- Back to Home »
- Geofisika , Geologi , Geoscience , Geothermal »
- Mineral pada Lingkungan Alterasi Hidrotermal
Posted by : Arriqo Arfaq
Sabtu, 18 April 2015
Hidrotermal : larutan sisa magma yang bersifat
"aqueous" sebagai hasil differensiasi magma. Hidrothermal ini kaya
akan logam-logam yang relative ringan,
dan merupakan sumber terbesar (90%) dari proses pembentukan endapan.
Alterasi adalah
perubahan dalam mineralogi suatu batuan yang terjadi karena
proses-proses fisika dan kimia, khususnya oleh aktivitas fluida hydrothermal.
Alterasi Hidrothermal : Suatu proses yang sangat
kompleks yang melibatkan perubahan mineralogi, kimiawi, dan tekstur yang
disebabkan oleh interaksi fluida panas dengan batuan yang dilaluinya, di bawah
kondisi evolusi fisio-kimia. Proses alterasi merupakan suatu bentuk
metasomatisme, yaitu pertukaran komponen kimiawi antara cairan-cairan dengan
batuan dinding (Pirajno, 1992).
Proses Alterasi
Alterasi
dicirikan oleh pembentukan mineral-mineral sekunder yang mengandung hidroksil
(biotit, serisit, khlorit, mineral lempung) disamping kuarsa dan juga karbonat.
Fenomena Alterasi
dapat disebabkan oleh:
• Proses diagenesis pada sedimen
• Metamorfosa
• Proses
“cooling” post magmatic/volkanik
• Proses
mineralisasi
Produk Alterasi
tergantung pada :
• Jenis reaksi alterasi
• Komposisi
batuan samping (wall rock)
• Temperatur dan
tekanan
Alterasi terjadi
akibat reaksi fluida dengan “wall rocks”
Reaksi dalam
proses alterasi:
- Hydrolisis (keterlibatan H+)
- Hydration-dehydration (lepasnya
molekul air dari fluid ke mineral dan sebaliknya)
- Alkali dan alkali tanah metasomatism
(substitusi kation)
- Decarbonation (pembebasan CO2)
- Silicification (penambahan SiO2)
- Silication (penggantian oleh
silikiat)
- Oksidasi dan reduksi
Larutan hidrotermal terbentuk pada fase akhir siklus
pembekuan magma. Interaksi antara larutan hidrotermal dengan batuan yang
dilewati akan menyebabkan terubahnya mineral-mineral penyusun batuan samping
dan membentuk mineral alterasi. Larutan hidrotermal tersebut akan terendapkan
pada suatu tempat membentuk mineralisasi (Bateman, 1981).
Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pengendapan mineral
di dalam sistem hidrotermal terdiri dari empat macam (Barnes, 1979; Guilbert
dan Park, 1986), yaitu:
(1) Perubahan temperatur
(2) Perubahan tekanan
(3) Reaksi kimia antara fluida hidrotermal dengan batuan
yang dilewati
(4) Percampuran antara dua larutan yang berbeda.
Temperatur dan pH fluida merupakan faktor terpenting yang
mempengaruhi mineralogi sistem hidrotermal. Tekanan langsung berhubungan dengan
temperatur, dan konsentrasi unsur terekspresikan di dalam pH batuan hasil
mineralisasi (Corbett dan Leach, 1996)
Sistem pembentukan mineralisasi di lingkaran Pasifik secara
umum terdiri dari endapan mineral tipe porfiri, mesotermal sampai epitermal
(Corbett dan Leach, 1996). Tipe porfiri terbentuk pada kedalaman lebih besar
dari 1 km dan batuan induk berupa batuan intrusi. Sillitoe, 1993a (dalam
Corbett dan Leach, 1996) mengemukakan bahwa endapan porfiri mempunyai diameter
1 sampai > 2 km dan bentuknya silinder.
Tipe mesotermal terbentuk pada temperatur dan tekanan
menengah, dan bertemperatur > 300oC (Lindgren, 1922 dalam Corbett dan Leach,
1996). Kandungan sulfida bijih terdiri dari kalkopirit, spalerit, galena,
tertahidrit, bornit, dan kalkosit. Mineral penyerta terdiri dari kuarsa,
karbonat (kalsit, siderit, rodokrosit), dan pirit. Mineral alterasi terdiri
dari serisit, kuarsa, kalsit, dolomit, pirit, ortoklas, dan lempung.
Tipe epitermal
terbentuk di lingkungan dangkal dengan temperatur < 300oC, dan
fluida hidrotermal diinterpretasikan bersumber dari fluida meteorik. Endapan
tipe ini merupakan kelanjutan dari sistem hidrotermal tipe porfiri, dan
terbentuk pada busur magmatik bagian dalam di lingkungan gunungapi kalk-alkali
atau batuan dasar sedimen (Heyba et al., 1985 dalam Corbett dan Leach, 1996).
Sistem ini umumnya mempunyai variasi endapan sulfida rendah dan sulfida tinggi
(gambar 4). Mineral bijih terdiri dari timonidsulfat, arsenidsulfat, emas dan
perak, stibnite, argentit, cinabar, elektrum, emas murni, perak murni, selenid,
dan mengandung sedikit galena, spalerit, dan galena. Mineral penyerta terdiri
dari kuarsa, ametis, adularia, kalsit, rodokrosit, barit, flourit, dan hematit.
Mineral alterasi terdiri dari klorit, serisit, alunit, zeolit, adularia,
silika, pirit, dan kalsit.
Mineralisasi/alterasi
endapan urat yang berasosiasi dengan endapan logam dasar dicirikan oleh zonasi
pembentukan mineral dari temperatur tinggi sampai rendah. Urat/vein di daerah
proksimal kaya kandungan tembaga dan rasio logam dibanding sulfur tinggi.
Daerah ini dicirikan oleh hadirnya alterasi argillik sempurna di bagian dalam
dan ke arah luar berubah menjadi alterasi serisitik. Daerah distal kaya
kandungan timbal dan zeng, dan terdiri dari mineral sulfida dengan rasio logam
dibanding sulfur rendah. Alterasi yang berkembang di daerah ini berupa alterasi
propilitik, semakin ke arah jauh dari urat tersusun oleh batuan tidak
teralterasi (Panteleyev, 1994; Corbett, 2002).
Guilbertdan Park, 1986,
mengemukakan model hubungan antara mineralisasi dan alterasi dalam sistem
epitermal. Beberapa asosiasi mineral bijih maupun mineral skunder erat
hubungannya dengan besar temperatur larutan hidrotermal pada waktu
mineralisasi. Mineral bijih galena, sfalerit dan kalkopirit terbentuk pada
horison logam dasar bagian bawah dengan temperatur ≥ 350oC. Pada
horison ini alterasi bertipe argilik sempurna dan terbentuk mineral alterasi
temperatur tinggi seperti adularia, albit dan feldspar. Fluida hidrotermal di
horison logam dasar (bagian tengah) bertemperatur antara 200o- 400oC.
Mineral bijih terdiri dari argentit, elektrum, pirargirit dan proustit. Mineral
ubahan terdiri dari serisit, adularia, ametis, sedikit mengandung albit.
Horison bagian atas terbentuk pada temperatur < 200oC. Mineral
bijih terdiri dari emas di dalam pirit, Ag-garamsulfo dan pirit. Mineral ubahan
berupa zeolit, kalsit, agat.
Berdasarkan pada
kisaran temperatur dan pH, komposisi alterasi pada sistem emas-tembaga
hidrotermal di lingkaran Pasifik dapat dikelompokan menjadi 6 tipe
alterasi (Corbett dan Leach, 1996), yaitu:
1) Argilik
sempurna (silika pH rendah, alunit, dan group mineral alunit-kaolinit.
2) Argilik
tersusun oleh anggota kaolin (halosit, kaolin, dikit) dan illit (smektit,
selang-seling illlit-smektit, illit) dan group mineral transisi (klorit-illit).
3) Philik
tersusun oleh anggota kaolin (piropilit-andalusit) dan illit (serisit-mika
putih) berasosiasi dengan mineral pada temperatur tinggi seperti
serisit-mika-klorit.
4) Subpropilitik
tersusun oleh klorit-zeolit yang terbentuk pada temperatur rendah dan
propilitik tersusun oleh klorit-epidot-aktinolit terbentuk pada temperatur
rendah.
5) Potasik
tersusun oleh biotit-K-feldspar-aktinolit+klinopiroksen.
6) Skarn tersusun
oleh mineral kalk-silikat (Ca-garnet, klinopiroksen, tremolit).Referensi:
Warmada, I Wayan, 2014. Kristalografi dan Mineral. Yogyakarta, Lab Bahan Galian, Jurusan Teknik Geologi FT-UGM.
Abdullah, Muhammad, dkk. 2011. Minerals of Hydrothermal and Fumarolic Systems. Yogyakarta; Program Studi Geofisika FMIPA UGM.