- Back to Home »
- Geologi , Geoscience »
- LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN SEDIMEN
Posted by : Arriqo Arfaq
Selasa, 08 Juli 2014
Lingkungan
pengendapan adalah tempat mengendapnya material sedimen beserta kondisi fisik,
kimia, dan biologi yang mencirikan terjadinya mekanisme pengendapan tertentu
(Gould, 1972). Interpretasi lingkungan pengendapan dapat ditentukan dari
struktur sedimen yang terbentuk. Struktur sedimen tersebut digunakan secara
meluas dalam memecahkan beberapa macam masalah geologi, karena struktur ini
terbentuk pada tempat dan waktu pengendapan, sehingga struktur ini merupakan
kriteria yang sangat berguna untuk interpretasi lingkungan pengendapan.
Terjadinya struktur-struktur sedimen tersebut disebabkan oleh mekanisme
pengendapan dan kondisi serta lingkungan pengendapan tertentu. lingkungan
pengendapan tersebut meliputi:
1. Lingkungan
Glasial
Pengertian tentang sistem pengendapan
glasial dan macam - macam bentuknya penting dalam aplikasi. Pertama, data
kandungan endapan glasial dapat digunakan menyelesaikan masalah tentang proses
- proses geologi yang terjadi. Kedua, endapan glasial merupakan dasar untuk
mempelajari lingkungan geologi. Dengan adanya investigasi karakteristik teknik
geologi, pedoman hydrogeological, dan arus transportasi dalam sistem
pengendapan glasial. Sistem pengendapan glasial merupakan suatu pendorong dalam
penyelidikan tentang sistem pengendapan glasial ini juga merupakan pendorong
untuk mempelajari / mengetahui tentang letak dari pengendapan klastik dan
karbonat dari suatu reservoar hidrokarbon pada tahun 1950 – an. Selain itu
diketahui pula bahwa dalam sistem pengendapan glasial juga membawa serta
endapan -endapan mineral dan bermacam - macam batuan yang dibungkus oleh es.
(Placer ; Eyles, 1990), dan sistem pengendapan glasial digunakan juga dalam
penyelidikan untuk endapan mineral yang terdapat pada pelindung / pembungkusnya
sendiri. (drift prospecting ; Dilabio and Coker, 1989).
2. Kipas
Alluvial
Aluvial fan atau yang biasa disebut
kipas aluvial adalah kenampakan pada mulut lembah yang berbentuk kipas yang
merupakan hasil proses pengendapan atau merupakan akhir dari sistem
erosi-deposisi yang dibawa oleh sungai. Lingkungan ini umumnya berkembang di
kaki pegunungan, dimana air kehilangan energi untuk membawa sendimen ketika
melintasi dataran. Atau dapat diartikan pula bila suatu sungai dengan muatan
sedimen yang besar mengalir dari bukit atau pegunungan, dan masuk ke dataran
rendah, maka akan terjadi perubahan gradien kecepatan yang drastis, sehingga
terjadi pengendapan material yang cepat, yang dikenal sebagai kipas aluvial,
berupa suatu onggokan material lepas, berbentuk seperti kipas, biasanya
terdapat pada suatu dataran di depan suatu gawir. Biasanya material kasar
diendapkan dekat kemiringan lereng, sementara yang halus terendapkan lebih jauh
pada pedataran, tetapi secara keseluruhan lingkungan ini mengendapkan sendimen-sendimen
yang berukuran besar seperti bongkahan batuan.
