Tampilkan postingan dengan label Akhlaq. Tampilkan semua postingan
Tafakkur Atas Keagungan Makhluk-makhluk Allah Ta'ala
Allah Ta'ala berfirman: "Katakanlah: Hanya sanya aku
hendak menasihati kepadamu sekalian perkara satu saja, yaitu supaya engkau
sekalian berdiri di hadapan Allah berdua-duaan atau sendiri-sendiri, kemudian
engkau sekalian memikirkan bahwa bukanlah kawanmu itu terkena penyak'it gila.
Tidaklah kawanmu itu melainkan seorang yang memberikan peringatan kepadamu
sekalian sebetum datangnya siksa yang amat sangat." (Saba': 46)
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Sesungguhnya dalam kejadian langit dan bumi serta
bersilih, gantinya malam dengan siang itu adalah tanda-tanda - kekuasaan Allah
- bagi orang-orang yang suka berfikir.
"Mereka itu ialah orang-orang yang selalu berzikir
kepada Allah ketika berdiri, duduk ataupun berbaring sambil memikirkan kejadian
langit dan bumi. Mereka berkata: "Wahai Tuhan kami, sesungguhnya tidaklah
Engkau menjadikan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka lindungilah kami
dari siksa api neraka." Sampai ayat-ayat seterusnya. (ali-lmran: 190-191)
Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Apakah mereka tidak melihat - memperhatikan - pada
unta, bagaimana ia diciptakan?
"Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
"Dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan?
"Dan juga bumi, bagaimana ia dikembangkan?
"Maka dari itu berikanlah peringatan, karena engkau itu
hanyalah seorang yang bertugas memberi peringatan." (al-Ghasyiyah: 17-21)
Allah Ta'ala juga berfirman:
"Apakah mereka tidak hendak berjalan di muka bumi, lalu
melihat - memperhatikan - bagaimana akibat orang-orang yang belum mereka? Allah
telah membinasakan mereka itu dan keadaan yang seperti itu pula untuk
orang-orang kafir?" (Muhammad: 10)
Ayat-ayat mengenai bab ini amat banyak sekali. Setengah dari
Hadis-hadis yang berhubungan dengan bab ini ialah Hadis di muka, yaitu:
"Orang yang cerdik - berakal - ialah orang yang memperhitungkan
keadaan dirinya." Dan seterusnya. Adapun lengkapnya Hadis di atas ialah:
Dari Abu Ya'la yaitu Syaddad bin Aus r.a. dari Nabi s.a.w.,
sabdanya: "Orang yang cerdik -
berakal - ialah orang yang memperhitungkan keadaan dirinya dan suka beramal
untuk mencari bekal sesudah matinya, sedangkan orang yang lemah ialah orang
yang dirinya selalu mengikuti hawa nafsunya dan mengharap-harapkan kemurahan
atas Allah - yakni mengharap-harapkan kebahagiaan dan pengampunan di akhirat,
tanpa beramal shalih."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini
adalah Hadis hasan.
Untaian Nasehat untuk Para Pemuda
Bismillah, telah
menjadi sunnatullah datang generasi baru yang meneruskan perjuangan generasi
terdahulu. Para pemuda, sejak dulu selalu memendam asa dan cita-cita untuk
memperbaiki kondisi bangsa. Di dalam Al-Qur’an misalnya, kita mengenal para
pemuda bertauhid yang disebut Ashabul Kahfi.
Di dalam sejarah Islam pun kita
mengenal pemuda-pemuda pembela agama dari kalangan para sahabat yang mulia
seperti Ali bin Abi Thalib, Usamah bin Zaid, dan Ibnu Abbas yang tersohor
keahliannya dalam hal tafsir Al-Qur’an.
Di dalam hadits pun kita membaca
salah satu golongan yang diberi naungan oleh Allah pada hari kiamat; seorang
pemuda yang tumbuh dalam ketaatan beribadah kepada Rabbnya. Pemuda yang tidak
silau oleh gemerlapnya dunia. Pemuda yang memancangkan cita-cita setinggi
bintang di langit dan berjuang keras menggapai surga.
Namun, realita tidak seindah yang
dikira. Banyak pemuda yang justru hanyut dalam arus kerusakan dan penyimpangan.
Bukan hanya masalah narkotika, tawuran, atau pergaulan bebas. Lebih daripada
itu, kerusakan yang menimpa para pemuda juga telah menyerang aspek-aspek
fundamental dalam agama. Munculnya para pengusung pemikiran liberal, merebaknya
gerakan-gerakan yang mencuci otak anak muda dengan limbah kesesatan.
Oleh sebab itulah, perlu kesadaran
dari semua pihak untuk ikut menjaga tunas-tunas bangsa ini agar tumbuh di atas
jalan yang lurus, jalan yang diridhai Allah Ta’ala.
Setiap orang tua yang
melepas keberangkatan buah hatinya untuk menimba ilmu di perguruan tinggi
sering memesankan kepada anaknya, “Jaga diri baik-baik ya nak … Jangan lupa
belajar yang baik, manfaatkan waktumu dengan baik.” Kiranya ini adalah nasihat
yang sangat berharga untuk kita.
Bagaimana menjaga diri kita dari
hal-hal yang negatif. Tentu, itu bukan perkara sepele dan remeh. Bahkan inilah
yang diperintahkan Allah kepada kita untuk menjaga diri dan keluarga kita dari
api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah berpesan kepada kita untuk
menjaga aturan-aturan Allah supaya Allah tetap menjaga dan melindungi kita.
Banyak sekali godaan dan rintangan
yang harus kita hadapi di tengah dunia mahasiswa dan anak muda pada umumnya.
Sebagian anak muda bahkan punya semboyan ‘mumpung masih muda’ dengan maksud
untuk memuaskan segala keinginan hawa nafsunya sampai-sampai ada ungkapan,
‘muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk surga’.
Sungguh sebuah semboyan yang sarat
dengan tanda tanya. Dari pintu surga manakah kiranya masuk orang yang mudanya
selalu berfoya-foya dan melanggar aturan Allah dan Rasul-Nya ?
Anda kuliah dengan amanah dari
orangtua dan juga kesadaran diri anda sendiri. Oleh sebab itu sudah saatnya
anda meluruskan niat anda dalam mencari ilmu, yaitu untuk memberi manfaat bagi
kaum muslimin dan juga dalam rangka membela agama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya amal-amal itu dinilai dengan niatnya dan
setiap orang akan dibalas sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ilmu Agama
Perisai Jiwa
Mahasiswa yang baik bukan hanya yang peduli dengan indeks
prestasi dan nilai kuliahnya. Lebih daripada itu, mahasiswa yang baik adalah
yang senantiasa menimba ilmu agama. Ilmu Al-Qur’an dan As Sunnah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
yang Allah kehendaki kebaikan padanya, maka Allah akan pahamkan dia dalam hal
agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda, “Barangsiapa yang menempuh jalan dalam rangka mencari ilmu
(agama) maka Allah akan memudahkan untuknya jalan menuju surga.” (HR.
Muslim)
Bagi anda yang dulu di SMA sekolah di pesantren atau madrasah
jangan terburu-buru merasa hebat. Betapa sering kita temukan, orang-orang yang
dulunya mengenyam pendidikan di pesantren atau madrasah namun ketika kuliah
menjadi berubah.
Tadinya rajin mengaji kemudian berubah rajin menyanyi. Tadinya
rajin membaca Qur’an kemudian berubah rajin fesbukan. Tadinya rajin membeli
buku agama kemudian berubah rajin membeli novel pujangga.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersegeralah
melakukan amal-amal sebelum datangnya fitnah-fitnah seperti potongan-potongan
malam yang gelap gulita, di pagi hari seorang masih beriman tetapi tiba-tiba
sore hari menjadi kafir dan di sore hari beriman lalu pagi harinya menjadi
kafir. Dia rela menjual agamanya demi mengais kesenangan dunia.”(HR.
Muslim)
Oleh sebab itu besar sekali kebutuhan kita terhadap ilmu. Karena
ilmu akan menyirami hati kita, meneranginya dengan kebenaran dan memuliakannya
dengan keimanan. Imam Ahmad berkata, “Manusia jauh lebih membutuhkan
ilmu daripada kebutuhan mereka kepada makan dan minum. Karena makanan dan
minuman dibutuhkan dalam sehari sekali atau 2 kali. Adapun ilmu dibutuhkan
sebanyak hembusan nafas. ”
Tujuan Hidup Kita
Mahasiswa adalah manusia. Dan
sebagaimana manusia yang lain ia harus tunduk beribadah kepada Allah. Inilah
tujuan keberadaan kita di alam dunia ini. Bukan semata-mata untuk memenuhi
nafsu dan mengumbar keinginan.
Allah berfirman (yang artinya), ”Tidaklah Aku ciptakan jindan manusia melainkan supaya
beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat:
56)
Jangan mengira bahwa ibadah
terbatas pada sholat dan puasa, atau berzakat dan naik haji. Ibadah itu luas,
mencakup segala ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Segala ucapan dan
perbuatan serta keyakinan yang dicintai dan diridhai Allah, maka itu adalah
ibadah. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Dan yang paling rendah -dari cabang iman- itu adalah
menyingkirkan gangguan dari jalan.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Hal ini menunjukkan kepada kita,
bahwa ibadah kepada Allah bisa kita lakukan dimanapun dan kapanpun. Bukan hanya
di masjid, di pesantren, di bulan Ramadhan, atau di tanah suci. Bahkan, ibadah
bisa dilakukan di rumah dengan mengerjakan shalat sunnah, dengan berbakti
kepada orang tua, dengan mendengarkan lantunan murottal Al-Qur’an, berdzikir
pagi dan petang, dan lain sebagainya. Ibadah juga bisa kita lakukan ketika
berada di kampus, dengan menghormati orang-orang yang lebih tua, menyayangi
yang lebih muda, menebarkan salam, menundukkan pandangan dari lawan jenis,
tidak berdua-duaan dengan wanita bukan mahram, dsb.
Dengan demikian, seorang mahasiswa
muslim akan mengarungi lautan ibadah dalam hidupnya, dari satu ketaatan menuju
ketaatan yang lain, dari satu amalan menuju amalan yang lain. Sepanjang hayat
dikandung badan maka selama itu pula ia tunduk kepada Ar-Rahman.
Siapakah Kita Dibanding Mereka?
Para pendahulu kita yang salih
-sahabat-sahabat Nabi- adalah orang-orang yang tidak diragukan keimanannya.
Sampai-sampai orang sekelas Abu Bakar dikatakan bahwa imannya lebih berat
daripada iman seluruh penduduk bumi selain para Nabi. Orang-orang yang telah
mendapatkan janji surga. Meskipun demikian, mereka bukan orang yang sombong dan
angkuh dengan prestasinya.
Justru mereka khawatir akan diri
dan amal-amalnya. Ibnu Abi Mulaikah berkata, “Aku berjumpa dengan tiga puluh
orang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, sementara mereka semua takut dirinya tertimpa kemunafikan.”
Ya, siapakah kita jika dibandingkan
dengan mereka ? Sebagian pemuda atau mahasiswa begitu bangga dan pede dengan
kecerdasan dan prestasinya, seolah-olah kesuksesan adalah buah ciptaannya.
Dialah yang menjadi penentu atas segalanya. Dia lupa bahwa kepandaian,
kecerdasan, dan pemahaman adalah karunia dari Allah Ta’ala.
Betapa seringnya kita lalai dari
bersyukur kepada Allah. Meskipun demikian, kita sering merasa bahwa diri
kitalah yang berjasa, diri kitalah yang menjadi kunci kebaikan, padahal di
tangan Allah semata segala kebaikan. Oleh sebab itu kita harus merasa khawatir
akan nasib amal-amal kita. Di samping kita terus berharap dan berusaha
menggapai ridha-Nya.
Jalan Kebahagiaan
Ketahuilah, wahai saudaraku -semoga
Allah merahmatimu- sesungguhnya kebahagiaan yang kita idam-idamkan adalah
sebuah kenikmatan abadi di akhirat nanti.
Dalam sebuah hadits Qudsi Allah
berfirman, “Aku telah menyiapkan untuk hamba-hamba-Ku yang salih,
kesenangan yang belum dilihat oleh mata, belum didengar oleh telinga, dan belum
terbersit dalam hati manusia.” (HR.
Bukhari)
Iman dan takwa adalah bekal kita
untuk meraih kebahagiaan itu. Kebahagiaan yang akan dirasakan oleh orang-orang
yang beriman di dunia dan di akhirat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan merasakan lezatnya iman, orang yang ridha Allah
sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim).
Kebahagiaan di dalam hati
orang-orang yang beriman adalah kebahagiaan yang tidak bisa dilukiskan dengan
untaian pantun dan sajak pujangga. Kebahagiaan yang membuat seorang budak hitam
yang bernama Bilal bin Rabah lebih memilih disiksa daripada kembali kepada
kekafiran. Kebahagiaan yang membuat seorang Salman Al Farisi berpetualang
mencari kebenaran Islam tanpa kenal lelah. Kebahagiaan yang membuat seorang Abu
Bakar Ash-Shiddiq rela mencurahkan semua hartanya untuk sedekah di jalan Allah.
Kebahagiaan yang tidak lekang oleh
masa, tidak hancur oleh umur dan tidak surut karena ocehan dan cercaan manusia.
Sebab kebahagiaan itu telah bersemayam di dalam lubuk hatinya. Kemanapun dia
pergi maka kebahagiaan selalu menyertainya.
Referensi :
Wahyudi, Ari. 2015. Untaian Nasehat Untuk Mahasiswa Baru: Masa
Muda Untuk Apa?. Website : http://muslim.or.id/25864-untaian-nasehat-untuk-mahasiswa-baru-masa-muda-untuk-apa.html
Syukur Nikmat, Kunci Dibukanya Pintu Rizki
Dari Abu Hurairah bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam pernah menceritakan :
“Ada
tiga orang dari Bani Israil menderita penyakit belang, botak, dan buta. Allah
hendak menguji mereka, maka Allah pun utus kepada mereka Malaikat.
Malaikat
itu datang kepada si belang dan bertanya: Apakah yang paling kamu dambakan? Si
belang menjawab: Saya mendambakan paras yang tampan dan kulit yang bagus serta
hilang penyakit yang menjadikan orang-orang jijik kepadaku. Malaikat itu pun
mengusap si belang, maka hilanglah penyakit yang menjijikkannya itu, bahkan ia
diberi paras yang tampan. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apakah yang paling
kamu senangi? Si belang menjawab: Unta. Kemudian ia diberi unta yang bunting
sepuluh bulan. Dan malaikat tadi berkata: Semoga Allah memberi barakah atas apa
yang kamu dapatkan ini.
Kemudian
Malaikat itu datang kepada si botak dan bertanya: Apakah yang paling kamu
dambakan? Si botak menjawab: Saya mendambakan rambut yang bagus dan hilangnya
penyakit yang menjadikan orang-orang jijik kepadaku ini. Malaikat itu pun
mengusap si botak, maka hilanglah penyakitnya itu, serta diberilah ia rambut
yang bagus. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apakah yang paling kamu senangi?
Si botak menjawab: Sapi. Kemudian ia diberi sapi yang bunting. Dan malaikat
tadi berkata: Semoga Allah memberi barakah atas apa yang kamu dapatkan ini.
Kemudian
Malaikat itu datang kepada si buta dan bertanya: Apakah yang paling kamu
dambakan? Si buta menjawab: Saya mendambakan agar Allah mengembalikan penglihatanku
sehingga aku dapat melihat. Malaikat itu pun mengusap si buta, dan Allah
mengembalikan penglihatannya. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apakah yang
paling kamu senangi? Si buta menjawab: Kambing. Kemudian ia diberi kambing yang
bunting.
Selang
beberapa waktu kemudian, unta, sapi, dan kambing tersebut berkembang biak yang
akhirnya si belang tadi memiliki unta yang memenuhi suatu lembah, demikian juga
dengan si botak dan si buta, masing-masing memiliki sapi dan kambing yang
memenuhi suatu lembah.
Kemudian
Malaikat tadi datang kepada si belang dengan menyerupai orang yang berpenyakit
belang seperti keadaan si belang waktu itu, dan berkata: Saya adalah orang
miskin yang kehabisan bekal di tengah perjalanan. Sampai hari ini tidak ada
yang mau memberi pertolongan kecuali Allah kemudian engkau. Saya meminta
kepadamu -dengan menyebut Dzat Yang telah memberi engkau paras yang tampan dan
kulit yang bagus serta harta kekayaan- seekor unta untuk bekal dalam perjalanan
saya. Si belang berkata: Hak-hak yang harus saya berikan masih banyak.
Malaikat
itu berkata: Kalau tidak salah saya sudah mengenalimu. Bukankah kamu dahulu
orang yang berpenyakit belang sehingga orang lain merasa jijik kepadamu?
Bukankah kamu dahulu orang yang miskin kemudian Allah memberi kekayaan
kepadamu? Si belang berkata: Harta kekayaanku ini adalah warisan dari nenek
moyangku. Malaikat itu berkata: Jika kamu berdusta, semoga Allah
mengembalikanmu seperti keadaan semula.
Kemudian
Malaikat itu datang kepada si botak seperti keadaan si botak waktu itu. Dan
berkata kepadanya seperti apa yang dikatakan kepada si belang. Si botak juga
menjawab seperti jawaban si belang tadi. Kemudian Malaikat tadi berkata: Jika
kamu berdusta, semoga Allah ? mengembalikanmu seperti keadaan semula.
Kemudian
Malaikat tadi mendatangi si buta dengan menyerupai orang buta seperti keadaan
si buta waktu itu dan berkata: Saya adalah orang miskin yang kehabisan bekal di
tengah perjalanan. Sampai hari ini tidak ada yang mau memberi pertolongan
kecuali Allah ? kemudian engkau. Saya meminta kepadamu -dengan menyebut Dzat
Yang telah mengembalikan penglihatanmu- seekor kambing untuk bekal dalam
perjalanan saya. Si buta berkata: Saya dahulu adalah orang yang buta kemudian
Allah mengembalikan penglihatan saya. Maka ambillah apa yang kamu inginkan dan
tinggalkanlah apa yang tidak kamu senangi. Demi Allah, sekarang saya tidak akan
memberatkan sesuatu kepadamu yang kamu ambil karena Allah Yang Maha Mulia.
Malaikat itu berkata: Peliharalah harta kekayaanmu, sebenarnya kamu itu diuji
dan Allah telah ridha kepadamu dan murka kepada kedua temanmu (si belang dan si
botak).” (HR. Al Bukhari dan Muslim, hadits ini juga disebutkan oleh Al Imam An
Nawawi dalam Riyadhush Shalihin hadits no. 65)
Hadits
tersebut menceritakan tentang tiga orang yang hidup dizaman Bani Isra’il. Banyak
sekali hikmah yang dapat kita ambil dari hadits tersebut, diantaranya:
1.
Syukur
nikmat, sebab dibukanya pintu barakah
Seluruh nikmat yang kita rasakan ini
datangnya dari Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Dan apa saja nikmat yang ada pada
kamu, maka dari Allah lah (datangnya).” (An Nahl: 53)
2.
Syukur
nikmat, benteng dari adzab allah subhanahu wa ta’ala
Ini merupakan janji Allah subhanahu
wata’ala sebagaimana firman-Nya:
“Mengapa Allah akan mengadzabmu
sementara kamu bersyukur dan beriman?” (An Nisa’: 147)
3.
Anjuran
bershadaqah
Hadits tersebut juga menunjukkan
kepada kita tentang anjuran untuk bershadaqah. Tidaklah harta itu berkurang
karena shadaqah, dan tidaklah orang kaya itu menjadi miskin karena dia rajin
bershadaqah. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Tidaklah shadaqah itu mengurangi
harta.” (HR. Muslim)
“Dan apa saja yang kamu infakkan, maka Dia
(Allah) akan menggantinya dan Dialah sebaik-baik pemberi rizki.” (Saba’: 39)
Dalam sebuah hadits Qudsi, Nabi
shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Allah Ta’ala berfirman: Berinfaklah
wahai anak Adam (manusia), pasti kamu akan diberi gantinya.” (HR. Al Bukhari,
Muslim)
4.
Peringatan
dari perbuatan kikir
Sifat kikir yang ditunjukkan oleh si
belang dan si botak tersebut justru berakibat buruk bagi diri mereka sendiri.
Allah subhanahu wata’ala murka kepada mereka. Orang-orang seperti inilah yang
Allah subhanahu wata’ala nyatakan dalam Al Qur’an (artinya):
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. (Yaitu) orang-orang yang kikir
dan menyuruh orang untuk berbuat kikir dan menyembunyikan karunia Allah yang
diberikan kepada mereka.” (An Nisa’: 36-37)
Allah subhanahu wata’ala berfirman
(artinya):
“Dan orang-orang yang menyimpan emas
dan perak dan tidak menafkahkannya dijalan Allah, maka beritahukanlah kepada
mereka dengan adzab yang pedih.” (At Taubah: 34)
5.
Kejujuran
dan kedermawanan merupakan sifat terpuji dan kedua sifat tersebut dimiliki oleh
si buta. Kedua sifat itu pula yang telah membawanya bersyukur dan bermurah
hati, sehingga akhirnya dia memperoleh keridhaan Allah.
" Dan (ingat juga) tatkala
Tuhan memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azabku sangat pedih". (Ibrahim :
7)
6.
Hadits
Abu Hurairah di atas mengandung pengarahan dan bimbingan melalui kisah
tersebut. Sebab, pengaruhnya sangat besar di dalam jiwa dibanding sekedar
memberi nasihat.
“ Dan semua kisah dari rasul-rasul,
Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu,
dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan
bagi orang-orang yang beriman.” (Hud : 120)