Tampilkan postingan dengan label Motivasi. Tampilkan semua postingan
Tafakkur Atas Keagungan Makhluk-makhluk Allah Ta'ala
Allah Ta'ala berfirman: "Katakanlah: Hanya sanya aku
hendak menasihati kepadamu sekalian perkara satu saja, yaitu supaya engkau
sekalian berdiri di hadapan Allah berdua-duaan atau sendiri-sendiri, kemudian
engkau sekalian memikirkan bahwa bukanlah kawanmu itu terkena penyak'it gila.
Tidaklah kawanmu itu melainkan seorang yang memberikan peringatan kepadamu
sekalian sebetum datangnya siksa yang amat sangat." (Saba': 46)
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Sesungguhnya dalam kejadian langit dan bumi serta
bersilih, gantinya malam dengan siang itu adalah tanda-tanda - kekuasaan Allah
- bagi orang-orang yang suka berfikir.
"Mereka itu ialah orang-orang yang selalu berzikir
kepada Allah ketika berdiri, duduk ataupun berbaring sambil memikirkan kejadian
langit dan bumi. Mereka berkata: "Wahai Tuhan kami, sesungguhnya tidaklah
Engkau menjadikan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka lindungilah kami
dari siksa api neraka." Sampai ayat-ayat seterusnya. (ali-lmran: 190-191)
Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Apakah mereka tidak melihat - memperhatikan - pada
unta, bagaimana ia diciptakan?
"Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
"Dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan?
"Dan juga bumi, bagaimana ia dikembangkan?
"Maka dari itu berikanlah peringatan, karena engkau itu
hanyalah seorang yang bertugas memberi peringatan." (al-Ghasyiyah: 17-21)
Allah Ta'ala juga berfirman:
"Apakah mereka tidak hendak berjalan di muka bumi, lalu
melihat - memperhatikan - bagaimana akibat orang-orang yang belum mereka? Allah
telah membinasakan mereka itu dan keadaan yang seperti itu pula untuk
orang-orang kafir?" (Muhammad: 10)
Ayat-ayat mengenai bab ini amat banyak sekali. Setengah dari
Hadis-hadis yang berhubungan dengan bab ini ialah Hadis di muka, yaitu:
"Orang yang cerdik - berakal - ialah orang yang memperhitungkan
keadaan dirinya." Dan seterusnya. Adapun lengkapnya Hadis di atas ialah:
Dari Abu Ya'la yaitu Syaddad bin Aus r.a. dari Nabi s.a.w.,
sabdanya: "Orang yang cerdik -
berakal - ialah orang yang memperhitungkan keadaan dirinya dan suka beramal
untuk mencari bekal sesudah matinya, sedangkan orang yang lemah ialah orang
yang dirinya selalu mengikuti hawa nafsunya dan mengharap-harapkan kemurahan
atas Allah - yakni mengharap-harapkan kebahagiaan dan pengampunan di akhirat,
tanpa beramal shalih."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini
adalah Hadis hasan.
Untaian Nasehat untuk Para Pemuda
Bismillah, telah
menjadi sunnatullah datang generasi baru yang meneruskan perjuangan generasi
terdahulu. Para pemuda, sejak dulu selalu memendam asa dan cita-cita untuk
memperbaiki kondisi bangsa. Di dalam Al-Qur’an misalnya, kita mengenal para
pemuda bertauhid yang disebut Ashabul Kahfi.
Di dalam sejarah Islam pun kita
mengenal pemuda-pemuda pembela agama dari kalangan para sahabat yang mulia
seperti Ali bin Abi Thalib, Usamah bin Zaid, dan Ibnu Abbas yang tersohor
keahliannya dalam hal tafsir Al-Qur’an.
Di dalam hadits pun kita membaca
salah satu golongan yang diberi naungan oleh Allah pada hari kiamat; seorang
pemuda yang tumbuh dalam ketaatan beribadah kepada Rabbnya. Pemuda yang tidak
silau oleh gemerlapnya dunia. Pemuda yang memancangkan cita-cita setinggi
bintang di langit dan berjuang keras menggapai surga.
Namun, realita tidak seindah yang
dikira. Banyak pemuda yang justru hanyut dalam arus kerusakan dan penyimpangan.