3. Sungai
Berdasarkan morfologinya sistem sungai
dikelompokan menjadi 4 tipe sungai, sungai lurus (straight), sungai teranyam
(braided), sungai anastomasing, dan sungai kekelok (meandering). Pertama Sungai
lurus (Straight), Sungai lurus umumnya berada pada daerah bertopografi terjal
mempunyai energi aliran kuat atau deras. Energi yang kuat ini berdampak pada
intensitas erosi vertikal yang tinggi, jauh lebih besar dibandingkan erosi
mendatarnya. Kondisi seperti itu membuat sungai jenis ini mempunyai pengendapan
sedimen yang lemah, sehingga alirannya lurus tidak berbelok-belok (low
sinuosity). Kedua Sungai kekelok (Meandering) , pada sungai tipe ini erosi
secara umum lemah sehingga pengendapan sedimen kuat. Erosi horisontalnya lebih
besar dibandingkan erosi vertikal, perbedaan ini semakin besar pada waktu
banjir. Hal ini menyebabkan aliran sungai sering berpindah tempat secara
mendatar. Ini terjadi karena adanya pengikisan tepi sungai oleh aliran air utama
yang pada daerah kelokan sungai pinggir luar dan pengendapan pada kelokan tepi
dalam. Ketiga Sungai teranyam, Biasanya tipe sungai teranyam ini diapit oleh
bukit di kiri dan kanannya. Endapannya selain berasal dari material sungai juga
berasal dari hasil erosi pada bukit-bukit yang mengapitnya yang kemudian
terbawa masuk ke dalam sungai. Runtunan endapan sungai teranyam ini biasanya
dengan pemilahan dan kelulusan yang baik, sehingga bagus sekali untuk batuan
waduk (reservoir). Keempat Sungai anastomasing, energi alir sungai tipe ini
rendah. Ada perbedaan yang jelas antara sungai teranyam dan sungai
anastomosing. Pada sungai teranyam (braided), aliran sungai menyebar dan
kemudian bersatu kembali menyatu masih dalam lembah sungai tersebut yang lebar.
Sedangkan untuk sungai anastomasing adalah beberapa sungai yang terbagi menjadi
beberapa cabang sungai kecil dan bertemu kembali pada induk sungai pada jarak
tertentu.
4. Danau
Danau atau Lacustrin adalah suatu
lingkungan tempat berkumpulnya air yang tidak berhubungan dengan laut.
Lingkungan ini bervariasi dalam kedalaman, lebar dan salinitas yang berkisar
dari air tawar hingga hipersaline. Pada lingkungan ini juga dijumpai adanya
delta, barried island hingga kipas bawah air yang diendapkan dengan arus
turbidit. Danau juga mengendapkan klastika dan endapan karbonat termasuk oolit
dan terumbu dari alga. Pada daerah beriklim kering dapat terbentuk endapan
evaporit. Endapan danau ini dibedakan dari endapan laut dari kandungan fosil
dan aspek geokimianya. Danau dapat terbentuk melalui beberapa mekanisme, yaitu
berupa pergerakan tektonik sebagai pensesaran dan pemekaran; proses glasiasi
seperti ice scouring, ice damming dan moraine damming (penyumbatan oleh batu);
pergerakan tanah atau hasil dari aktifitas volkanik sebagai penyumbatan lava
atau danau kawah hasil peledakan.
5. Delta
Proses pembentukan delta adalah akibat
akumulasi dari sedimen fluvial (sungai) pada “lacustrine” atau “marine
coastline”. Delta merupakan sebuah lingkungan yang sangat komplek dimana
beberapa faktor utama mengontrol proses distribusi sedimen dan morfologi delta,
faktor-faktor tersebut adalah regime sungai, pasang surut (tide), gelombang,
iklim, kedalaman air dan subsiden (Tucker, 1981). Untuk membentuk sebuah delta,
sungai harus mensuplai sedimen secara cukup untuk membentuk akumulasi aktif,
dalam hal ini prograding system. Secara sederhana ini berarti bahwa jumlah
sedimen yang diendapkan harus lebih banyak dibandingkan dengan sedimen yang
terkena dampak gelombang dan pasang surut. Dalam beberapa kasus, pengendapan
sedimen fluvial ini banyak berubah karena faktor diatas, sehingga banyak
ditemukan variasi karakteristik pengendapan sedimennya, meliputi distributary
channels, river-mouth bars, interdistributary bays, tidal flat, tidal ridges,
beaches, eolian dunes, swamps, marshes dan evavorites flats (Coleman, 1982). Ketika
sebuah sungai memasuki laut dan terjadi penurunan kecepatan secara drastis,
yang diakibatkan bertemunya arus sungai dengan gelombang, maka endapan-endapan
yang dibawanya akan terendapkan secara cepat dan terbentuklah sebuah delta. Deposit
(endapan) pada delta purba telah diteliti dalam urutan umur stratigrafi, dan
sedimen yang ada di delta sangat penting dalam pencarian minyak, gas, batubara
dan uranium.
