih menjadi tambang bagi masyarakat disekitar.



Referensi:
BPPTKG. (…….) Karakteristik Merapi [Internet]. Tersedia di: <  http://www.merapi.bgl.esdm.go.id/informasi_merapi.php?page=informasi-merapi&subpage=karakteristik> [Diakses 16 oktober 2014]
Anonim. (2014) Gunung Merapi [Internet]. Tersedia di: < http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Merapi > [Diakses 16 oktober 2014]

Kamis, 16 Oktober 2014
Posted by Arriqo Arfaq

Macam-Macam Batuan Piroklastik

         Batuan piroklastik atau pyroclastics (berasal dari bahasa Yunani πῦρ, yang berarti api; dan κλαστός, yang berarti rusak) merupakan bagian dari batuan volkanik. Batuan fragmental yang secara khusus terbentuk oleh proses volkanik eksplosif (letusan). Berikut ini akan dijelaskan beberapa deskripsi batuan Piroklastik seperti Skoria, Pumice, Tuff, Lapilli, dll.

1. Pumice
        Batuan Pumice yang memiliki kenampakan warna yaitu coklat kemerahan, struktur batuannya massive, sifat batuannya ialah asam, derajat kristalisasinya holohyalin dimana komposisi mineral penyusunnya mayoritas adalah glass, tekstur pada batuan pumice ialah glassy dengan ukuran batuannya ialah Bomb (d > 64 mm). Sedangkan bentuk dari pumice ialah glassy. Petrogenesa dari batuan pumice ialah terbentuk dari batuan asam yang terbetuk dari letusan gunung api. Pumice sering disebut batuapung.
Gambar 1. Pumice
         Batuan ini terbentuk dari magma asam oleh aksi letusan gunungapi yang mengeluarkan materialnya ke udara, kemudian mengalami transportasi secara horizontal dan terakumulasi sebagai batuan piroklastik. Batu apung mempunyai sifat vesicular yang tinggi, mengandung jumlah sel yang banyak (berstruktur selular) akibat ekspansi buih gas alam yang terkandung di dalamnya, dan pada umumnya terdapat sebagai bahan lepas atau fragmen-fragmen dalam breksi gunungapi. Sedangkan mineral-mineral yang terdapat dalam Pumice adalah feldspar, kuarsa, obsidian, kristobalit, dan tridimit. Jenis batuan lainnya yang memiliki struktur fisika dan asal terbentuknya sama dengan Pumice adalah pumicit, volkanik cinter, dan scoria.
         Didasarkan pada cara pembentukan, distribusi ukuran partikel (fragmen), dan material asalnya, Pumice diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu: sub-areal, sub-aqueous, new ardante, dan hasil endapan ulang (redeposit).
          Sifat kimia dan fisika batu apung antara lain, yaitu: mengandung oksida SiO2, Al2O3, Fe2O3, Na2O, K2O, MgO, CaO, TiO2, SO3, dan Cl, hilang pijar (Loss of Ignition) 6%, pH 5, bobot isi ruah 480 – 960 kg/cm3, peresapan air (water absorption) 16,67%, berat jenis 0,8 gr/cm3, hantaran suara (sound transmission) rendah, rasio kuat tekan terhadap beban tinggi, konduktifitas panas (thermal conductivity) rendah, dan ketahanan terhadap api sampai dengan 6 jam.
           Keterdapatan Pumice selalu berkaitan dengan rangkaian gunungapi berumur Kuarter sampai Tersier. Penyebaran meliputi daerah Serang, Sukabumi, Pulau Lombok, dan Pulau Ternate.
Pemanfaatna batuan Pumice adalah sebagai bahan baku pembuatan agregat ringan dan beton agregat ringan, hal ini disebabkan karena sifat batuan Pumice ringan, kedap suara, mudah dibentuk atau dipahat menjadi blok-blok yang berukuran besar, sehingga dapat mengurangi pelesteran. Selain itu, Pumice juga tahan terhadap api, kondensi, jamur dan panas, serta cocok untuk akustik. Dalam sektor industri lain, Pumice digunakan sebagai bahan pengisi (filler), pemoles/penggosok (polishing), pembersih (cleaner), stonewashing, abrasif, isolator temperatur tinggi dan lain-lain.
            Properties Pumice terdiri dari piroklastik kaca yang sangat microvesicular dengan sangat tipis, tembus dinding-dinding gelembung extrusive batu beku. Hal ini umumnya, tetapi tidak secara eksklusif dari felsic untuk silicic atau penengah dalam komposisi (misalnya, rhyolitic, dasit, andesit, pantellerite, phonolite, trachyte), tetapi komposisi basaltik dan lain diketahui. Pumice umumnya berwarna cerah, mulai dari putih, krem, biru atau abu-abu, atau hijau-cokelat. Batu apung adalah produk umum letusan bahan peledak (Plinian dan ignimbrite-membentuk) dan umumnya membentuk zona-zona di bagian atas silicic lavas.