Bukan hanya masalah narkotika, tawuran, atau pergaulan bebas. Lebih daripada
itu, kerusakan yang menimpa para pemuda juga telah menyerang aspek-aspek
fundamental dalam agama. Munculnya para pengusung pemikiran liberal, merebaknya
gerakan-gerakan yang mencuci otak anak muda dengan limbah kesesatan.
Oleh sebab itulah, perlu kesadaran
dari semua pihak untuk ikut menjaga tunas-tunas bangsa ini agar tumbuh di atas
jalan yang lurus, jalan yang diridhai Allah Ta’ala.
Setiap orang tua yang
melepas keberangkatan buah hatinya untuk menimba ilmu di perguruan tinggi
sering memesankan kepada anaknya, “Jaga diri baik-baik ya nak … Jangan lupa
belajar yang baik, manfaatkan waktumu dengan baik.” Kiranya ini adalah nasihat
yang sangat berharga untuk kita.
Bagaimana menjaga diri kita dari
hal-hal yang negatif. Tentu, itu bukan perkara sepele dan remeh. Bahkan inilah
yang diperintahkan Allah kepada kita untuk menjaga diri dan keluarga kita dari
api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah berpesan kepada kita untuk
menjaga aturan-aturan Allah supaya Allah tetap menjaga dan melindungi kita.
Banyak sekali godaan dan rintangan
yang harus kita hadapi di tengah dunia mahasiswa dan anak muda pada umumnya.
Sebagian anak muda bahkan punya semboyan ‘mumpung masih muda’ dengan maksud
untuk memuaskan segala keinginan hawa nafsunya sampai-sampai ada ungkapan,
‘muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga’.
Sungguh sebuah semboyan yang sarat
dengan tanda tanya. Dari pintu surga manakah kiranya masuk orang yang mudanya
selalu berfoya-foya dan melanggar aturan Allah dan Rasul-Nya ?
Anda kuliah dengan amanah dari
orangtua dan juga kesadaran diri anda sendiri. Oleh sebab itu sudah saatnya
anda meluruskan niat anda dalam mencari ilmu, yaitu untuk memberi manfaat bagi
kaum muslimin dan juga dalam rangka membela agama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya amal-amal itu dinilai dengan niatnya dan
setiap orang akan dibalas sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ilmu Agama
Perisai Jiwa
Mahasiswa yang baik bukan hanya yang peduli dengan indeks
prestasi dan nilai kuliahnya. Lebih daripada itu, mahasiswa yang baik adalah
yang senantiasa menimba ilmu agama. Ilmu Al-Qur’an dan As Sunnah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan pahamkan dia dalam hal
agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda, “Barangsiapa yang menempuh jalan dalam rangka mencari ilmu
(agama) maka Allah akan memudahkan untuknya jalan menuju surga.” (HR.
Muslim)
Bagi anda yang dulu di SMA sekolah di pesantren atau madrasah
jangan terburu-buru merasa hebat. Betapa sering kita temukan, orang-orang yang
dulunya mengenyam pendidikan di pesantren atau madrasah namun ketika kuliah
menjadi berubah.
Tadinya rajin mengaji kemudian berubah rajin menyanyi. Tadinya
rajin membaca Qur’an kemudian berubah rajin fesbukan. Tadinya rajin membeli
buku agama kemudian berubah rajin membeli novel pujangga.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersegeralah
melakukan amal-amal sebelum datangnya fitnah-fitnah seperti potongan-potongan
malam yang gelap gulita, di pagi hari seorang masih beriman tetapi tiba-tiba
sore hari menjadi kafir dan di sore hari beriman lalu pagi harinya menjadi
kafir. Dia rela menjual agamanya demi mengais kesenangan dunia.”(HR.
Muslim)
Oleh sebab itu besar sekali kebutuhan kita terhadap ilmu. Karena
ilmu akan menyirami hati kita, meneranginya dengan kebenaran dan memuliakannya
dengan keimanan. Imam Ahmad berkata, “Manusia jauh lebih membutuhkan
ilmu daripada kebutuhan mereka kepada makan dan minum. Karena makanan dan
minuman dibutuhkan dalam sehari sekali atau 2 kali. Adapun ilmu dibutuhkan
sebanyak hembusan nafas. ”
Tujuan Hidup Kita
Mahasiswa adalah manusia. Dan
sebagaimana manusia yang lain ia harus tunduk beribadah kepada Allah. Inilah
tujuan keberadaan kita di alam dunia ini. Bukan semata-mata untuk memenuhi
nafsu dan mengumbar keinginan.