6. Pantai,
Pulau Barrier, dan Gumuk Pasir
Transfor sedimen sepanjang pantai
merupakan gerakan sedimen di daerah pantai yang disebabkan oleh gelombang dan
arus yang dibangkitkannya (Komar : 1983). Transfor sedimen ini terjadi di
daerah antara gelombang pecah dan garis pantai akibat sedimen yang dibawanya
(Carter, 1993). Menurut Triatmojo (1999) transfor sedimen sepanjang pantai
terdiri dari dua komponen utama yaitu transfor sedimen dalam bentuk mata
gergaji di garis pantai dan transfor sedimen sepanjang pantai di surf zone. Transfor
sedimen pantai banyak menimbulkan fenomena perubahan dasar perairan seperti
pendangkalan muara sungai erosi pantai perubahan garis pantai dan sebagainya
(Yuwono, 1994). Fenomena ini biasanya merupakan permasalahan terutama pada
daerah pelabuhan sehingga prediksinya sangat diperlukan dalam perencanaan
ataupun penentuan metode penanggulangan. Menurut Triatmojo (1999) beberapa cara
yang biasanya digunakan antara lain adalah :Melakukan pengukuran debit sedimen
pada setiap titik yang ditinjau, sehingga secara berantai akan dapat diketahui
transfor sedimen yang terjadi, Menggunakan peta/ foto udara atau pengukuran
yang menunjukan perubahan elevasi dasar perairan dalam suatu periode
tertentu. Cara ini akan memberikan hasil yang baik jika di daerah
pengukuran terdapat bangunan yang mampu menangkap sedimen seperti training
jetty, groin, dan sebagainya, Rumus empiris yang didasarkan pada kondisi
gelombang dan sedimen pada daerah yang di tinjau. Bukit pasir bervariasi dalam
ukuran butir dari 1,6 - 0,1 mm. Endapan bukit pasir umumnya terdiri dari
tekstur pasir yang terpilah baik dan kebundaran baik juga ;kaya akan kwarsa.
Endapan bukit pasir di pantai mungkin kaya akan mineral berat dan fragmen
batuan yang tidak stabil. Bukit pasir di pantai yang terjadi didaerah tropis
banyak mengandung ooid, fragmen cangkang, atau butiran karbonat lainnya. Bukit
pasir yang terdapat di daerah gurun dapat mengandung gypsum seperti White Sand,
New Mexico. Bukit pasir dapat pula terbentuk di muka pantai. Meskipun demikian
hanya terjadi pada pantai pada daerah kering dimana vegetasi (tumbuhan) tidak
ada. Angin kering yang kuat dengan arah tegak lurus pantai secara aktif
memindahkan pasir menjadi gundukan pasir. Hanya sedikit gugusan bukit pasir di
muka pantai yang terjadi pada daerah curah hujan rendah.
7. Rawa
Rawa adalah daerah di sekitar sungai
atau muara sungai yang cukup besar yang merupakan tanah lumpur dengan kadar air
relative tinggi. Wilayah rawa yang luas terdapat di Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi dan Papua (Irian Jaya). Daerah
berawa-rawa terjadi mengikuti perluasan daratan karena meditasi akuatis. Oleh
karena itu, rawa dapat dijumpai pada tempat-tempat yang syarat-syarat
sedimentasi akuatisnya memungkinkan, misalnya daerah-daerah pantai Papua (Irian
Jaya), pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera dan pantai Kalimantan. Bila
sungai dipasok lebih banyak sedimen dari pada kemampuan sungai untuk membawa
sedimen tersebut, maka akan diendapkan material berlebih pada dasar kanal
sebagai sand and gravel bars. Pengendapan ini mendorong sungai untuk memecah
kanal menjadi dua atau lebih kanal sehingga terbentuklah pola sungai teranyam
(braided river).
8. Lagoon
Lagun atau Lagoon adalah suatu kawasan
berair dangkal yang masih berhubungan dengan laut lepas, dibatasi oleh suatu
punggungan memanjang (barrier) dan relatif sejajar dengan pantai (Gambar
VII.15). Maka dari itu lagun umumnya tidak luas dan dangkal dengan energi
rendah. Beberapa lagun yang dianggap besar, misalnya Leeward Lagoon di Bahama
luasnya hanya 10.000 km dengan kedalaman + 10 m (Jordan, 1978, dalam Bruce W.
Sellwood, 1990). Akibat terhalang oleh tanggul, maka pergerakan air di lagun
dipengaruhi oleh arus pasang surut yang keluar/masuk lewat celah tanggul
(inlet). Kawasan tersebut secara klasik dikelompokkan sebagi daerah peralihan
darat - laut (Pettijohn, 1957), dengan salinitas air dari tawar (fresh water)
sampai sangat asin (hypersalin). Keragaman salinitas tersebut akibat adanya
pengaruh kondisi hidrologi, iklim dan jenis material batuan yang diendapkan di
lagun. Lagun di daerah kering memiliki salinitas yang lebih tinggi dibanding
dengan lagun di daerah basah (humid), hal ini dikarenakan kurangnya air tawar
yang masuk ke daerah itu. Berdasarkan batasan-batasan tersebut diatas maka
batuan sedimen lagun sepintas kurang berarti dalam aspek geologi. Akan tetapi
bila diamati lebih rinci mengenai aspek lingkungan pengendapannya, lagun akan
dapat bertindak sebagai penyekat perangkap stratigrafi minyak. Transportasi
material sedimen di lagun dilakukan oleh, air pasang energi ombak, angin yang
dengan sendirinya dikendalikan iklim sehingga akan mempengaruhi kondisi biologi
dan kimia lagun.
9. Laut
Dangkal (Shelf Environment)
Daerah shelf merupakan daerah lingkungan
pengendapan yang berada diantara daerah laut dangkal sampai batas shelf break .
Heckel (1967) dalam Boggs (1995) membagi lingkungan shelf ini menjadi dua
jenis, perikontinental (marginal) dan epikontinental epeiric). Perikontinental
shelf adalah lingkungan laut dangkal yang terutama menempati daerah di sekitar
batas kontinen (transitional crust) shelf dengan laut dalam. Perikontinental
seringkali kehilangan sebagian besar dari endapan sedimennya (pasir dan
material berbutir halus lainnya), karena endapan-endapan tersebut bergerak
memasuki laut dalam dengan proses arus traksi dan pergerakan graviti (gravity
mass movement). Karena keberadaannya di daerah kerak transisi (transitional
crust), perikontinental juga sering menunjukan penurunan (subsidence) yang
besar, khususnya pada tahap awal pembentukan cekungan, yang dapat mengakibatkan
terbentuknya endapan yan tebal pada daerah ini (Einsele, 1992). Sedangkan
epikontinental adalah lingkungan laut yang berada pada daerah kontinen
(daratan) dengan sisi-sisinya dibatasi oleh beberapa daratan. Daerah ini
biasanya dibentuk jauh dari pusat badai (storm) dan arus laut, sehingga
seringkali terproteksi dengan baik dari kedua pengaruh tersebut. Jika sebagian
dari daerah epeiric ini tertutup, maka ini akan semakin tidak dipengaruhi oleh
gelombang dan arus tidal. Skema penampang lingkungan pengendapan
laut (Boggs, 1995) Ada enam faktor yang mempengaruhi proses sedimentasi pada
lingkungan shelf (Reading, 1978), yaitu : 1. kecepatan dan tipe suplai sedimen
2. tipe dan intensitas dari hidrolika regime shelf 3. fluktuasi muka air laut
4. iklim 5. interaksi binatang – sedimen 6. faktor kimia Pasir shelf modern
sebagian besar (70%) adalah berupa relict sedimen, meskipun kadang-kadang
daerah shelf ini menerima secara langsung suplai pasir dari luar daerah,
seperti dari mulut sungai pada saat banjir dan dari pantai pada saat badai
(Drake et al, 1972 dalam Reading, 1978). Endapan sedimen pada lingkungan shelf
modern umumnya sangat didominasi oleh lumpur dan pasir, meskipun kadang-kadang
dijumpai bongkah-bongkah relict pada beberapa daerah.
10. Reefs
Terumbu atau reef merupakan lingkungan
yang unik yang sangat berbeda dari bagian lingkungan pengendapan lainnya di
lingkungan paparan (shelf). Terumbu ini umumnya dijumpai pada bagian pinggir
platform paparan luar (outer-shelf) yang hampir menerus sepanjang arah pantai,
sehingga merupakan penghalang yang efektif terhadap gerakan gelombang yang
melintasi paparan tersebut. Disamping terumbu berkembang seperti massa yang
menyusur sepanjang garis pantai diatas, juga dapat berkembang sebagai “patch”
yang terisolir dalam paparan bagian dalam atau inner-shelf . Istilah lain untuk
terumbu ini, ada yang menyebutnya dengan “carbonate buildup” atau “bioherm”.
Tetapi para pekerja karbonat tidak menyetujui penggunaan istilah terumbu hanya
dibatasi untuk carbonat-buildup atau inti yang kaku, pertumbuhan koloni
organisme, atau carbonat - buildup lainnya yang tidak memiliki inti kerangka
yang kaku. Wilson (1975) menggunakan istilah carbonat-buildup untuk tubuh yang
secara lokal, terbatas secara lateral, merupakan hasil proses relief tofografi,
dan tanpa mengaitkan dengan hiasan pembentuk internalnya.
11. Laut
Dalam
Sekitar 70% daerah bumi ini merupakan
daerah cekungan laut dengan alas kerak samudra tipe basaltis. Daerah cekungan
laut dalam merupakan daerah yang pada bagian atanya dibatasi oleh lingkungan
shelf pada zona break, secara topografi ditandai dengan kemiringan yang curam
(lebih besar) dibandingkan dengan shelf. Berdasarkan dari fisiografinya,
lingkungan laut dalam ini dibagi menjadi tiga daerah yaitu, continental slope,
continental rise dan cekungan laut dalam . Prinsip elemen dari Kontinental
margin (Drake, C.L dan Burk, 1974 dalam Boggs, 1995) Lereng benua (continental
slope) dan continental rise merupakan perpanjangan dari shelf break. Kedalaman
lereng benua bermula dari shelf break dengan kedalaman rata-rata 130 m sampai
dengan 1500-4000 m. Kemiringan pada lereng benua ini sekitar 40, walaupun ada
variasi pada lingkungan delta (20) dan pada lingkungan koral (450) (Boggs,
1995). Sedangkan kemiringan pada continental rise biasanya lebih kecil
dibandingkan kemiringan pada lereng benua. Karena lerengnya yang cukup curam
dibandingkan paparan, pada lereng benua ini sering merupakan daerah dari
pergerakan arus turbidit. Continental rise biasanya tidak akan ada pada daerah
convergen atau aktif margin dimana subduksi berlangsung. Morfologi pada lereng
benua ini sering menunjukan bentuk cembung, kecuali pada daerah-daerah yang
yang mempunyai stuktur sangat aktif. Volume endapan sedimen yang dapat mencapai
lereng benua dan continental rise ini akan sangat bergantung pada lebarnya
shelf dan jumlah sedimen yang ada. Continental rise dan cekungan laut dalam
membentuk sekitar 80% dari total dasar laut.
Refferensi
:
- Nichols,
Gary. 2009. Sedimentology and Stratigraphy. Wiley-Blackwell. UK
- Hangky. Radolf.
2010. Lingkungan Pengendapan. Tersedia : http://valentinomalau31.blogspot.com/2010/12/lingkungan-pengndapan.html.
(Diakses pada 23 Maret 2014)