2. Scoria
        Scoria adalah sebuah bebatuan vulkanik. Nama lama Scoria adalah cinder. Scoria diproduksi oleh fragmentasi aliran lava. Kubah vulkanik scoria dapat ditinggalkan setelah letusan, biasanya membentuk gunung dengan kawah di puncaknya. Contohnya Gunung Wellington, Auckland di Selandia Baru yang seperti gunung Three Kings di selatan kota yang sama.
Gambar 2. Scoria
        Batuan scoria, yang memiliki kenampakan warna yaitu kecokelatan dan kemerahan, sifat batuan dari scoria yaitu basa, struktur batuannya vesikuler, dan derajat kristalisasinya holohyalin dimana komposisi mineral penyusunnya mayoritas adalah glass, tekstur pada scoria ialah glassy dengan ukuran batuannya ialah bomb (d>64 mm). Sadangkan bentuk dari scoria ialah masa dasar glass. Scoria terbentuk dari batuan piroklastik lava yang dikeluarkan dari gunung berapi.
        Scoria adalah jenis batuan tekstur dan bukan batu yang diklasifikasikan oleh mineralogi atau kimia. Terbentuk dari lava yang kaya volatiles atau gas tetapi kurang kental dari lava membentuk batu apung. Ketika batuan cair meningkat dalam pipa vulkanik, gas mulai terbentuk dan mengumpulkan dan gas-gas yang membentuk gelembung besar dalam lava. Batu adalah Scoria. Meskipun ruang terbuka di dapat Scoria batu besar umumnya lebih berat daripada air yang tidak seperti kebanyakan batu apung bisa mengapung di atas air.
        Terbentuk dari batuan piroklastik lava yang dikeluarkan dari gunung berapi. Scoria yang juga dikenal sebagai abu, merupakan komponen utama cinder cone. Sebuah kerucut cinder adalah kecil tetapi tipe gunung berapi yang sangat umum. Cinder cone juga telah disebut Scoria cones. Cinder cone jarang tumbuh sangat besar, tetapi kadang-kadang bentuk yang sangat simetris bukit-bukit berbentuk kerucut. Scoria tidak memiliki banyak kegunaan. Bahkan nama ini berasal dari sebuah istilah untuk sampah. Namun dapat digunakan sebagai batu hias yang menarik dengan warna kemerahan. Sebagian besar patung-patung Pulau Paskah disebut Moai telah Scoria batu dalam desain mereka.
          Petrogenesa batuan ini adalah ketika terjadi peningkatan tekanan magma, gas terlarut dapat exsolve dan membentuk vesikula. Beberapa vesikula terjebak ketika magma membeku. Biasanya vesikula kecil, bulat dan tidak menimpa satu sama lain. Kerucut vulkanik Scoria dapat ditinggalkan setelah letusan, biasanya membentuk gunung dengan kawah di puncak. Contoh adalah Gunung Wellington, Auckland di Selandia Baru, yang seperti Three Kings di selatan kota yang sama telah banyak digali. Quincan, bentuk unik Scoria, yang digali di Gunung Quincan di Far North Queensland, Australia. Pertambangan di Puna Pau on Rapa Nui / Pulau Paskah adalah sumber Scoria berwarna merah yang digunakan orang rapanui mengukir patung-patung Moai khas mereka.

3. TUFF
          Tuff (dari bahasa Italia "tufo") adalah jenis batu yang terdiri dari konsolidasi abu vulkanik yang dikeluarkan dari lubang ventilasi selama letusan gunung berapi. Tuff kadang-kadang disebut tufa, terutama bila digunakan sebagai bahan bangunan, meskipun tufa juga mengacu pada batu yang sangat berbeda.
Gambar 3. Tuff
           Batu Tuff yang memiliki kenampakan warna yaitu putih terang, struktur batuannya berlapis, derajat kristalisasinya holohyalin dimana komposisi mineral penyusunnya mayoritas adalah glass, tekstur pada batuan tuff ialah fragmental dengan ukuran batuannya ialah ash / abu (d < 2 mm). Sedangkan bentuk dari tuff ialah fragmental. Petrogenesa dari batuan terbentuk dari hasil letusan gunung api dan kemudian diendapkan.
            Produk dari letusan gunung berapi adalah gas vulkanik, lava, uap, dan tephra. Magma meledak ketika berinteraksi hebat dengan gas vulkanik dan uap. Bahan padat diproduksi dan dilemparkan ke udara oleh letusan gunung berapi seperti disebut tephra, terlepas dari komposisi atau ukuran fragmen. Jika potongan-potongan yang dihasilkan letusan cukup kecil, materi ini disebut abu vulkanik, yang didefinisikan sebagai partikel-partikel seperti kurang dari 2 mm dengan diameter, berukuran pasir atau lebih kecil.


4. Lapili Stone
         Lapili stone (Lapili) yang memiliki kenampakan warna yaitu hitam, struktur batuannya massive, dan derajat kristalisasinya hipokristalin dimana komposisi mineral penyusunnya mayoritas adalah glass dan kristal, tekstur pada lapili stone ialah fragmental dengan ukuran batuannya ialah lapili (2-64 mm). Sedangkan bentuk dari lapili stone ialah fragmental. Petrogenesa dari lapili stone ini ialah terbentuk didalam permukaan, tetapi mineral ada yang belum membentuk kristal yang utuh. Lapili stone memilki komposisi mineral dalam batuannya, mineralnya ialah plagioklas dan hornblende (amphibol).
          Sebuah partikel piroklastik lebih besar dari lapili dikenal sebagai bom vulkanik ketika cair, atau blok vulkanik ketika padat, sementara partikel yang lebih kecil daripada lapili disebut sebagai abu vulkanik. Lapili dapat masih belum benar-benar membeku ketika mendarat, sehingga tidak memiliki bentuk khusus (Unconsolidated)
Gambar 4. Lapili

5. Obsidian
        Obsidian yang memiliki kenampakan warna yaitu hitam mengkilat, struktur batuannya massive, derajat kristalisasinya holohyalin dimana komposisi mineral penyusunnya mayoritas adalah glass, tekstur pada batuan tuff ialah glassy dengan ukuran batuannya ialah Bomb (d= 2 - 64 mm). Petrogenesa dari batuan terbentuk secara rapidly sehingga tidak sempat membuntuk kristal.
Obsidian adalah batu beku extrusive terbentuk ketika lava felsic meletus dari sebuah gunung berapi dan mendinginkan terlalu cepat untuk memungkinkan kristal untuk membentuk, mengakibatkan kaca. Obsidian berkisar dalam warna dari hijau menjadi jelas paling sering hitam. Obsidian biasanya 70% atau lebih SiO2 dan komposisinya mirip granit atau rhyolite. Obsidian mineral terdiri dari SiO2 relatif murni (sama seperti kuarsa), tapi tentu saja adalah non-kristalin kaca.
       Obsidian adalah kaca vulkanik yang terjadi secara alami terbentuk sebagai sebuah batu beku ekstrusif. Hal ini dihasilkan ketika ekstrusi felsic lava dari gunung berapi mendingin tanpa pembentukan kristal. Obsidian umumnya ditemukan di dalam batas-batas aliran lava. Rhyolitic dikenal sebagai obsidian mengalir, di mana komposisi kimia (kandungan silika tinggi) menginduksi viskositas tinggi dan derajat polimerisasi lava. Atom yang inhibisi difusi melalui ini sangat kental dan polimerisasi lava menjelaskan kurangnya pertumbuhan kristal. Karena kurangnya struktur kristal, tepi bilah obsidian bisa mencapai hampir molekul kurus, yang menyebabkan kuno digunakan sebagai proyektil poin, dan modern yang digunakan sebagai pisau bedah pisau bedah.
Gambar 5. Obsidian
        Obsidian adalah mineral, tetapi tidak mineral sejati karena sebagai kaca tidak kristalin; di samping itu, komposisi terlalu rumit untuk membentuk satu mineral. Kadang-kadang diklasifikasikan sebagai mineraloid. Meskipun obsidian berwarna gelap mirip dengan batu mafic seperti basalt, obsidian komposisi sangat asam. Obsidian terdiri dari SiO2 (silikon dioksida), biasanya 70% atau lebih. Batu kristal dengan komposisi obsidian termasuk granit dan rhyolite. Obsidian memiliki kadar air rendah ketika segar, biasanya kurang dari 1% air berdasarkan berat, tetapi menjadi semakin kering saat terkena air bawah tanah, membentuk perlite.
         Obsidian biasanya gelap dalam penampilan, meskipun warna bervariasi tergantung pada kehadiran pengotor. Besi dan magnesium biasanya memberikan obsidian hijau tua menjadi cokelat ke warna hitam. Sangat sedikit sampel hampir tidak berwarna. Dalam beberapa batu, dimasukkannya kecil, putih, kristal berkumpul radial kristobalit di kaca hitam menghasilkan jerawat atau pola kepingan salju (kepingan salju obsidian). Pola-pola tersebut mungkin juga mengandung gelembung gas yang tersisa dari aliran lava, sejajar sepanjang lapisan diciptakan sebagai batuan cair mengalir sebelum didinginkan. Gelembung ini dapat menghasilkan efek yang menarik seperti emas kemilau (kilau obsidian) atakilau pelangi (rainbow obsidian).