Allah berfirman (yang artinya), ”Tidaklah Aku ciptakan jindan manusia melainkan supaya
beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat:
56)
Jangan mengira bahwa ibadah
terbatas pada sholat dan puasa, atau berzakat dan naik haji. Ibadah itu luas,
mencakup segala ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Segala ucapan dan
perbuatan serta keyakinan yang dicintai dan diridhai Allah, maka itu adalah
ibadah. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Dan yang paling rendah -dari cabang iman- itu adalah
menyingkirkan gangguan dari jalan.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Hal ini menunjukkan kepada kita,
bahwa ibadah kepada Allah bisa kita lakukan dimanapun dan kapanpun. Bukan hanya
di masjid, di pesantren, di bulan Ramadhan, atau di tanah suci. Bahkan, ibadah
bisa dilakukan di rumah dengan mengerjakan shalat sunnah, dengan berbakti
kepada orang tua, dengan mendengarkan lantunan murottal Al-Qur’an, berdzikir
pagi dan petang, dan lain sebagainya. Ibadah juga bisa kita lakukan ketika
berada di kampus, dengan menghormati orang-orang yang lebih tua, menyayangi
yang lebih muda, menebarkan salam, menundukkan pandangan dari lawan jenis,
tidak berdua-duaan dengan wanita bukan mahram, dsb.
Dengan demikian, seorang mahasiswa
muslim akan mengarungi lautan ibadah dalam hidupnya, dari satu ketaatan menuju
ketaatan yang lain, dari satu amalan menuju amalan yang lain. Sepanjang hayat
dikandung badan maka selama itu pula ia tunduk kepada Ar-Rahman.
Siapakah Kita Dibanding Mereka?
Para pendahulu kita yang salih
-sahabat-sahabat Nabi- adalah orang-orang yang tidak diragukan keimanannya.
Sampai-sampai orang sekelas Abu Bakar dikatakan bahwa imannya lebih berat
daripada iman seluruh penduduk bumi selain para Nabi. Orang-orang yang telah
mendapatkan janji surga. Meskipun demikian, mereka bukan orang yang sombong dan
angkuh dengan prestasinya.
Justru mereka khawatir akan diri
dan amal-amalnya. Ibnu Abi Mulaikah berkata, “Aku berjumpa dengan tiga puluh
orang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, sementara mereka semua takut dirinya tertimpa kemunafikan.”
Ya, siapakah kita jika dibandingkan
dengan mereka ? Sebagian pemuda atau mahasiswa begitu bangga dan pede dengan
kecerdasan dan prestasinya, seolah-olah kesuksesan adalah buah ciptaannya.
Dialah yang menjadi penentu atas segalanya. Dia lupa bahwa kepandaian,
kecerdasan, dan pemahaman adalah karunia dari Allah Ta’ala.
Betapa seringnya kita lalai dari
bersyukur kepada Allah. Meskipun demikian, kita sering merasa bahwa diri
kitalah yang berjasa, diri kitalah yang menjadi kunci kebaikan, padahal di
tangan Allah semata segala kebaikan. Oleh sebab itu kita harus merasa khawatir
akan nasib amal-amal kita. Di samping kita terus berharap dan berusaha
menggapai ridha-Nya.
Jalan Kebahagiaan
Ketahuilah, wahai saudaraku -semoga
Allah merahmatimu- sesungguhnya kebahagiaan yang kita idam-idamkan adalah
sebuah kenikmatan abadi di akhirat nanti.
Dalam sebuah hadits Qudsi Allah
berfirman, “Aku telah menyiapkan untuk hamba-hamba-Ku yang salih,
kesenangan yang belum dilihat oleh mata, belum didengar oleh telinga, dan belum
terbersit dalam hati manusia.” (HR.
Bukhari)
Iman dan takwa adalah bekal kita
untuk meraih kebahagiaan itu. Kebahagiaan yang akan dirasakan oleh orang-orang
yang beriman di dunia dan di akhirat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan merasakan lezatnya iman, orang yang ridha Allah
sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim).
Kebahagiaan di dalam hati
orang-orang yang beriman adalah kebahagiaan yang tidak bisa dilukiskan dengan
untaian pantun dan sajak pujangga. Kebahagiaan yang membuat seorang budak hitam
yang bernama Bilal bin Rabah lebih memilih disiksa daripada kembali kepada
kekafiran. Kebahagiaan yang membuat seorang Salman Al Farisi berpetualang
mencari kebenaran Islam tanpa kenal lelah. Kebahagiaan yang membuat seorang Abu
Bakar Ash-Shiddiq rela mencurahkan semua hartanya untuk sedekah di jalan Allah.
Kebahagiaan yang tidak lekang oleh
masa, tidak hancur oleh umur dan tidak surut karena ocehan dan cercaan manusia.
Sebab kebahagiaan itu telah bersemayam di dalam lubuk hatinya. Kemanapun dia
pergi maka kebahagiaan selalu menyertainya.
Referensi :
Wahyudi, Ari. 2015. Untaian Nasehat Untuk Mahasiswa Baru: Masa
Muda Untuk Apa?. Website : http://muslim.or.id/25864-untaian-nasehat-untuk-mahasiswa-baru-masa-muda-untuk-apa.html
Akhlak Mulia
Dalam sebuah hadits, Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
“Sungguh aku diutus menjadi
Rasul tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak yang saleh (baik).”
Pada sebagian riwayat:
لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
“Untuk menyempurnakan
akhlak yang mulia.”
Islam adalah agama yang penuh
keindahan. Ia dibangun di atas akidah tauhid yang bersih dari kesyirikan. Ia
membebaskan manusia dari penghambaan kepada makhluk, hingga cinta dan
peribadatan hanya untuk Allah Rabbul ‘Alamin. Allah l berfirman:
Katakanlah, “Sesungguhnya shalat,
ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu
bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang
yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (al-An’am: 162—163)
Ibadahnya mudah, tidak membebani.
Dengannya jiwa menjadi suci dan dada menjadi lapang. Muamalahnya adil dan jauh
dari kezaliman, mewujudkan suasana bantu-membantu di atas takwa dan kebaikan.
Demikian pula akhlak yang dibawa oleh Islam adalah akhlak yang agung dan
menakjubkan.
Tentang keindahan Islam ini,
asy-Syaikh Abdurrahman Nashir as-Sa’di (wafat
tahun 1376 H) mengatakan, “Islam memerintahkan segala amalan kebaikan,
akhlak-akhlak mulia, dan seluruh kemaslahatan manusia. Islam mengajarkan
keadilan, keutamaan, kasih sayang dan semua kebajikan. Sebaliknya, Islam
melarang kezaliman, penyimpangan, dan akhlak-akhlak yang tercela. Tidak ada
satu sisi kebaikan pun yang dibawa oleh para nabi dan rasul melainkan syariat
Rasulullah n menetapkannya. Demikian pula, tidak ada satu maslahat pun baik
duniawi maupun ukhrawi yang diseru oleh syariat nabi-nabi terdahulu melainkan
syariat Muhammad Shallahu ‘Alaihi Wasallam juga menyeru kepadanya. Demikian
pula segala kerusakan, syariat Islam melarangnya dan memerintahkan agar
dijauhi.” (ad-Durrah al-Mukhtasharah fi Mahasini ad-Dinil Islami)
Kiat-kiat untuk Berakhlak
Mulia
Diantara sebab yang mengantarkan
pada akhlak Islami adalah memperbanyak membaca Al Qur’an serta men-tadabburi
maknanya. Lalu bersungguh-sungguh untuk berperilaku dengan akhlak yang
sebagaimana Allah Ta’ala sebutkan dalam Al Qur’an mengenai sifat-sifat para
hamba-Nya yang shalih. Hal ini dapat mengantarkan kita pada akhlak yang mulia.
Demikian juga hendaknya
memperbanyak duduk bersama orang-orang baik dan berakrab-akrab dengan mereka.
Juga dengan memperbanyak membaca hadits-hadits shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam yang menunjukkan tentang akhlak mulia.
Demikian juga hendaknya banyak
membaca kisah-kisah orang terdahulu dalam kitab-kitab sirah nabawiyyah dan
sejarah Islam, yaitu membaca bagaimana sifat dan akhlak orang-orang shalih di
masa itu. Semua hal ini dapat mengantarkan kita pada akhlak yang mulia dan
beristiqamah di atasnya.
Namun sebab yang paling besar
adalah Al Qur’an dengan banyak membacanya serta men-tadaburi maknanya dengan
benar-benar menghadirkan hati yang penuh keinginan tulus untuk berakhlak mulia
ketika membaca Al Qur’an dan men-tadaburi-nya. Inilah hal terbesar yang bisa
mengantarkan kepada akhlak mulia, dengan juga memberi perhatian yang serius
terhadap hadits-hadits shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tentang
akhlak mulia.
Akhlak Mulia Berat
Timbangannya
Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiallahu anhuma berkata
menyifati Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
لَمْ يَكُنْ فَاحِشًا وَلَا مُتَفَحِّشًا وَقَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ خِيَارِكُمْ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا
“Beliau tidak pernah berbuat
kejelekan dan tidak pernah mengucapkan ucapan yang jelek.” Lalu Abdullah bin
Amr berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya
orang-orang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR.
Al-Bukhari no. 6035 dan Muslim no. 2321)
Dari Abu Ad-Darda` radhiallahu anhu bahwasanya Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ
خُلُقٍ حَسَنٍ وَإِنَّ اللَّهَ لَيُبْغِضُ الْفَاحِشَ الْبَذِيءَ
“Tidak ada sesuatu yang lebih
berat dalam timbangan seorang mukmin kelak pada hari kiamat daripada akhlak
yang baik. Sesungguhnya Allah amatlah murka terhadap seorang yang keji lagi
mengucapkan ucapan yang jelek.” (HR. At-Tirmizi no. 2002, Abu Daud no. 4799,
dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 5726)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata:
سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَكْثَرِ
مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ وَسُئِلَ
عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ الْفَمُ وَالْفَرْجُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam pernah ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan manusia
ke dalam surga, maka beliau pun menjawab, “Takwa kepada Allah dan akhlak yang
mulia.” Dan beliau juga ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan
manusia ke dalam neraka, maka beliau menjawab, “Mulut dan kemaluan.” (HR.
At-Tirmizi no. 2004)
Wallahu waliyyut taufiq.
Referensi :
Quote Ukhuwah (2)
“Dari Abu Hurairah Radhiallahuanhu,
dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Siapa yang menyelesaikan
kesulitan seorang mu’min dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah
akan memudahkan kesulitan-kesulitannya hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan
orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan
akhirat dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim Allah akan tutupkan aibnya
di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hambanya selama hambanya menolong
saudaranya. Siapa yang menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, akan Allah
mudahkan baginya jalan ke syurga. Sebuah kaum yang berkumpul di salah satu
rumah Allah membaca kitab-kitab Allah dan mempelajarinya di antara mereka,
niscaya akan diturunkan kepada mereka ketenangan dan dilimpahkan kepada mereka
rahmat, dan mereka dikelilingi malaikat serta Allah sebut-sebut mereka kepada
makhluk disisi-Nya. Dan siapa yang lambat amalnya, hal itu tidak akan
dipercepat oleh nasabnya.” (HR. Muslim)
“Tidaklah beriman salah seorang diantaramu
sehingga ia mencintai bagi saudaranya sesuatu yang ia mencintai bagi dirinya sendiri.” (
HR.Bukhari dan Muslim )
“Orang
mukmin dengan mukmin yang lain adalah seperti bangunan, dimana sebagian dari bangunan itu menguatkan yang
lain.” ( HR.Muslim )
“Mencela
seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekufuran.” (HR Muslim)
“Hargailah
perasaan orang lain, meskipun mungkin sepele bagi anda, tapi bagi mereka itu
bisa sangat bernilai.” (Mario Teguh)
“Belajarlah dari semut rangrang yang
saling menopang untuk menyeberangi jurang. Begitulah ukhuwah mengajarkan kita
karena kita adalah saudara.” (Anonim)
Quote Muslim Mewarnai Dunia
“Teruslah bergerak,
hingga kelelahan itu lelah mengikutimu. Teruslah berlari, hingga kebosanan itu
bosan mengejarmu. Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu.
Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu. Tetaplah berjaga,
hingga kelesuan itu lesu menemanimu.” (Ust. Rahmat Abdullah)
“Seandainya ada 100 orang pejuang Islam, pastikan salah
seorangnya adalah kamu. Seandainya ada 10 orang pejuang Islam, pastikan salah
seorangnya adalah kamu. Seandainya hanya tinggal seorang pejuang Islam,
pastikan dia ialah kamu.” (Syekh Abu al-A’la al-Maududi)
اِجْهَدْ وَلاَ تَكْسَلْ وَلاَ
تَكُ غَافِلاً فَنَدَامَةُ العُقْبىَ لِمَنْ يَتَكاَسَلُ
“Bersungguh-sungguhlah dan jangan bermala-malas dan jangan pula lengah, karena penyesalan itu bagi orang yang bermalas-malas”
“Bersungguh-sungguhlah dan jangan bermala-malas dan jangan pula lengah, karena penyesalan itu bagi orang yang bermalas-malas”
مَنْ سَارَ عَلىَ الدَّرْبِ
وَصَلَ
“Barang siapa berjalan pada jalannya sampailah ia”
“Barang siapa berjalan pada jalannya sampailah ia”
مَنْ يَزْرَعْ يَحْصُدْ
“Barang siapa menanam pasti akan memetik (mengetam)”
“Barang siapa menanam pasti akan memetik (mengetam)”
وَمَااللَّذَّةُ إِلاَّ بَعْدَ التَّعَبِ
“ Tidak kenikmatan kecuali setelah kepayahan”
“ Tidak kenikmatan kecuali setelah kepayahan”
الاتِّحَادُ أَسَاسُ النَّجَاحِ
“ Bersatu adalah pangkal keberhasilan”
“ Bersatu adalah pangkal keberhasilan”
مَنْ عَرَفَ بُعْدَ السَّفَرِ
اِسْتَعَدَّ
“Barang siapa tahu jauhnya perjalanan, bersiap-siaplah ia”
“Barang siapa tahu jauhnya perjalanan, bersiap-siaplah ia”
“Barang siapa yang ingin menjadi seorang pemimpin, niscaya
kedudukan yang didambakanya itu akan meninggalkanya, dan jika ia telah
menduduki jabatan, maka ia akan ditinggalkan banyak ilmu.” (Imam Syafi’i)
"Islam bukan sekadar
jalan yang kita pilih. Tapi jejak-jejak apa yang nantinya kita
tinggalkan." (99 Cahaya Di Langit Eropa)
Quotes Ukhuwah
“Tidak sempurna iman seseorang di
antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya segala apa yang ia cintai
untuk dirinya sendiri berupa kebaikan”.
(HR al-Bukhâri dan Muslim)
A friend is someone who knows the
song in your heart and can sing it back to you when you have forgotten the
words.
“Seorang mukmin
terhadap mukmin (lainnya) bagaikan satu bangunan, satu sama lain saling
menguatkan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Akan sangat merasa bersedih,
disaat keberhasilan dan kebahagian telah didapat, tapi itu semua dilewati tanpa
ditemani orang-orang tersayang.
Walau
bagaimanapun juga, sahabatmu adalah orang yang telah berjasa membangunkanmu
dari keterpurukan, menghiburmu saat senang maupun susah. Begitu berartinya ia,
dikala engkau tak bisa melihat wajahnya lagi.
“Janganlah kamu
meremehkan kebaikan apapun, walaupun sekadar bertemu saudaramu dengan wajah
ceria.” (HR. Muslim)
Begitu sulitnya mencari teman
yang tak lupa kita ketika sudah tak lama berjumpa, namun jika Anda
menemukannya. Itulah yang dinamakan sahabat yang hebat!
“Barangsiapa
yang ingin dipanjangkan usianya dan dibanyakkan rezekinya, hendaklah ia
menyambungkan tali persaudaraan” (H.R. Bukhari-Muslim)
Kelemahan
diriku adalah kelebihan sahabatku, kelebihan dariku adalah bagian dari
kehebatan sahabatku.
Sahabat bagaikan roda yang terus
berputar, yang membuat lokomotif itu terus berjalan.
Friendship isn't about whom you
have known the longest... It's about who came, and never left your side.
Agar Musibah Terasa Ringan
Ketika perang Uhud, banyak sahabat yang berguguran. Masyarakat menilai, kaum muslimin mengalami kekalahan. Keadaan ini membuat mereka bersedih. Diantara hiburan yang Allah berikan adalah ayat,
إِنْ تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Jika kamu menderita kesakitan, Sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah sesuatu yang tidak mereka harapkan. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nisa: 104).
Ada dua cara agar musibah yang kita alami terasa ringan,
Pertama, musibah ini juga dirasakan orang lain, termasuk orang kafir. Artinya musibah itu tidak hanya menimpa kita.
Kedua, kita memiliki harapan besar di sisi Allah, bahwa musibah ini akan mendatangkan pahala. Karena tidak ada yang sia-sia bagi seorang muslim. Sementara orang kafir tidak memiliki harapan seperti kita. ”kamu mengharap dari Allah sesuatu yang tidak mereka harapkan.”
Kisah Isra' Mi'raj
Isra’ mi’raj, satu peristiwa yang luar biasa. Allah abadikan dalam Al-Quran, di awal surat Al-Isra dan surat An-Najm. Terutama pada surat An-Najm, Allah menceritakan kejadian ini dengan lebih rinci. Kita simak firman Allah berikut,
أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى. وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى. عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى. عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى. إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى. مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى. لَقَدْ رَأَى مِنْ ءَايَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى
Apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? (*) Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha (*) di dekatnya ada syurga tempat tinggal, (*) (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. (*) penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. (*) Sesungguhnya Dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar. (QS. An-Najm: 12 – 18).
Hadis Isra’ Mir’aj
Ada sekitar 16 shahabat yang meriwayatkan kisah isra miraj. Diantaranya: Umar bin Khattab, Anas bin Malik, Abu Dzar, Ibnu ‘Abbas, Jabir, Abu Hurairah, Ubay bin Ka’ab, Hudzaifah bin Yaman, Shuhaib, Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud, dan Ali bin Abi Thalib –radhiallahu ‘anhum. Imam Al-Albani mengumpulkan berbagai riwayat tentang isra mi’raj dan beliau bukukan dalam karya yang berjudul: Al-Isra wal Mi’raj.
Berikut kumpulan riwayat mengenai isra miraj yang kami simpulkan dari buku Al-Isra wal Mi’raj,
“Atap rumahku terbelah ketika saya berada di Mekkah dalam keadaan antara tidur dan terjaga, lalu turunlah Jibril -’alaihis salam- dan membelah dadaku. Kemudian dia mencucinya dengan air zam-zam, lalu dia datang dengan membawa sebuah baskom dari emas yang penuh berisi hikmah dan iman dan menuangkannya ke dalam dadaku, kemudian dia menutupnya (dadaku). Kemudian didatangkan kepadaku Buroq – hewan putih yang panjang, lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari bighol (peranakan keledai dengan kuda), dia meletakkan telapak kakinya di ujung pandangannya -.
Sayapun menungganginya sampai tiba di Baitul Maqdis, lalu saya mengikatnya di tempat para nabi mengikat (tunggangan). Kemudian saya masuk ke mesjid dan sholat 2 raka’at (mengimami para nabi dan rasul) kemudian keluar. Kemudian kami (saya dan jibril) naik ke langit (pertama) dan Jibril minta izin untuk masuk, maka dikatakan (kepadanya), “Siapa engkau?” Dia menjawab, “Jibril”. Penjaga itu bertanya lagi, “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab, “Muhammad” Dia bertanya lagi, “Apakah dia telah diutus?” Jibril menjawab, “Dia telah diutus”. Maka dibukakan pintu langit untuk kami.
Kemudian saya bertemu dengan seseorang yang duduk, sementara di sebelah kanan dan kirinya ada segerombolan bayang-bayang hitam. Jika melihat ke sebelah kanan beliau tertawa dan jika melihat sebelah kiri beliau menangis. Kemudian dia menyambutku dengan mengatakan:
“Selamat datang nabi yang sholeh, anakku yang shaleh”.
Kata Jibril, itu adalah Adam. Gerombolan hitam di sebelah kanannya adalah anak keturunannya ahli surga, dan sebelah kiri adalah keturunannya ahli neraka.
Kemudian kami naik ke langit ke-2, lalu Jibril berkata, “bukalah pintu langit”. Penjaganya menanyakan seperti yang ditanyakan oleh penjaga langit pertama –lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa beliau bertemu dengan Nabi ‘Isa dan Yahya di langit kedua. Mereka menyambut dengan mengatakan:
مرحبا بالأخ الصالح والنبي الصالح
“Selamat datang saudaraku yang shaleh, nabi yang sholeh.”
Nabi Yusuf di langit ke-3, Nabi Idris di langit ke-4, Nabi Harun di langit ke-5, Nabi Musa di langit ke-6 dan Nabi Ibrahim di langit ke-7. Beliau bersabda, ”Maka saya bertemu dengan Ibrahim dan dia sedang bersandar ke Baitul Ma’mur, satu bangunan yang dimasuki oleh 70.000 malaikat setiap harinya, dan jika mereka telah keluar, tidak akan kembali lagi.
Lalu dia (Jibril) membawaku ke Sidratul Muntaha. Ternyata daun-daunnya seperti telinga-telinga gajah dan buahnya seperti tempayan besar. Tatkala dia diliputi oleh perintah Allah, diapun berubah sehingga tidak ada seorangpun dari makhluk Allah yang sanggup mengambarkan keindahannya. Juga diperlihatkan kepadaku empat sungai, dua sungai di dalam dan dua sungai di luar, maka saya berkata, “Apa kedua sungai ini, wahai Jibril?”. Dia menjawab, “Adapun dua sungai yang di dalam, maka itu adalah 2 sungai dalam surga. Adapun yang di luar maka dia adalah Nil dan Furoth”.
Kemudian Jibril – alaihis salam – datang kepadaku dengan membawa sebuah bejana yang berisi khamar dan bejana yang berisi susu, lalu sayapun memilih susu. Maka Jibril berkata, “Engkau telah memilih fitrah”. Kemudian kami terus ke atas sampai saya tiba pada jenjang dimana saya bisa mendengar goresan pena. Lalu Allah mewahyukan kepadaku apa yang Dia wahyukan. Allah mewajibkan atasku 50 sholat sehari semalam.
Kemudian saya turun kepada Musa – alaihis salam –. Lalu dia bertanya, “Apa yang diwajibkan Tuhanmu atas umatmu?”. Saya menjawab, “50 sholat”. Dia berkata, “Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan, karena sesungguhnya umatmu tidak akan mampu mengerjakannya. Sesungguhnya saya telah menguji Bani Isra`il”.
Sayapun kembali kepada Tuhanku seraya berkata, “Wahai Tuhanku, ringankanlah atas umatku”. Maka dikurangi dariku 5 sholat. Kemudian saya kembali kepada Musa dan berkata, “Allah mengurangi untukku 5 sholat”. Dia berkata, “Sesungguhnya umatmu tidak akan mampu mengerjakannya, maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan”. Hingga terus menerus saya bolak-balik antara Tuhanku – Tabaraka wa Ta’ala – dan Musa. Sampai pada akhirnya, Allah berfirman,
يا محمد هن خمس صلوات في كل يوم وليلة بكل صلاة عشر فتلك خمسون صلاة
“Wahai Muhammad, ini adalah 5 sholat sehari semalam, setiap sholat (pahalanya) 10, maka semuanya 50 sholat.
Barangsiapa yang berniat melakukan kebaikan, namun dia tidak melakukannya maka dicatat untuknya satu pahala, dan jika dia kerjakan maka dicatat untuknya 10 kali kebaikan. Barangsiapa yang berniat kejelekan lalu dia tidak mengerjakannya, maka tidak ditulis (dosa baginya) sedikitpun. Dan jika dia mengerjakannya, maka ditulis untuknya satu kejelekan”.
Kemudian saya turun sampai saya bertemu dengan Musa -’alaihis salam- seraya aku ceritakan hal ini kepadanya. Dia berkata, “Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan”, maka sayapun berkata, “Sungguh saya telah kembali kepada Tuhanku sampai sayapun malu kepada-Nya”. Kemudian saya dimasukkan ke dalam surga, ternyata di dalamnya ada gunung-gunung dari permata dan debunya adalah Misk.”
Allahu a’lam, Semoga bermanfaat.
Sumber: www.konsultasisyariah.com