Tampilkan postingan dengan label Akhlaq. Tampilkan semua postingan
Tafakkur Atas Keagungan Makhluk-makhluk Allah Ta'ala
Allah Ta'ala berfirman: "Katakanlah: Hanya sanya aku
hendak menasihati kepadamu sekalian perkara satu saja, yaitu supaya engkau
sekalian berdiri di hadapan Allah berdua-duaan atau sendiri-sendiri, kemudian
engkau sekalian memikirkan bahwa bukanlah kawanmu itu terkena penyak'it gila.
Tidaklah kawanmu itu melainkan seorang yang memberikan peringatan kepadamu
sekalian sebetum datangnya siksa yang amat sangat." (Saba': 46)
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Sesungguhnya dalam kejadian langit dan bumi serta
bersilih, gantinya malam dengan siang itu adalah tanda-tanda - kekuasaan Allah
- bagi orang-orang yang suka berfikir.
"Mereka itu ialah orang-orang yang selalu berzikir
kepada Allah ketika berdiri, duduk ataupun berbaring sambil memikirkan kejadian
langit dan bumi. Mereka berkata: "Wahai Tuhan kami, sesungguhnya tidaklah
Engkau menjadikan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka lindungilah kami
dari siksa api neraka." Sampai ayat-ayat seterusnya. (ali-lmran: 190-191)
Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Apakah mereka tidak melihat - memperhatikan - pada
unta, bagaimana ia diciptakan?
"Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
"Dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan?
"Dan juga bumi, bagaimana ia dikembangkan?
"Maka dari itu berikanlah peringatan, karena engkau itu
hanyalah seorang yang bertugas memberi peringatan." (al-Ghasyiyah: 17-21)
Allah Ta'ala juga berfirman:
"Apakah mereka tidak hendak berjalan di muka bumi, lalu
melihat - memperhatikan - bagaimana akibat orang-orang yang belum mereka? Allah
telah membinasakan mereka itu dan keadaan yang seperti itu pula untuk
orang-orang kafir?" (Muhammad: 10)
Ayat-ayat mengenai bab ini amat banyak sekali. Setengah dari
Hadis-hadis yang berhubungan dengan bab ini ialah Hadis di muka, yaitu:
"Orang yang cerdik - berakal - ialah orang yang memperhitungkan
keadaan dirinya." Dan seterusnya. Adapun lengkapnya Hadis di atas ialah:
Dari Abu Ya'la yaitu Syaddad bin Aus r.a. dari Nabi s.a.w.,
sabdanya: "Orang yang cerdik -
berakal - ialah orang yang memperhitungkan keadaan dirinya dan suka beramal
untuk mencari bekal sesudah matinya, sedangkan orang yang lemah ialah orang
yang dirinya selalu mengikuti hawa nafsunya dan mengharap-harapkan kemurahan
atas Allah - yakni mengharap-harapkan kebahagiaan dan pengampunan di akhirat,
tanpa beramal shalih."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini
adalah Hadis hasan.
Untaian Nasehat untuk Para Pemuda
Bismillah, telah
menjadi sunnatullah datang generasi baru yang meneruskan perjuangan generasi
terdahulu. Para pemuda, sejak dulu selalu memendam asa dan cita-cita untuk
memperbaiki kondisi bangsa. Di dalam Al-Qur’an misalnya, kita mengenal para
pemuda bertauhid yang disebut Ashabul Kahfi.
Di dalam sejarah Islam pun kita
mengenal pemuda-pemuda pembela agama dari kalangan para sahabat yang mulia
seperti Ali bin Abi Thalib, Usamah bin Zaid, dan Ibnu Abbas yang tersohor
keahliannya dalam hal tafsir Al-Qur’an.
Di dalam hadits pun kita membaca
salah satu golongan yang diberi naungan oleh Allah pada hari kiamat; seorang
pemuda yang tumbuh dalam ketaatan beribadah kepada Rabbnya. Pemuda yang tidak
silau oleh gemerlapnya dunia. Pemuda yang memancangkan cita-cita setinggi
bintang di langit dan berjuang keras menggapai surga.
Namun, realita tidak seindah yang
dikira. Banyak pemuda yang justru hanyut dalam arus kerusakan dan penyimpangan.
Bukan hanya masalah narkotika, tawuran, atau pergaulan bebas. Lebih daripada
itu, kerusakan yang menimpa para pemuda juga telah menyerang aspek-aspek
fundamental dalam agama. Munculnya para pengusung pemikiran liberal, merebaknya
gerakan-gerakan yang mencuci otak anak muda dengan limbah kesesatan.
Oleh sebab itulah, perlu kesadaran
dari semua pihak untuk ikut menjaga tunas-tunas bangsa ini agar tumbuh di atas
jalan yang lurus, jalan yang diridhai Allah Ta’ala.
Setiap orang tua yang
melepas keberangkatan buah hatinya untuk menimba ilmu di perguruan tinggi
sering memesankan kepada anaknya, “Jaga diri baik-baik ya nak … Jangan lupa
belajar yang baik, manfaatkan waktumu dengan baik.” Kiranya ini adalah nasihat
yang sangat berharga untuk kita.
Bagaimana menjaga diri kita dari
hal-hal yang negatif. Tentu, itu bukan perkara sepele dan remeh. Bahkan inilah
yang diperintahkan Allah kepada kita untuk menjaga diri dan keluarga kita dari
api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah berpesan kepada kita untuk
menjaga aturan-aturan Allah supaya Allah tetap menjaga dan melindungi kita.
Banyak sekali godaan dan rintangan
yang harus kita hadapi di tengah dunia mahasiswa dan anak muda pada umumnya.
Sebagian anak muda bahkan punya semboyan ‘mumpung masih muda’ dengan maksud
untuk memuaskan segala keinginan hawa nafsunya sampai-sampai ada ungkapan,
‘muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga’.
Sungguh sebuah semboyan yang sarat
dengan tanda tanya. Dari pintu surga manakah kiranya masuk orang yang mudanya
selalu berfoya-foya dan melanggar aturan Allah dan Rasul-Nya ?
Anda kuliah dengan amanah dari
orangtua dan juga kesadaran diri anda sendiri. Oleh sebab itu sudah saatnya
anda meluruskan niat anda dalam mencari ilmu, yaitu untuk memberi manfaat bagi
kaum muslimin dan juga dalam rangka membela agama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya amal-amal itu dinilai dengan niatnya dan
setiap orang akan dibalas sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ilmu Agama
Perisai Jiwa
Mahasiswa yang baik bukan hanya yang peduli dengan indeks
prestasi dan nilai kuliahnya. Lebih daripada itu, mahasiswa yang baik adalah
yang senantiasa menimba ilmu agama. Ilmu Al-Qur’an dan As Sunnah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan pahamkan dia dalam hal
agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda, “Barangsiapa yang menempuh jalan dalam rangka mencari ilmu
(agama) maka Allah akan memudahkan untuknya jalan menuju surga.” (HR.
Muslim)
Bagi anda yang dulu di SMA sekolah di pesantren atau madrasah
jangan terburu-buru merasa hebat. Betapa sering kita temukan, orang-orang yang
dulunya mengenyam pendidikan di pesantren atau madrasah namun ketika kuliah
menjadi berubah.
Tadinya rajin mengaji kemudian berubah rajin menyanyi. Tadinya
rajin membaca Qur’an kemudian berubah rajin fesbukan. Tadinya rajin membeli
buku agama kemudian berubah rajin membeli novel pujangga.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersegeralah
melakukan amal-amal sebelum datangnya fitnah-fitnah seperti potongan-potongan
malam yang gelap gulita, di pagi hari seorang masih beriman tetapi tiba-tiba
sore hari menjadi kafir dan di sore hari beriman lalu pagi harinya menjadi
kafir. Dia rela menjual agamanya demi mengais kesenangan dunia.”(HR.
Muslim)
Oleh sebab itu besar sekali kebutuhan kita terhadap ilmu. Karena
ilmu akan menyirami hati kita, meneranginya dengan kebenaran dan memuliakannya
dengan keimanan. Imam Ahmad berkata, “Manusia jauh lebih membutuhkan
ilmu daripada kebutuhan mereka kepada makan dan minum. Karena makanan dan
minuman dibutuhkan dalam sehari sekali atau 2 kali. Adapun ilmu dibutuhkan
sebanyak hembusan nafas. ”
Tujuan Hidup Kita
Mahasiswa adalah manusia. Dan
sebagaimana manusia yang lain ia harus tunduk beribadah kepada Allah. Inilah
tujuan keberadaan kita di alam dunia ini. Bukan semata-mata untuk memenuhi
nafsu dan mengumbar keinginan.
Allah berfirman (yang artinya), ”Tidaklah Aku ciptakan jindan manusia melainkan supaya
beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat:
56)
Jangan mengira bahwa ibadah
terbatas pada sholat dan puasa, atau berzakat dan naik haji. Ibadah itu luas,
mencakup segala ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Segala ucapan dan
perbuatan serta keyakinan yang dicintai dan diridhai Allah, maka itu adalah
ibadah. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Dan yang paling rendah -dari cabang iman- itu adalah
menyingkirkan gangguan dari jalan.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Hal ini menunjukkan kepada kita,
bahwa ibadah kepada Allah bisa kita lakukan dimanapun dan kapanpun. Bukan hanya
di masjid, di pesantren, di bulan Ramadhan, atau di tanah suci. Bahkan, ibadah
bisa dilakukan di rumah dengan mengerjakan shalat sunnah, dengan berbakti
kepada orang tua, dengan mendengarkan lantunan murottal Al-Qur’an, berdzikir
pagi dan petang, dan lain sebagainya. Ibadah juga bisa kita lakukan ketika
berada di kampus, dengan menghormati orang-orang yang lebih tua, menyayangi
yang lebih muda, menebarkan salam, menundukkan pandangan dari lawan jenis,
tidak berdua-duaan dengan wanita bukan mahram, dsb.
Dengan demikian, seorang mahasiswa
muslim akan mengarungi lautan ibadah dalam hidupnya, dari satu ketaatan menuju
ketaatan yang lain, dari satu amalan menuju amalan yang lain. Sepanjang hayat
dikandung badan maka selama itu pula ia tunduk kepada Ar-Rahman.
Siapakah Kita Dibanding Mereka?
Para pendahulu kita yang salih
-sahabat-sahabat Nabi- adalah orang-orang yang tidak diragukan keimanannya.
Sampai-sampai orang sekelas Abu Bakar dikatakan bahwa imannya lebih berat
daripada iman seluruh penduduk bumi selain para Nabi. Orang-orang yang telah
mendapatkan janji surga. Meskipun demikian, mereka bukan orang yang sombong dan
angkuh dengan prestasinya.
Justru mereka khawatir akan diri
dan amal-amalnya. Ibnu Abi Mulaikah berkata, “Aku berjumpa dengan tiga puluh
orang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, sementara mereka semua takut dirinya tertimpa kemunafikan.”
Ya, siapakah kita jika dibandingkan
dengan mereka ? Sebagian pemuda atau mahasiswa begitu bangga dan pede dengan
kecerdasan dan prestasinya, seolah-olah kesuksesan adalah buah ciptaannya.
Dialah yang menjadi penentu atas segalanya. Dia lupa bahwa kepandaian,
kecerdasan, dan pemahaman adalah karunia dari Allah Ta’ala.
Betapa seringnya kita lalai dari
bersyukur kepada Allah. Meskipun demikian, kita sering merasa bahwa diri
kitalah yang berjasa, diri kitalah yang menjadi kunci kebaikan, padahal di
tangan Allah semata segala kebaikan. Oleh sebab itu kita harus merasa khawatir
akan nasib amal-amal kita. Di samping kita terus berharap dan berusaha
menggapai ridha-Nya.
Jalan Kebahagiaan
Ketahuilah, wahai saudaraku -semoga
Allah merahmatimu- sesungguhnya kebahagiaan yang kita idam-idamkan adalah
sebuah kenikmatan abadi di akhirat nanti.
Dalam sebuah hadits Qudsi Allah
berfirman, “Aku telah menyiapkan untuk hamba-hamba-Ku yang salih,
kesenangan yang belum dilihat oleh mata, belum didengar oleh telinga, dan belum
terbersit dalam hati manusia.” (HR.
Bukhari)
Iman dan takwa adalah bekal kita
untuk meraih kebahagiaan itu. Kebahagiaan yang akan dirasakan oleh orang-orang
yang beriman di dunia dan di akhirat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan merasakan lezatnya iman, orang yang ridha Allah
sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim).
Kebahagiaan di dalam hati
orang-orang yang beriman adalah kebahagiaan yang tidak bisa dilukiskan dengan
untaian pantun dan sajak pujangga. Kebahagiaan yang membuat seorang budak hitam
yang bernama Bilal bin Rabah lebih memilih disiksa daripada kembali kepada
kekafiran. Kebahagiaan yang membuat seorang Salman Al Farisi berpetualang
mencari kebenaran Islam tanpa kenal lelah. Kebahagiaan yang membuat seorang Abu
Bakar Ash-Shiddiq rela mencurahkan semua hartanya untuk sedekah di jalan Allah.
Kebahagiaan yang tidak lekang oleh
masa, tidak hancur oleh umur dan tidak surut karena ocehan dan cercaan manusia.
Sebab kebahagiaan itu telah bersemayam di dalam lubuk hatinya. Kemanapun dia
pergi maka kebahagiaan selalu menyertainya.
Referensi :
Wahyudi, Ari. 2015. Untaian Nasehat Untuk Mahasiswa Baru: Masa
Muda Untuk Apa?. Website : http://muslim.or.id/25864-untaian-nasehat-untuk-mahasiswa-baru-masa-muda-untuk-apa.html
Syukur Nikmat, Kunci Dibukanya Pintu Rizki
Dari Abu Hurairah bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam pernah menceritakan :
“Ada
tiga orang dari Bani Israil menderita penyakit belang, botak, dan buta. Allah
hendak menguji mereka, maka Allah pun utus kepada mereka Malaikat.
Malaikat
itu datang kepada si belang dan bertanya: Apakah yang paling kamu dambakan? Si
belang menjawab: Saya mendambakan paras yang tampan dan kulit yang bagus serta
hilang penyakit yang menjadikan orang-orang jijik kepadaku. Malaikat itu pun
mengusap si belang, maka hilanglah penyakit yang menjijikkannya itu, bahkan ia
diberi paras yang tampan. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apakah yang paling
kamu senangi? Si belang menjawab: Unta. Kemudian ia diberi unta yang bunting
sepuluh bulan. Dan malaikat tadi berkata: Semoga Allah memberi barakah atas apa
yang kamu dapatkan ini.
Kemudian
Malaikat itu datang kepada si botak dan bertanya: Apakah yang paling kamu
dambakan? Si botak menjawab: Saya mendambakan rambut yang bagus dan hilangnya
penyakit yang menjadikan orang-orang jijik kepadaku ini. Malaikat itu pun
mengusap si botak, maka hilanglah penyakitnya itu, serta diberilah ia rambut
yang bagus. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apakah yang paling kamu senangi?
Si botak menjawab: Sapi. Kemudian ia diberi sapi yang bunting. Dan malaikat
tadi berkata: Semoga Allah memberi barakah atas apa yang kamu dapatkan ini.
Kemudian
Malaikat itu datang kepada si buta dan bertanya: Apakah yang paling kamu
dambakan? Si buta menjawab: Saya mendambakan agar Allah mengembalikan penglihatanku
sehingga aku dapat melihat. Malaikat itu pun mengusap si buta, dan Allah
mengembalikan penglihatannya. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apakah yang
paling kamu senangi? Si buta menjawab: Kambing. Kemudian ia diberi kambing yang
bunting.
Selang
beberapa waktu kemudian, unta, sapi, dan kambing tersebut berkembang biak yang
akhirnya si belang tadi memiliki unta yang memenuhi suatu lembah, demikian juga
dengan si botak dan si buta, masing-masing memiliki sapi dan kambing yang
memenuhi suatu lembah.
Kemudian
Malaikat tadi datang kepada si belang dengan menyerupai orang yang berpenyakit
belang seperti keadaan si belang waktu itu, dan berkata: Saya adalah orang
miskin yang kehabisan bekal di tengah perjalanan. Sampai hari ini tidak ada
yang mau memberi pertolongan kecuali Allah kemudian engkau. Saya meminta
kepadamu -dengan menyebut Dzat Yang telah memberi engkau paras yang tampan dan
kulit yang bagus serta harta kekayaan- seekor unta untuk bekal dalam perjalanan
saya. Si belang berkata: Hak-hak yang harus saya berikan masih banyak.
Malaikat
itu berkata: Kalau tidak salah saya sudah mengenalimu. Bukankah kamu dahulu
orang yang berpenyakit belang sehingga orang lain merasa jijik kepadamu?
Bukankah kamu dahulu orang yang miskin kemudian Allah memberi kekayaan
kepadamu? Si belang berkata: Harta kekayaanku ini adalah warisan dari nenek
moyangku. Malaikat itu berkata: Jika kamu berdusta, semoga Allah
mengembalikanmu seperti keadaan semula.
Kemudian
Malaikat itu datang kepada si botak seperti keadaan si botak waktu itu. Dan
berkata kepadanya seperti apa yang dikatakan kepada si belang. Si botak juga
menjawab seperti jawaban si belang tadi. Kemudian Malaikat tadi berkata: Jika
kamu berdusta, semoga Allah ? mengembalikanmu seperti keadaan semula.
Kemudian
Malaikat tadi mendatangi si buta dengan menyerupai orang buta seperti keadaan
si buta waktu itu dan berkata: Saya adalah orang miskin yang kehabisan bekal di
tengah perjalanan. Sampai hari ini tidak ada yang mau memberi pertolongan
kecuali Allah ? kemudian engkau. Saya meminta kepadamu -dengan menyebut Dzat
Yang telah mengembalikan penglihatanmu- seekor kambing untuk bekal dalam
perjalanan saya. Si buta berkata: Saya dahulu adalah orang yang buta kemudian
Allah mengembalikan penglihatan saya. Maka ambillah apa yang kamu inginkan dan
tinggalkanlah apa yang tidak kamu senangi. Demi Allah, sekarang saya tidak akan
memberatkan sesuatu kepadamu yang kamu ambil karena Allah Yang Maha Mulia.
Malaikat itu berkata: Peliharalah harta kekayaanmu, sebenarnya kamu itu diuji
dan Allah telah ridha kepadamu dan murka kepada kedua temanmu (si belang dan si
botak).” (HR. Al Bukhari dan Muslim, hadits ini juga disebutkan oleh Al Imam An
Nawawi dalam Riyadhush Shalihin hadits no. 65)
Hadits
tersebut menceritakan tentang tiga orang yang hidup dizaman Bani Isra’il. Banyak
sekali hikmah yang dapat kita ambil dari hadits tersebut, diantaranya:
1.
Syukur
nikmat, sebab dibukanya pintu barakah
Seluruh nikmat yang kita rasakan ini
datangnya dari Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Dan apa saja nikmat yang ada pada
kamu, maka dari Allah lah (datangnya).” (An Nahl: 53)
2.
Syukur
nikmat, benteng dari adzab allah subhanahu wa ta’ala
Ini merupakan janji Allah subhanahu
wata’ala sebagaimana firman-Nya:
“Mengapa Allah akan mengadzabmu
sementara kamu bersyukur dan beriman?” (An Nisa’: 147)
3.
Anjuran
bershadaqah
Hadits tersebut juga menunjukkan
kepada kita tentang anjuran untuk bershadaqah. Tidaklah harta itu berkurang
karena shadaqah, dan tidaklah orang kaya itu menjadi miskin karena dia rajin
bershadaqah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Tidaklah shadaqah itu mengurangi
harta.” (HR. Muslim)
“Dan apa saja yang kamu infakkan, maka Dia
(Allah) akan menggantinya dan Dialah sebaik-baik pemberi rizki.” (Saba’: 39)
Dalam sebuah hadits Qudsi, Nabi
shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Allah Ta’ala berfirman: Berinfaklah
wahai anak Adam (manusia), pasti kamu akan diberi gantinya.” (HR. Al Bukhari,
Muslim)
4.
Peringatan
dari perbuatan kikir
Sifat kikir yang ditunjukkan oleh si
belang dan si botak tersebut justru berakibat buruk bagi diri mereka sendiri.
Allah subhanahu wata’ala murka kepada mereka. Orang-orang seperti inilah yang
Allah subhanahu wata’ala nyatakan dalam Al Qur’an (artinya):
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. (Yaitu) orang-orang yang kikir
dan menyuruh orang untuk berbuat kikir dan menyembunyikan karunia Allah yang
diberikan kepada mereka.” (An Nisa’: 36-37)
Allah subhanahu wata’ala berfirman
(artinya):
“Dan orang-orang yang menyimpan emas
dan perak dan tidak menafkahkannya dijalan Allah, maka beritahukanlah kepada
mereka dengan adzab yang pedih.” (At Taubah: 34)
5.
Kejujuran
dan kedermawanan merupakan sifat terpuji dan kedua sifat tersebut dimiliki oleh
si buta. Kedua sifat itu pula yang telah membawanya bersyukur dan bermurah
hati, sehingga akhirnya dia memperoleh keridhaan Allah.
" Dan (ingat juga) tatkala
Tuhan memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azabku sangat pedih". (Ibrahim :
7)
6.
Hadits
Abu Hurairah di atas mengandung pengarahan dan bimbingan melalui kisah
tersebut. Sebab, pengaruhnya sangat besar di dalam jiwa dibanding sekedar
memberi nasihat.
“ Dan semua kisah dari rasul-rasul,
Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu,
dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan
bagi orang-orang yang beriman.” (Hud : 120)
Akhlak Mulia
Dalam sebuah hadits, Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
“Sungguh aku diutus menjadi
Rasul tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak yang saleh (baik).”
Pada sebagian riwayat:
لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
“Untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia.”
Islam adalah agama yang penuh
keindahan. Ia dibangun di atas akidah tauhid yang bersih dari kesyirikan. Ia
membebaskan manusia dari penghambaan kepada makhluk, hingga cinta dan
peribadatan hanya untuk Allah Rabbul ‘Alamin. Allah l berfirman:
Katakanlah, “Sesungguhnya shalat,
ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu
bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang
yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (al-An’am: 162—163)
Ibadahnya mudah, tidak membebani.
Dengannya jiwa menjadi suci dan dada menjadi lapang. Muamalahnya adil dan jauh
dari kezaliman, mewujudkan suasana bantu-membantu di atas takwa dan kebaikan.
Demikian pula akhlak yang dibawa oleh Islam adalah akhlak yang agung dan
menakjubkan.
Tentang keindahan Islam ini,
asy-Syaikh Abdurrahman Nashir as-Sa’di (wafat
tahun 1376 H) mengatakan, “Islam memerintahkan segala amalan kebaikan,
akhlak-akhlak mulia, dan seluruh kemaslahatan manusia. Islam mengajarkan
keadilan, keutamaan, kasih sayang dan semua kebajikan. Sebaliknya, Islam
melarang kezaliman, penyimpangan, dan akhlak-akhlak yang tercela. Tidak ada
satu sisi kebaikan pun yang dibawa oleh para nabi dan rasul melainkan syariat
Rasulullah n menetapkannya. Demikian pula, tidak ada satu maslahat pun baik
duniawi maupun ukhrawi yang diseru oleh syariat nabi-nabi terdahulu melainkan
syariat Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam juga menyeru kepadanya. Demikian
pula segala kerusakan, syariat Islam melarangnya dan memerintahkan agar
dijauhi.” (ad-Durrah al-Mukhtasharah fi Mahasini ad-Dinil Islami)
Kiat-kiat untuk Berakhlak
Mulia
Diantara sebab yang mengantarkan
pada akhlak Islami adalah memperbanyak membaca Al Qur’an serta men-tadabburi
maknanya. Lalu bersungguh-sungguh untuk berperilaku dengan akhlak yang
sebagaimana Allah Ta’ala sebutkan dalam Al Qur’an mengenai sifat-sifat para
hamba-Nya yang shalih. Hal ini dapat mengantarkan kita pada akhlak yang mulia.
Demikian juga hendaknya
memperbanyak duduk bersama orang-orang baik dan berakrab-akrab dengan mereka.
Juga dengan memperbanyak membaca hadits-hadits shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam yang menunjukkan tentang akhlak mulia.
Demikian juga hendaknya banyak
membaca kisah-kisah orang terdahulu dalam kitab-kitab sirah nabawiyyah dan
sejarah Islam, yaitu membaca bagaimana sifat dan akhlak orang-orang shalih di
masa itu. Semua hal ini dapat mengantarkan kita pada akhlak yang mulia dan
beristiqamah di atasnya.
Namun sebab yang paling besar
adalah Al Qur’an dengan banyak membacanya serta men-tadaburi maknanya dengan
benar-benar menghadirkan hati yang penuh keinginan tulus untuk berakhlak mulia
ketika membaca Al Qur’an dan men-tadaburi-nya. Inilah hal terbesar yang bisa
mengantarkan kepada akhlak mulia, dengan juga memberi perhatian yang serius
terhadap hadits-hadits shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tentang
akhlak mulia.
Akhlak Mulia Berat
Timbangannya
Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiallahu anhuma berkata
menyifati Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
لَمْ يَكُنْ فَاحِشًا وَلَا مُتَفَحِّشًا وَقَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ خِيَارِكُمْ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا
“Beliau tidak pernah berbuat
kejelekan dan tidak pernah mengucapkan ucapan yang jelek.” Lalu Abdullah bin
Amr berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya
orang-orang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR.
Al-Bukhari no. 6035 dan Muslim no. 2321)
Dari Abu Ad-Darda` radhiallahu anhu bahwasanya Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ
خُلُقٍ حَسَنٍ وَإِنَّ اللَّهَ لَيُبْغِضُ الْفَاحِشَ الْبَذِيءَ
“Tidak ada sesuatu yang lebih
berat dalam timbangan seorang mukmin kelak pada hari kiamat daripada akhlak
yang baik. Sesungguhnya Allah amatlah murka terhadap seorang yang keji lagi
mengucapkan ucapan yang jelek.” (HR. At-Tirmizi no. 2002, Abu Daud no. 4799,
dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 5726)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata:
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَكْثَرِ
مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ وَسُئِلَ
عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ الْفَمُ وَالْفَرْجُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam pernah ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan manusia
ke dalam surga, maka beliau pun menjawab, “Takwa kepada Allah dan akhlak yang
mulia.” Dan beliau juga ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan
manusia ke dalam neraka, maka beliau menjawab, “Mulut dan kemaluan.” (HR.
At-Tirmizi no. 2004)
Wallahu waliyyut taufiq.
Referensi :
Hadis Dhaif Seputar Bulan Rajab
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Bulan rajab merupakan bulan istimewa bagi kaum muslimin. Di saat yang sama, bulan ini menjadi kesempatan bagi sebagian orang untuk menyebarkan hadis dhaif atau hadil palsu. Terutama bagi mereka yang kurang perhatian dengan keshahihan hadis. terlebih didukung adanya berbagai fasilitas yang semakin memudahkan mereka untuk menyebarkan hadis-hadis yang tidak bertanggung jawab itu.
Sebelumnya kami ingatkan bahwa menyebarkan hadis palsu, tidak ubahnya menyebarkan kedustaan atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena itulah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan peringatan keras akan hal ini.
Dalam hadis dari Mughirah bin Syu’bah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ حَدّثَ عَنِّي بِحَديثٍ يُــرَي أَنّه كَذِبٌ فَهو أَحَدُ الكَاذِبِين
“Barangsiapa yang menyampaikan suatu hadis dariku, sementara dia menyangka bahwasanya hadis tersebut dusta maka dia termasuk diantara salah satu pembohong.” (HR. Muslim dalam Muqaddimah Shahihnya, 1/7, Ibnu Majah dalam sunannya no. 43).
Imam Ibn Hibban dalam Al-Majruhin (1/9) mengatakan,
فكل شاك فيما يروي أنه صحيح أو غير صحيح داخل في الخبر
“Setiap orang yang ragu terhadap hadis yang dia riwayatkan, apakah hadis tersebut shahih ataukah dhaif, tercakup dalam ancaman hadis ini.” (Dinukil dari Ilmu Ushul Bida’, hlm. 160).
Mari kita renungkan, ketika orang yang menyampaikan sebuah hadis, sementara dia ragu terhadap keabsahan hadis tersebut, shahih ataukah dhaif, dan dia tetap menyampaikan hadis itu tanpa memberikan keterangan statusnya maka orang semacam ini termasuk dalam ancaman, disebutb sebagai pendusta.
Dalam kasus ini, orang membawakan suatu hadis dan dia yakin hadis tersebut adalah hadis dhaif, namun di sisi lain dia masih menganggap bahwa hadis dhaif tersebut adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian dia sebarkan ke masyarakat, manakah diantara dua kasus di atas yang lebih layak untuk disebut pendusta?
Sebagai umat yang menghormati Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentu kita akan berusaha menghindari setiap hadis lemah yang diatas-namakan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hadis Dhaif Seputar Rajab
Berikut kita akan sebutkan beberapa hadis dhaif dan palsu yang banyak disebarkan masyarakat terkait bulan rajab, beserta penjelasan sisi kelemahannya.
Pertama, hadis
إن في الجنة نهراً يقال له رجب ماؤه أشد بياضاً من اللبن وأحلى من العسل من صام يوماً من رجب سقاه الله من ذلك النهر
“Sesungguhnya di surga ada sebuah sungai, namanya sungai Rajab. Airnya lebih putih dari pada susu, lebih manis dari pada madu, siapa yang puasa sehari di bulan Rajab maka Allah akan memberi minum orang ini dengan air sungai tersebut.”
Keterangan:
Al-Hafidz menjelaskan,
Hadis ini disebutkan Abul Qosim At Taimi dalam At Targhib wat Tarhib, al Ashbahani dalam kitab Fadlus Shiyam, dan al Baihaqi dalam Fadhail Auqat, serta Ibnu Syahin dalam at-Targhib wa Tarhib. (Tabyin al-Ujb, hlm 9)
Ibnul Jauzi mengatakan dalam al Ilal al Mutanahiyah, “Dalam sanadnya terdapat banyak perawi yang tidak dikenal, sanadnya dhaif secara umum, namun tidak sampai untuk dihukumi palsu. (al Ilal al Mutanahiyah,2/65)
Kedua, hadis yang menyebutkan doa,
اللهم بارك لنا في رجب وشعبان وبلغنا رمضان
Allahumma baarik lanaa fii rajabin wa sya’baana wa ballighnaa Ramadhaana.
“Ya Allah, berkahilan kami di bulan rajab dan sya’ban, dan sampaikan kami ke bulan ramadhan.”
Keterangan:
Hadis ini diriwayatkan Ahmad dalam musnadnya no. 2346. dan di sanadnya terdapat perawi Zaidah bin Abi Raqqad. Tentang para perawi ini, Imam Bukhari dan an-Nasai memberi komentar, “Munkarul hadis”. Abu Daud mengatakan, “Saya tidak mengenal hadisnya.” Sementara Abu Hatim menjelaskan, “Zaidah meriwayatkan dari Ziyadah An Numairi dari Anas, beberapa hadis marfu’ yang munkar. Saya tidak mengenal hadisnya maupun hadis Ziyadah an-Numairi.”
Tentang Ziyadah An Numairi. Beliau dinilai dhaif oleh Ibnu Main dan Abu Daud. Abu Hatim mengatakan, “Hadisnya bisa ditulis tapi tidak bisa dijadikan pendukung.”
Syuaib al-Arnauth menegaskan sanad hadis ini dhaif, lalu beliau menyebutkan sisi cacat hadis ini sebagaimana keterangan di atas. (Tahqiq Musnad Ahmad, 4/180).
Ketiga, hadis marfu’, yang menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah puasa setelah Ramadhan, selain di bulan Rajab dan Sya’ban.
Keterangan:
Ibn Hajar menukil keterangan al Baihaqi tentang hadis ini. Ini adalah hadis munkar, disebabkan adanya perawi yang bernama Yusuf bin Athiyah, dia orang yang dhaif sekali. (Tabyinul Ujbi, hlm. 12)
Keempat, hadis,
رجب شهر الله وشعبان شهري ورمضان شهر أمتي
Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.
Keterangan,
Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Bakr an-Naqasy dan al-Hafidz Abul Fadhl Muhammad bin Nashir mengatakan, an-Naqasy adalah pemalsu hadis, pendusta. Ibnul Jauzi, As Shaghani, dan As Suyuthi menyebut hadis ini dengan hadis maudlu’. (al-Lali’ al-Mashnu’ah, 2/114)
Kelima, hadis,
فضل رجب على سائر الشهور كفضل القرآن على سائر الأذكار
Keutamaan Rajab dibanding bulan yang lain, seperti keutamaan Al Qur’an dibanding dzikir yang lain.
Keterangan,
Ibn Hajar mengatakan, Perawi dalam sanad hadis ini tsiqqah, selain as Saqathi. Dialah penyakit dan orang yang terkenal sebagai pemalsu hadis. (Tabyinul Ujbi, hlm. 17)
Keenam, hadis,
رجب شهر الله الأصم،من صام من رجب يوماً إيماناً واحتساباً استوجب رضوان الله الأكبر
Rajab adalah bulan Allah al-Asham. Siapa yang berpuasa sehari di bulan Rajab, atas dasar iman dan ihtisab (mengharap pahala) maka dia berhak mendapat ridla Allah yang besar.
Keterangan:
Hadis ini palsu, as-Syaukani menjelaskan dalam sanadnya terdapat dua perawi yang matruk (ditinggalkan). (al-Fawaid al-Majmu’ah, 1/439).
Ketujuh, hadis,
من صام ثلاثة أيام من رجب كتب الله له صيام شهر ومن صام سبعة أيام أغلق عنه سبعة أبواب من النار…
Barangsiapa yang berpuasa tiga hari bulan Rajab, Allah catat baginya puasa sebulan penuh. Siapa yang puasa tujuh hari maka Allah menutup tujuh pintu neraka.
Keterangan:
Hadis ini palsu, sebagaimana keterangan Ibnul Jauzi dalam al-Maudlu’at. Beliau menyebutkan
هذا حديث لا يصح. وفى صدره أبان. وقال أحمد والنسائي والدارقطني: متروك. وفيه عمرو ابن الازهر. قال أحمد: كان يضع الحديث
Hadis ini tidak shahih. Dalam sanadnya terdapat perawi bernama Aban. Kata Ahmad, Nasai dan Daruquthni, “Perawi matruk (ditinggalkan).” Dalam sanadnya juga ada perawi Amr bin Azhar, dan kata Ahmad, ‘Dia memalsu hadis.’ (al-Maudlu’at, 2/206)
Kedelapan, Hadis,
من صام من رجب وصلى فيه أربع ركعات …. لم يمت حتى يرى مقعده من الجنة أو يرى له
Siapa yang puasa di bulan Rajab dan shalat empat rakaat…maka dia tidak akan mati sampai dia melihat tempatnya di surga atau dia diperlihatkan.
Keterangan:
As-Syaukani mengatakan,
موضوع وأكثر رواته مجاهيل
Hadis palsu, mayoritas perawinya majhul (tidak dikenal) (al-Fawaid al-Majmu’ah, hlm. 47).
Kesembilan, hadis Shalat Raghaib,
رجب شهر الله وشعبان شهري ورمضان شهر أمتي … ولكن لا تغفلوا عن أول ليلة جمعة من رجب فإنها ليلة تسميها الملائكة الرغائب ، وذلك أنه إذا مضى ثلث الليل لا يبقى ملك مقرب في جميع السموات والأرض ، إلا ويجتمعون في الكعبة وحواليها ، فيطلع الله عز وجل عليهم اطلاعة فيقول : ملائكتي سلوني ما شئتم ، فيقولون : يا ربنا حاجتنا إليك أن تغفر لصوم رجب ، فيقول الله عز وجل: قد فعلت ذلك . ثم قال صلى الله عليه وسلم : وما من أحد يصوم يوم الخميس ، أول خميس في رجب ، ثم يصلي فيما بين العشاء والعتمة ، يعني ليلة الجمعة ، ثنتي عشرة ركعة …….
Rajab bulan Allah, Sya’ban bulanku, dan Ramadlan bulan umatku… namun janganlah kalian lupa dengan malam jum’at pertama bulan Rajab, karena malam itu adalah malam yang disebut oleh para malaikat dengan Ar Raghaib. Dimana apabila telah berlalu sepertiga malam, tidak ada satupun malaikat yang berada di semua lapisan langit dan bumi, kecuali mereka berkumpul di ka’bah dan sekitarnya. Kemudian Allah melihat kepada mereka, dan berfirman: Wahai malaikatKu, mintalah apa saja yang kalian inginkan. Maka mereka mengatakan: Wahai Tuhan kami, keinginan kami adalah agar engkau mengampuni orang yang suka puasa Rajab. Allah berfirman: Hal itu sudah Aku lakukan. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang berpuasa hari kamis pertama di bulan Rajab, kemudian shalat antara maghrib sampai isya’ – yaitu pada malam jum’at – dua belas rakaat…”
Keteragan:
Hadis ini palsu, sebagaimana keterangan Ibnul Jauzi dalam Al Maudhu’at, 2/124 – 126, Ibnu Hajar dalam Tabyinul ‘Ujbi, hal. 22 – 24, dan As Syaukani dalam Al fawaid Al Majmu’ah, hal. 47 – 50)
Penjelasan lain tentang shalat raghaib, kami sarankan anda untuk mempelajari: Shalat Raghaib dalam Madzhab Syafiiyah
Demikian, semoga Allah membimbing kita sehingga tidak mudah menyebarkan hadis palsu, atas nama NabiShallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allahu a’lam.
Disadur dari http://www.konsultasisyariah.com/
Keajaiban Bahasa al-Quran
(Sumber: https://encrypted-tbn0.gstatic.com)
Benar apa yang Allah firmankan di awal al-Quran,
ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
Itulah al-Kitab (a-Quran), yang tidak ada keraguan di dalamnya. Sebagai petunjuk bagi orang yanng bertaqwa. (QS. Al-Baqarah: 2).
Dalam ayat ini, al-Quran berposisi pada dua sisi,
Pertama, sumber petunjuk bagi orang yang baik, orang yang bertaqwa.
Kedua, menutup semua peluang munculnya hal yang meragukan di dalamnya. Sehingga apapun usaha manusia untuk meragukan al-Quran, tidak akan berhasil.
terkait firman Allah,
مَا جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِنْ قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ
Allah tidak menjadikan dua hati dalam perut seorang laki-laki. (QS. Al-Ahzab: 4)
Yang menjadi pertanyaan, mengapa Allah menyatakan, “dalam perut seorang laki-laki”? dan tidak ‘dalam perut manusia’? apakah ayat ini hanya khusus laki-laki? Bukankah semua manusia hatinya hanya satu? Lalu mengapa hanya disebut laki-laki?
Ada sebuah kisah menarik tentang ayat ini. Semoga kita bisa mengambil pelajaran darinya.
Dalam sebuah kuliah umum, sang dosen muslim menjelaskan keindahan bahasa al-Quran. Kalimat-kalimatnya yang jeli, fasih, sehingga mengandung cakupan makna yang luas. Bahkan andaikan ada satu kata dalam al-Quran, diganti dengan kata yang lain, tentu tidak akan menghasilkan cakupan makna dan tafsir yang benar.
Setelah menyebutkan beberapa contoh, ada seorang mahasiswa berpemikiran liberal berusaha membantah. Dia mulai menyampaikan pendapatnya,
“Ada satu kata dalam al-Quran yang menunjukkan kelemahan sisi bahasa al-Quran. Yaitu firman Allah,
ﻣَّﺎ ﺟَﻌَﻞَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻟِﺮَﺟُﻞٍ ﻣِّﻦ ﻗَﻠْﺒَﻴْﻦِ ﻓِﻲ ﺟَﻮْﻓِﻪِ
Allah tidak menjadikan dua hati dalam perut seorang laki-laki. (QS. Al-Ahzab: 4)
Mengapa di situ Allah mengatakan ‘rajul’ (seorang lelaki) dan tidak mengatakan ‘basyar’ (seorang manusia)? Yang namanya manusia, semuanya hanya memiliki satu hati. Baik dia lelaki maupun perempuan.
Seketika itu, suasana kelas terhentak tenang. Semua membenarkan apa yang disampaikan sang penanya. Menunggu apa yang akan dijawab oleh pak dosen.
Anda bisa lihat bagaimana jawaban Pak Dosen, yang menunjukkan kemukjizatan bahasa al-Quran. Namun, semacam ini tidak bisa dipahami semua orang. Hanya mereka yang berusaha merenungkan kandungan maknanya, yang bisa memahami kedalaman dan kejelian diksi dalam al-Quran.
Beliau mengatakan,
“Benar! Laki-laki adalah satu-satunya jenis manusia yang hanya memiliki 1 hati dalam perutnya. Dan tidak mungkin memiliki 2 hati dalam perutnya. Berbeda dengan wanita. Dia bisa memiliki dua hati dalam perutnya.”
“Siapa wanita itu?”
“Wanita hamil. Di dalam perutnya ada seorang janin yang juga memiliki satu hati. Sehingga dalam kondisi hamil, dia memiliki dua hati. Hatinya sendiri dan hati janinya, yang itu ada di dalam tubuhnya.”
Subhanallah…, Allah tidak meninggalkan satu ‘kata’ dalam al-Quran yang memberikan peluang para makhluk-Nya untuk menimbulkan keraguan darinya.
Maha Suci Dzt yang Maha Benar dan Maha Tahu.
Allahu a’lam
Adab-Adab Makan yang Harus Dilakukan
1.) Membaca
basmallah, dan jika lupa maka hendaknya membaca bismillahi awalahu wa akhirahu.
“Jika salah satu
kalian hendak makan, maka hendaklah menyebut nama Allah. Jika dia lupa untuk
menyebut nama Allah di awal makan, maka hendaklah mengucapkan bismillahi
awalahu wa akhirahu.” (HR Abu Dawud no. 3767 dan dishahihkan oleh
al-Albani).
2.) Makan dan minum
menggunakan tangan kanan dan tidak menggunakan tangan kiri.
“Jika salah seorang
diantara kalian hendak makan maka hendaknya makan dengan menggunakan tangan
kanan, dan apabila hendak minum maka hendaknya minum juga dengan tangan kanan.
Sesungguhnya syaitan itu makan dengan tangan kiri dan juga minum dengan
menggunakan tangan kirinya.” (HR Muslim no. 2020)
3.) Memakan makanan
yang berada di dekat kita.
Dari Umar bin Abi Salamah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Makanlah makanan yang
berada di dekatmu.” (HR. Muslim, no. 2022)
4.) Makan tidak
sambil bersandar.
Abu Juhaifah mengatakan, bahwa dia berada di dekat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Rasulullah berkata kepada
seseorang yang berada di dekat beliau, “Aku tidak makan dalam keadaan
bersandar.” (HR Bukhari).
5.) Hendaknya
menghindarkan diri dari kenyang yang melampaui batas.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Tidak ada bejana
yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari perutnya, cukuplah baginya
memakan beberapa suapan sekedar dapat menegakkan tulang punggungnya (memberikan
tenaga), maka jika tidak mau, maka ia dapat memenuhi perutnya dengan sepertiga
makanan, sepertiga minuman dan sepertiga lagi untuk bernafasnya.” (HR. Ahad,
Ibnu Majah)
6.) Hendaknya
mengakhiri makan dengan pujian kepada Allah.
“Barangsiapa telah selesai makan hendaknya dia berdo’a:
“Alhamdulillaahilladzi ath’amani hadza wa razaqqaniihi min ghairi haulin minni
walaa quwwatin. Niscaya akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Daud,
Hadits Hasan)
Kiat Menjadi Muslim yang Menyenangkan
Apa kabar
ikhwah fillah, saudara-saudara muslimku yang berbahagia? Alangkah bahagianya
menjadi seorang muslim yang mempunyai banyak saudara yang luar biasa. Muslim
dan muslimah adalah “agen” penebar rahmat. Sering berinteraksi dengan sesama
muslim maupun sahabat yang lainnya. Dalam interaksi ini tentunya kita harus
bisa memberikan keteduhan, kenyamanan,
dan kebaikan satu sama lain. Jangan sampai dalam interaksi ini justru
menimbulkan keeksklusifan dan rasa tidak nyaman. Seorang muslim harus mampu
merangkul sesamanya memberikan manfaat tanpa kesan menggurui.
عن جابر قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « المؤمن يألف ويؤلف ، ولا خير فيمن لا يألف ، ولا يؤلف، وخير الناس أنفعهم للناس »
Diriwayatkan dari Jabir berkata, ”Rasulullah
salallahu’alaihi wassalam bersabda: Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak
ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia
adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan
Daruquthni)
Menjadi
muslim yang menyenangkan dan jauh dari
kata menyebalkan? Bukan hal sulit untuk dilakukan kawan. J
Sebelumnya
apa sih makna menyebalkan itu? Membuat orang lain jengkel, mangkel, tidak
nyaman dan merasa canggung terhadap kita. Mungkin itu sedikit definisi dari
menyebalkan.
Ada
pepatah mengatakan :
There are two ways of spreading light, to be
the candle or the mirror that reflects it.
Seperti Rasulullah salallahu’alaihi
wassalam, yang kebagusan
akhlaknya bukan saja dikagumi kawan tetapi juga lawan. Nah, setidaknya kita
juga bisa seperti itu. Dan semuanya bisa dimulai dari hal terkecil.
Pertama
nih, misalkan tentang penampilan. Menjadi muslim memang harus sederhana, tapi
sederhana itu ngga identik sama kucel, acak-acakan, dan sejenisnya. Cobalah
untuk 'matching' kalau pake baju.
antara atasan sama bawahan, kaos kaki hingga sepatu. Bagi akhwat sesuaikan pula
kerudungnya. Tapi tetap 'matching'
disini harus disesuaikan dengan konsep tabarruj dalam islam loh ya. Kedua,
tentang kebersihan. Jangan sampai kita kelihatan lecek dan tercium bau apek
dari tubuh kita, hehe :D
”Sesungguhnya Allah Ta’ala adalah baik dan mencintai kebaikan, bersih dan mencintai kebersihan, mulia dan mencintai kemuliaan, dermawan dan mencintai kedermawanan. Maka bersihkanlah halaman rumahmu dan janganlah kamu menyerupai orang Yahudi.” (HR. Tirmidzi)
Yang
ketiga masalah sikap. Sikap ini dibedakan menjadi dua. Dari perkataan dan
perbuatan. Karakter orang memang berbeda-beda. Ada yang pembawaannya jutek ada
yang selalu on dengan wajah
tersenyum. Jangan sampai orang lain ngga enak sama kita atau bahkan menjauhi
kita karena cara bicara kita yang sok tau, cengengesan yang kadang bisa membuat
orang ilfil (hilang “feeling”) terhadap kita. Cara bicara yang judes dan
terkesan memaksakan pendapat pun diharap untuk segera dijauhi. Tegas nggak
masalah, apalagi untuk segala hal yang berbau prinsip. Tapi ada cara yang lebih
“elegan” untuk berbagi ilmu dengan orang lain.
Kemudian
mengenai teman-teman. Banyaknya orang-orang menganggap kita eksklusif justru
karena kita tidak membuka ruang pertemanan dengan orang-orang banyak di sekitar
kita. Kita hanya berteman dan bergaul dengan orang-orang yang sepaham dengan
kita. Kita tidak peduli dengan orang-orang “di luar” dan lebih parahnya kita
seakan-akan memberikan kesan “inilah kami yang terbaik”. Jangan sampai kita
menjadi muslim yang menyebalkan seperti itu. Kita harus paham dengan
segala karakter dan kepribadian orang.
Dekati dan ajari mereka dengan cara yang bersahabat.
Nah,
begitulah saudaraku muslim dan muslimah yang luar biasa. Terkadang hal-hal
kecil yang kita anggap biasa justru menjadi sesuatu yang amat menyebalkan bagi
orang lain. Menjadi sempurna bukanlah tujuan kita, karena sejatinya tidak ada
manusia yang sempurna. Namun berusaha menjadi saudara yang menyenangkan bagi
orang lain adalah hal yang mulia. Terakhir, selalu tebarkan senyum, salam, dan
sapa untuk saudara-saudara kita. Karena senyuman kita, akan memberikan energi
positif bagi mereka, dan tentu untuk kita sendiri.
Dikutip dari tulisan mading MII FMIPA UGM