Referensi:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara. (2005) Batu Apung (Pumice). [Internet]. Tersedia di: < http://www.tekmira.esdm.go.id/data/Batuapung/ulasan.asp?xdir=Batuapung&commId=3&comm=Batu%20apung%20(pumice)> [Diakses 16 oktober 2014]
Anonim. (2013) Scoria [Internet]. Tersedia di: < http://id.wikipedia.org/wiki/Scoria> [Diakses 16 oktober 2014]
Anonim. (2013) Lapili [Internet]. Tersedia di: < http://id.wikipedia.org/wiki/Lapili> [Diakses 16 oktober 2014]
Anonim. (2013) Obsidian [Internet]. Tersedia di: < http://id.wikipedia.org/wiki/Obsidian> [Diakses 16 oktober 2014]
Soscilla. (2009) Batu Obsidian [Internet]. Tersedia di: <
http://elevenmillion.blogspot.com/2009/08/batu-obsidian.htmln> [Diakses 16 oktober 2014]
Hobart King. (…..) Tuff [Internet]. Tersedia di: < http://geology.com/rocks/tuff.shtml> [Diakses 16 oktober 2014]
Hobart King. (…..) Scoria [Internet]. Tersedia di: < http://geology.com/rocks/scoria.shtml> [Diakses 16 oktober 2014]
Hobart King. (…..) Pumice [Internet]. Tersedia di: < http://geology.com/rocks/pumice.shtml> [Diakses 16 oktober 2014]
Hobart King. (…..) Obsidian [Internet]. Tersedia di: < http://geology.com/rocks/obsidian.shtml> [Diakses 16 oktober 2014]

Posted by Arriqo Arfaq

Energy in The Future

Nowdays all countries have problems of energy sustainability, this was due to the limited supply of oil and gas. Now, oil and gas are the main energy source in the world so that the energy current depends on the availability of oil and gas. On the other hand, the need for energy is increasing, data from SKK Migas show that consumption of energy in Indonesia rose about 7% per year, so in 2025 we will need additional energy 180% of this year. This is further aggravated by the decreasing of oil and gas reserves, the data from SKK Migas tell us also that oil reserves will be run out in 12 years from now, while for gas 44 years.

Energy conservation needs to be done to solve the problem, we have to find a replacement energy to achieve national energy sustainability. Renewable energy such as geothermal energy, wind power, hydropower, solar energy, etc are needed to solve this problem.


A unconventional hydrocarbons in the solution of energy crisis, lately exploration is used to search unconventional hydrocarbons include: Coal Bed Methane (CBM), Shale Gas, Shale Oil, Gas Tight, Tight Oil, Gas hydrate, Sour gas (gas containing hydrogen sulfide / H2S). The data from Wood Mackenzie tell us the development of unconventional energy, from that data Tight oil dominates in developing unconventional energy, Tight oil is petroleum that consists of light crude oil contained in petroleum-bearing formations of low permeability, often shale or tight sandstone. (Wikipedia).

In addition shale gas also has potential to developed. Shale gas is natural gas that is found trapped within shale formations.[Wikipedia] Shale gas has become an increasingly important source of natural gas in the United States since the start of this century, and interest has spread to potential gas shales in the rest of the world. In 2000 shale gas provided only 1% of U.S. natural gas production; by 2010 it was over 20% and the U.S. government's Energy Information Administration predicts that by 2035, 46% of the United States' natural gas supply will come from shale gas, and how about the developing shale gas in Indonesia, Indonesia has high potential in shale gas development, shale gas reserves in Indonesia comes out at 574 TCF.

Renewable energy and hydrocarbon non conventional are the solution of energy crisis this day, hopefully with developing of renewable energy and hydrocarbon non conventional, we will not depend on consumption of oil and gas.

Reference:
Anonymous. (2014). Shale gas. [Internet]. Available at <http://en.wikipedia.org/wiki/Shale_gas> [Accessed on October 17 2014].
Stevens. J. (2012) Shale Gas and Tight Oil [Internet]. Available at <http://econbrowser.com/archives/2012/07/shale_oil_and_t> [Accessed on October 17 2014].





Selasa, 14 Oktober 2014
Posted by Arriqo Arfaq

BRENT Crude Oil

Gold Price

Popular Post

Blogger templates

Date

- Copyright © Young Geoscience -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -