Posted by : Arriqo Arfaq Senin, 07 September 2015

Bismillah, telah menjadi sunnatullah datang generasi baru yang meneruskan perjuangan generasi terdahulu. Para pemuda, sejak dulu selalu memendam asa dan cita-cita untuk memperbaiki kondisi bangsa. Di dalam Al-Qur’an misalnya, kita mengenal para pemuda bertauhid yang disebut Ashabul Kahfi.
Di dalam sejarah Islam pun kita mengenal pemuda-pemuda pembela agama dari kalangan para sahabat yang mulia seperti Ali bin Abi Thalib, Usamah bin Zaid, dan Ibnu Abbas yang tersohor keahliannya dalam hal tafsir Al-Qur’an.
Di dalam hadits pun kita membaca salah satu golongan yang diberi naungan oleh Allah pada hari kiamat; seorang pemuda yang tumbuh dalam ketaatan beribadah kepada Rabbnya. Pemuda yang tidak silau oleh gemerlapnya dunia. Pemuda yang memancangkan cita-cita setinggi bintang di langit dan berjuang keras menggapai surga.
Namun, realita tidak seindah yang dikira. Banyak pemuda yang justru hanyut dalam arus kerusakan dan penyimpangan. Bukan hanya masalah narkotika, tawuran, atau pergaulan bebas. Lebih daripada itu, kerusakan yang menimpa para pemuda juga telah menyerang aspek-aspek fundamental dalam agama. Munculnya para pengusung pemikiran liberal, merebaknya gerakan-gerakan yang mencuci otak anak muda dengan limbah kesesatan.
Oleh sebab itulah, perlu kesadaran dari semua pihak untuk ikut menjaga tunas-tunas bangsa ini agar tumbuh di atas jalan yang lurus, jalan yang diridhai Allah Ta’ala.
Setiap orang tua yang melepas keberangkatan buah hatinya untuk menimba ilmu di perguruan tinggi sering memesankan kepada anaknya, “Jaga diri baik-baik ya nak … Jangan lupa belajar yang baik, manfaatkan waktumu dengan baik.” Kiranya ini adalah nasihat yang sangat berharga untuk kita.
Bagaimana menjaga diri kita dari hal-hal yang negatif. Tentu, itu bukan perkara sepele dan remeh. Bahkan inilah yang diperintahkan Allah kepada kita untuk menjaga diri dan keluarga kita dari api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah berpesan kepada kita untuk menjaga aturan-aturan Allah supaya Allah tetap menjaga dan melindungi kita.
Banyak sekali godaan dan rintangan yang harus kita hadapi di tengah dunia mahasiswa dan anak muda pada umumnya. Sebagian anak muda bahkan punya semboyan ‘mumpung masih muda’ dengan maksud untuk memuaskan segala keinginan hawa nafsunya sampai-sampai ada ungkapan, ‘muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga’.
Sungguh sebuah semboyan yang sarat dengan tanda tanya. Dari pintu surga manakah kiranya masuk orang yang mudanya selalu berfoya-foya dan melanggar aturan Allah dan Rasul-Nya ?
Anda kuliah dengan amanah dari orangtua dan juga kesadaran diri anda sendiri. Oleh sebab itu sudah saatnya anda meluruskan niat anda dalam mencari ilmu, yaitu untuk memberi manfaat bagi kaum muslimin dan juga dalam rangka membela agama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya amal-amal itu dinilai dengan niatnya dan setiap orang akan dibalas sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ilmu Agama Perisai Jiwa
Mahasiswa yang baik bukan hanya yang peduli dengan indeks prestasi dan nilai kuliahnya. Lebih daripada itu, mahasiswa yang baik adalah yang senantiasa menimba ilmu agama. Ilmu Al-Qur’an dan As Sunnah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Barangsiapa yang menempuh jalan dalam rangka mencari ilmu (agama) maka Allah akan memudahkan untuknya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Bagi anda yang dulu di SMA sekolah di pesantren atau madrasah jangan terburu-buru merasa hebat. Betapa sering kita temukan, orang-orang yang dulunya mengenyam pendidikan di pesantren atau madrasah namun ketika kuliah menjadi berubah.
Tadinya rajin mengaji kemudian berubah rajin menyanyi. Tadinya rajin membaca Qur’an kemudian berubah rajin fesbukan. Tadinya rajin membeli buku agama kemudian berubah rajin membeli novel pujangga.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersegeralah melakukan amal-amal sebelum datangnya fitnah-fitnah seperti potongan-potongan malam yang gelap gulita, di pagi hari seorang masih beriman tetapi tiba-tiba sore hari menjadi kafir dan di sore hari beriman lalu pagi harinya menjadi kafir. Dia rela menjual agamanya demi mengais kesenangan dunia.”(HR. Muslim)
Oleh sebab itu besar sekali kebutuhan kita terhadap ilmu. Karena ilmu akan menyirami hati kita, meneranginya dengan kebenaran dan memuliakannya dengan keimanan. Imam Ahmad berkata, “Manusia jauh lebih membutuhkan ilmu daripada kebutuhan mereka kepada makan dan minum. Karena makanan dan minuman dibutuhkan dalam sehari sekali atau 2 kali. Adapun ilmu dibutuhkan sebanyak hembusan nafas. ”

Tujuan Hidup Kita

Mahasiswa adalah manusia. Dan sebagaimana manusia yang lain ia harus tunduk beribadah kepada Allah. Inilah tujuan keberadaan kita di alam dunia ini. Bukan semata-mata untuk memenuhi nafsu dan mengumbar keinginan.
Allah berfirman (yang artinya), ”Tidaklah Aku ciptakan jindan manusia melainkan supaya beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)
Jangan mengira bahwa ibadah terbatas pada sholat dan puasa, atau berzakat dan naik haji. Ibadah itu luas, mencakup segala ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Segala ucapan dan perbuatan serta keyakinan yang dicintai dan diridhai Allah, maka itu adalah ibadah. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dan yang paling rendah -dari cabang iman- itu adalah menyingkirkan gangguan dari jalan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hal ini menunjukkan kepada kita, bahwa ibadah kepada Allah bisa kita lakukan dimanapun dan kapanpun. Bukan hanya di masjid, di pesantren, di bulan Ramadhan, atau di tanah suci. Bahkan, ibadah bisa dilakukan di rumah dengan mengerjakan shalat sunnah, dengan berbakti kepada orang tua, dengan mendengarkan lantunan murottal Al-Qur’an, berdzikir pagi dan petang, dan lain sebagainya. Ibadah juga bisa kita lakukan ketika berada di kampus, dengan menghormati orang-orang yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, menebarkan salam, menundukkan pandangan dari lawan jenis, tidak berdua-duaan dengan wanita bukan mahram, dsb.
Dengan demikian, seorang mahasiswa muslim akan mengarungi lautan ibadah dalam hidupnya, dari satu ketaatan menuju ketaatan yang lain, dari satu amalan menuju amalan yang lain. Sepanjang hayat dikandung badan maka selama itu pula ia tunduk kepada Ar-Rahman.

Siapakah Kita Dibanding Mereka?

Para pendahulu kita yang salih -sahabat-sahabat Nabi- adalah orang-orang yang tidak diragukan keimanannya. Sampai-sampai orang sekelas Abu Bakar dikatakan bahwa imannya lebih berat daripada iman seluruh penduduk bumi selain para Nabi. Orang-orang yang telah mendapatkan janji surga. Meskipun demikian, mereka bukan orang yang sombong dan angkuh dengan prestasinya.
Justru mereka khawatir akan diri dan amal-amalnya. Ibnu Abi Mulaikah berkata, “Aku berjumpa dengan tiga puluh orang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sementara mereka semua takut dirinya tertimpa kemunafikan.”
Ya, siapakah kita jika dibandingkan dengan mereka ? Sebagian pemuda atau mahasiswa begitu bangga dan pede dengan kecerdasan dan prestasinya, seolah-olah kesuksesan adalah buah ciptaannya. Dialah yang menjadi penentu atas segalanya. Dia lupa bahwa kepandaian, kecerdasan, dan pemahaman adalah karunia dari Allah Ta’ala.
Betapa seringnya kita lalai dari bersyukur kepada Allah. Meskipun demikian, kita sering merasa bahwa diri kitalah yang berjasa, diri kitalah yang menjadi kunci kebaikan, padahal di tangan Allah semata segala kebaikan. Oleh sebab itu kita harus merasa khawatir akan nasib amal-amal kita. Di samping kita terus berharap dan berusaha menggapai ridha-Nya.

Jalan Kebahagiaan

Ketahuilah, wahai saudaraku -semoga Allah merahmatimu- sesungguhnya kebahagiaan yang kita idam-idamkan adalah sebuah kenikmatan abadi di akhirat nanti.
Dalam sebuah hadits Qudsi Allah berfirman, “Aku telah menyiapkan untuk hamba-hamba-Ku yang salih, kesenangan yang belum dilihat oleh mata, belum didengar oleh telinga, dan belum terbersit dalam hati manusia.” (HR. Bukhari)
Iman dan takwa adalah bekal kita untuk meraih kebahagiaan itu. Kebahagiaan yang akan dirasakan oleh orang-orang yang beriman di dunia dan di akhirat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan merasakan lezatnya iman, orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim).
Kebahagiaan di dalam hati orang-orang yang beriman adalah kebahagiaan yang tidak bisa dilukiskan dengan untaian pantun dan sajak pujangga. Kebahagiaan yang membuat seorang budak hitam yang bernama Bilal bin Rabah lebih memilih disiksa daripada kembali kepada kekafiran. Kebahagiaan yang membuat seorang Salman Al Farisi berpetualang mencari kebenaran Islam tanpa kenal lelah. Kebahagiaan yang membuat seorang Abu Bakar Ash-Shiddiq rela mencurahkan semua hartanya untuk sedekah di jalan Allah.
Kebahagiaan yang tidak lekang oleh masa, tidak hancur oleh umur dan tidak surut karena ocehan dan cercaan manusia. Sebab kebahagiaan itu telah bersemayam di dalam lubuk hatinya. Kemanapun dia pergi maka kebahagiaan selalu menyertainya.

Referensi : Wahyudi, Ari. 2015. Untaian Nasehat Untuk Mahasiswa Baru: Masa Muda Untuk Apa?. Website : http://muslim.or.id/25864-untaian-nasehat-untuk-mahasiswa-baru-masa-muda-untuk-apa.html



Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

BRENT Crude Oil

Gold Price

Popular Post

Blogger templates

Date

- Copyright © Young Geoscience -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -