Klasifikasi Mineral Menurut Dana
Sistematika dan klasifikasi mineral yang umum
digunakan adalah klasifikasi Dana (dalam Kraus, Hunt,dan Ramsdell, 1951) yang
mendasarkan pada kemiripan komposisi kimia dan struktur Kristal karena analisis
struktur Kristal dengan sinar X berdasarkan hukum fyodorov telah membuktikan
adanya hubungan anatara komposisi kimia dengan struktur Kristal. Dana membagi mineral
menjadi 8 kelompok sebagai berikut:
1. KELOMPOK
NATIVE ELEMENT (UNSUR MURNI)
Native
element atau unsur murni ini adalah kelas mineral yang dicirikan dengan hanya
memiliki satu unsur atau komposisi kimia saja. Mineral pada kelas ini tidak
mengandung unsur lain selain unsur pembentuk utamanya. Pada umumnya sifat dalam
(tenacity) mineralnya adalah malleable yang jika ditempa dengan palu akan
menjadi pipih, atau ductile yang jika ditarik akan dapat memanjang, namun tidak
akan kembali lagi seperti semula jika dilepaskan. sistem kristalnya adalah isometrik.
Contoh mineral dari kelompok Native Element : emas
(Au), perak (Ag), Platina (Pt), tembaga (Cu), bismuth (Bi), arsenic (As).
2. KELOMPOK SULFIDA
Kelas mineral sulfida atau dikenal juga dengan nama
sulfosalt ini terbentuk dari kombinasi antara unsur tertentu dengan sulfur
(belerang) (S2-). Pada umumnya unsur utamanya adalah logam
(metal).Pembentukan mineral kelas ini pada umumnya terbentuk disekitar wilayah
gunung api yang memiliki kandungan sulfur yang tinggi. Proses mineralisasinya
terjadi pada tempat-tempat keluarnya atau sumber sulfur. Unsur utama yang
bercampur dengan sulfur tersebut berasal dari magma, kemudian terkontaminasi
oleh sulfur yang ada disekitarnya. Beberapa penciri kelas mineral ini adalah
memiliki kilap logam karena unsur utamanya umumnya logam, berat jenis yang
tinggi dan memiliki tingkat atau nilai kekerasan yang rendah. Hal tersebut
berkaitan dengan unsur pembentuknya yang bersifat logam. Beberapa contoh
mineral sulfides yang terkenal adalah pirit (FeS2), Kalkosit (Cu2S),
Galena (PbS), sphalerite (ZnS), dan Kalkopirit (CuFeS2).
3. KELOMPOK
OKSIDA & HIDROKSIDA
Mineral oksida merupakan mineral yang terbentuk dari
kombinasi unsur tertentu dengan gugus anion oksida (O2-). Mineral
oksida terbentuk sebagai akibat persenyawaan langsung antara oksigen dan unsur
tertentu. Susunannya lebih sederhana dibanding silikat. Mineral oksida umumnya
lebih keras dibanding mineral lainnya kecuali silikat. Mereka juga lebih berat
kecuali sulfida. Unsur yang paling utama dalam oksida adalah besi, chrome,
mangan, timah dan aluminium. Beberapa mineral oksida yang paling umum adalah,
korondum (Al2O3), hematit (Fe2O3), kassiterit
(SnO2), Zincite (ZnO), Magnetit (FeFe2O4), Kalium
Nitrat (KNO3),dll
Mineral hidroksida ini merupakan mineral yang
terbentuk dari kombinasi unsur tertentu dengan gugus hidroksil hidroksida
(OH-).
Seperti mineral oksida, mineral hidroksida terbentuk
akibat pencampuran atau persenyawaan unsur-unsur tertentu dengan hidroksida
(OH-). Reaksi pembentukannya dapat juga terkait dengan pengikatan dengan air.
Sama seperti oksida, pada mineral hidroksida, unsur utamanya pada umumnya
adalah unsur-unsur logam. Beberapa contoh mineral hidroksida adalah Manganite [MnO(OH)],
Bauksit [FeO(OH)] , limonite (Fe2O3.H2O), Brusit (Mg(OH)2),
Hidrargilit [Al(OH)3]
4. KELOMPOK
HALIDA
Kelompok ini dicirikan oleh adanya dominasi dari ion
halogenelektronegatif, seperti: F-, Cl-, Br-, I-. Pada umumnya memiliki berat
jenis yang rendah (< 5).Contoh mineralnya adalah: Halit (NaCl), Fluorit (CaF2),
Silvit (KCl), dan Kriolit (Na3AlF6).
5. KELOMPOK
KARBONAT
Merupakan persenyawaan dengan ion (CO3)2-,
dan disebut “karbonat”, umpamanya persenyawaan dengan Ca dinamakan “kalsium
karbonat”, CaCO3 dikenal sebagai mineral “kalsit”. Mineral ini
merupakan susunan utama yang membentuk batuan sedimen.
Carbonat terbentuk pada lingkungan laut oleh endapan
bangkai plankton. Carbonat juga terbentuk pada daerah evaporitic dan pada
daerah karst yang membentuk gua (caves).
Beberapa contoh mineral yang termasuk kedalam kelas
carbonat ini adalah dolomite (CaMg(CO3) 2, calcite (CaCO3),
magnesite (MgCO3), niter (NaNO3), borak (Na2B4O5(OH)4.8H2O),
nitrat (NO3) dan juga Borat (BO3).
6. KELOMPOK SULFAT
Sulfat terdiri dari anion sulfat (SO42-).
Mineral sulfat adalah kombinasi logam dengan anion sufat tersebut. Pembentukan
mineral sulfat biasanya terjadi pada daerah evaporitik (penguapan) yang tinggi
kadar airnya, kemudian perlahan-lahan menguap sehingga formasi sulfat dan
halida berinteraksi.
Contoh-contoh mineral yang termasuk kedalam kelas
ini adalah Barite (BaSO4), Celestite (SrSO4), Anhydrite (CaSO4),
angelsit dan Gypsum (CaSO4·2H2O). Juga termasuk
didalamnya mineral molybdate (Li2MoO4), selenate (SeO42–),
sulfite (SO32−), dll.
7. KELOMPOK PHOSPHAT
Kelompok ini dicirikan oleh adanya gugus PO43-,
dan pada umumnya memiliki kilap kaca atau lemak, contoh mineral yaitu:Apatit Ca5(PO4)3Cl,
OH, F, Vanadine Pb5Cl(PO4)3,dan Turquoise CuAl6(PO4)4(OH)8
. 4H2O. Vivianit Fe3(PO4)2.8H2O
8. KELOMPOK
SILIKAT
Silicat
merupakan 25% dari mineral yang dikenal dan 40% dari mineral yang dikenali.
Hampir 90 % mineral pembentuk batuan adalah dari kelompok ini, yang merupakan
persenyawaan antara silikon dan oksigen dengan beberapa unsur metal. Karena
jumlahnya yang besar, maka hampir 90 % dari berat kerak-Bumi terdiri dari
mineral silikat, dan hampir 100 % dari mantel Bumi (sampai kedalaman 2900 Km
dari kerak Bumi). Silikat merupakan bagian utama yang membentuk batuan baik itu
sedimen, batuan beku maupun batuan malihan (metamorf). Contoh mineral Silikat: Quartz
(SiO2), Feldspar Alkali (KAlSi3O8), Feldspar Plagioklas ((Ca,Na)AlSi3O8),
Mica Muscovit (K2Al4(Si6Al2O20)(OH,F)
2), Mica Biotit (K2 (Mg,Fe)6Si3O10(OH) 2),
Olivin ((Mg,Fe)2SiO4), dll.
Magma dan Peranannya dalam Siklus Batuan
Magma adalah zat cair-liat pijar yang merupakan senyawa
silikat dan ada di bawah kondisi tekanan dan suhu tinggi di dalam tubuh bumi
(kerak atau mantel). Magma yang muncul di permukaan Bumi berasal dari Mantel.
Di permukaan Bumi, magma membeku dan membentuk batuan yang disebut sebagai
batuan beku atau igneous rock. Oleh karena itu, magma secara sederhana sering
didefinisikan sebagai batuan cair atau molten rock.
Pada kenyataannya magma memiliki densitas lebih kecil
daripada batuan di sekitarnya, sehingga magma cenderung naik ke atas menuju permukaan. Suhu magma
sangat tinggi dan keberadaannya sangat jauh di dalam Bumi, sehingga kita tidak
dapat mengambil sampel magma dan kemudian mempelajarinya untuk mengetahui
komposisinya. Oleh karena itu, untuk mengetahui komposisi magma dilakukan
melalui pendekatan dengan mempelajari batuan beku yang berasal dari magma yang
membeku.
Unsur-unsur utama (total 98.03%) penyusun magma:
1.
Oksigen (O-2) 45.20%
2.
Silikon (Si+4) 27.20%
3.
Aluminium (Al+3) 8.00%
4.
Besi (Fe+2,+3) 5.80%
5.
Kalsium (Ca+2) 5.06%
6.
Magnesium (Mg+2) 2.77%
7.
Sodium (Na+1) 2.32%
8.
Potassium (K+1) 1.68%
Magma tersusun atas senyawa kimia berupa unsur oksida
seperti SiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, MgO, CaO, Na2O, K2O, TiO2, P2O5,
fraksi-fraksi gas berupa gas CH4, CO2, HCl, H2S, SO2, serta unsur-unsur minor
seperti Rb, Ba, Sr, Ni, CO, V, Li, Cr, S dan Pb. Secara umum, SiO2 adalah yang paling banyak, menyusun
lebih dari 50 % berat magma. Kemudian,
Al2O3, FeO, MgO, CaO menyusun 44 % berat magma, dan sisanya Na2O, K2O,
TiO2dan H2O menyusun 6 % berat magma.
Magma yang sampai ke permukaan bumi dan mengalami kontak
dengan udara dan suhu yang tepat untuk magma dapat membeku membentuk kristal
mineral yang nantinya menjadi penyusun batuan.
Batuan ini disebut batuan beku
yang kaya dengan kandungan silika. Kemudian karena ada faktor suhu (T), tekanan
(P) dan faktor lainnya maka dari batuan beku akan terbentuk batuan metamorf dan
sendimen, sehingga dapat dikatakan bahwa magma adalah sumber pembentuk batuan.
Proses pembentukan batuan dari pendinginan magma inilah yang nantinya dibahas
di Deret Reaksi Bowen.
Pada suhu yang tinggi cenderung dominan terbentuk Ca
Plagioklas, sebaliknya pada suhu yang semakin lebih redah akan semakin dominan Na Plagioklas. Adapun
SiO2 pada suhu tinggi masih belum banyak berpartisipasi membentuk mineral,
sehingga semakin rendah suhunya larutan magma akan semakin di dominasi oleh
SiO2. Magma setelah membentuk mineral-mineral olivin, piroksen akan semakin
didominasi SiO2 dan semakin bersifat asam.
Sumber : 1. Husain, Salahuddin. Batuan Beku dan Volkanisme.
2012. Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik UGM.
2. Tim Asisten Geologi Dasar. Panduan
Praktikum Geologi Dasar. 2014. FMIPA UGM
3.
http://tugasgeografi.wordpress.com/2011/05/08/batuan/ (Diakses tanggal 5 Maret 2014)
Deformasi Batuan
Deformasi adalah proses
perubahan pada tubuh batuan akibat gaya yang bekerja padanya. Gaya yang bekerja
tersebut disebut stress atau strain. Perubahan yang terjadi berupa perubahan
posisi, bentuk, dan volume.
Terdapat 3 (tiga) jenis stress/ Strain:
a) Compression: dihasilkan akibat gaya
eksternal yang saling berhadapan dan keduanya saling menekan batuan. Batuan
akan mengalami pemendekan (shortening).
b) Tension: dihasilkan akibat gaya eksternal
yang saling berhadapan dan keduanya saling menjauhi batuan. Batuan akan
mengalami pemanjangan.
c) Shear: dihasilkan akibat gaya eksternal
yang bekerja saling sejajar namun berlawanan arah. Batuan akan mengalami
pergeseran antar perlapisan.
Secara umum jika batuan beku
dan sedimen mengalami deformasi, maka batuan tersebut akan mengalami perubahan
posisi, bentuk, dan volume, perubahan tersebut dapat digolongkan dalam 3 macam
perubahan sebagai berikut ini:
a) Kekar adalah struktur retakan/rekahan
terbentuk pada batuan akibat suatu gaya yang bekerja pada batuan tersebut dan
belum mengalami pergeseran. Secara umum dicirikan oleh: a). Pemotongan bidang
perlapisan batuan; b). Biasanya terisi mineral lain (mineralisasi) seperti
kalsit, kuarsa dsb; c) kenampakan breksiasi. Struktur kekar dapat dikelompokkan
berdasarkan sifat dan karakter retakan/rekahan serta arah gaya yang bekerja
pada batuan tersebut.
b) Lipatan adalah deformasi lapisan batuan
yang terjadi akibat dari gaya tegasan sehingga batuan bergerak dari kedudukan
semula membentuk lengkungan. Berdasarkan bentuk lengkungannya lipatan dapat
dibagi dua, yaitu a). Lipatan Sinklin adalah bentuk lipatan yang cekung ke arah
atas, sedangkan lipatan antiklin adalah lipatan yang cembung ke arah atas.
c) Patahan / sesar adalah struktur rekahan
yang telah mengalami pergeseran. Umumnya disertai oleh struktur yang lain
seperti lipatan, rekahan dsb. Adapun di lapangan indikasi suatu sesar / patahan
dapat dikenal melalui : a) Gawir sesar atau bidang sesar; b). Breksiasi, gouge,
milonit, ; c). Deretan mata air; d). Sumber air panas; e). Penyimpangan /
pergeseran kedudukan lapisan; f) Gejala-gejala struktur minor seperti: cermin
sesar, gores garis, lipatan dsb. Sesar dapat dibagi kedalam beberapa jenis/tipe
tergantung pada arah relatif pergeserannya. Selama patahan/sesar dianggap
sebagai suatu bidang datar, maka konsep jurus dan kemiringan juga dapat
dipakai, dengan demikian jurus dan kemiringan dari suatu bidang sesar dapat
diukur dan ditentukan.
Seperti yang telah dipelajari sebelumnya
bahwa ganesa batuan metamorf adalah pada suhu tinggi (di atas proses diagenesa
dan di bawah titik lebur; 200-350oC < T < 650-800oC) dan tekanan yang
tinggi (1 atm < P < 10.000 atm). Sehingga batuan metamorf mempunyai struktur
dan tekstur yang sangat padat dan kuat, oleh karena itu ketika batuan metamorf
dikenai gaya stress maka batuan metamorf tidak akan mengalami deformasi, tetapi
jika gaya tersebut berupa tekanan yang melebih tekanan pembentuknya maka batuan
tersebut akan berubah menjadi batuan metamorf yang lainnya.
Sumber : 1. Husain,
Salahuddin. Deformasi dan Pegunungan. 2012. Jurusan Teknik Geologi Fakultas
Teknik UGM.
2. Tim Asisten Geologi Dasar. Panduan Praktikum
Geologi Dasar. 2014. FMIPA UGM
3. http://itoklau20.files.wordpress.com/2013/02/geologi-struktur.pdf (Diakses 31/03/ 2014)
4. http://deovell.blogspot.com/2012/06/deformasi-batuan.html (Diakses 31/03/ 2014) Alluvial Fan dan Delta
1)
Perbedaan Alluvial Fan dan Delta
Aluvial fan atau yang biasa disebut kipas aluvial adalah
kenampakan pada mulut lembah yang berbentuk kipas yang merupakan hasil proses
pengendapan atau merupakan akhir dari sistem erosi-deposisi yang dibawa oleh
sungai. Lingkungan ini umumnya
berkembang di kaki pegunungan, dimana air kehilangan energi untuk membawa
sendimen ketika melintasi dataran. Atau dapat diartikan pula bila suatu sungai
dengan muatan sedimen yang besar mengalir dari bukit atau pegunungan, dan masuk
ke dataran rendah, maka akan terjadi
perubahan gradien kecepatan yang drastis, sehingga terjadi pengendapan
material yang cepat, yang dikenal sebagai kipas aluvial, berupa suatu onggokan
material lepas, berbentuk seperti kipas,
biasanya terdapat pada suatu dataran di depan suatu gawir. Biasanya material
kasar diendapkan dekat kemiringan lereng, sementara yang halus terendapkan
lebih jauh pada pedataran, tetapi secara keseluruhan lingkungan ini mengendapkan sendimen-sendimen yang
berukuran besar seperti bongkahan batuan.
Delta yaitu tanah datar hasil pengendapan yang dibentuk oleh
sungai, muara sungai, dimana timbunan sedimen tersebut mengakibatkan
propagradasi yang tidak teratur pada garis pantai (Coleman, 1968; Scott &
Fischer, 1969). Delta terbentuk di
gabungan dari lingkungan darat dan laut, banyak jenis sendimen yang
dihasilkannnya dengan di dominasi oleh pasir,
lanau dan lempung. Beberapa delta mempunyai kenampakan seperti kipas
aluvial, tetapi berbeda – beda satu sama lain, perbedan tersebut yaitu :
Pengendapan pada delta disebabkan oleh pengurangan
kecepatan aliran yang masuk ke dalam air laut yang tetap (laut atau danau),
Perluasan delta secara vertikal terbatas. Delta membentuk propagradasi yang tidak teratur pada garis pantai, Kemiringan permukaan delta lebih datar
daripada besar kipas aluvial.
2) Cara Membedakan Batuan Sendimen yang Diendapkan di Lingkungan Laut Dangkal dan Laut Dalam
Salah satu cara
untuk membedakan antara batuan
sendimen yang diendapkan di lingkungan laut dangkal dan laut dalam adalah dengan melihat material yang
diendapkannya.
Pada umumnya Lingkungan sendimen laut dangkal dicirikan
dengan susunan utamanya campuran antara
pasir, kerikil, dan batu kerikil. Sebagian besar pada ‘Continental slope’
kemiringannya lebih terjal sehingga sedimen tidak akan terendapkan dengan
ketebalan yang cukup tebal. Daerah yang miring pada permukaannya dicirikan
berupa batuan dasar (bedrock) dan dilapisi dengan lapisan lanau halus dan
lumpur. Kadang permukaan batuan dasarnya tertutupi juga oleh kerikil dan pasir.
Endapan Sedimen pada perairan laut dalam terdiri atas berbagai
struktur halus dan kompleks.
Kebanyakan sedimen itu berupa sisa-sisa
fitoplankton dan zooplankton laut. Karena umur organisme plankton hannya
satu atau dua minggu, terjadi suatu bentuk ‘hujan’ sisa-sisa organisme plankton
yang perlahan, tetapi kontinue di dalam kolam air untuk membentuk lapisan
sedimen, sendimen ini disebut Sedimen Biogenik Pelagis. Jenis lain dari dari
sendimen dalam adalah Sedimen Terigen Pelagis yaitu lingkungan sendimen yang
terdiri atas materi-materi yang
berukuran sangat kecil. Ada dua cara materi tersebut sampai ke lingkungan
pelagis. Pertama dengan bantuan arus turbiditas dan aliran grafitasi. Kedua
melalui gerakan es yaitu materi glasial yang dibawa oleh bongkahan es ke laut
lepas dan mencair.
1. Husain, Salahuddin. Proses Sendimentasi
dan Batuan Sendimen. 2012. Jurusan Teknik Geologi
Fakultas Teknik UGM.
2.
http://pinterdw.blogspot.com (Diakses
tanggal 17 Maret 2014)
Hubungan Karakteristik Gurun dengan Proses Geologi
Temperatur
siang hari umumnya berkisar pada 32-38 C pada musim panas, seringkali pula
mencapai 46-50 C. Temperatur tertinggi yang pernah diukur adalah 58 C di El
Azizia, Libya, pada tanggal 13 September 1922. Pada musim dingin, temperatur
siang hari hanya berkisar pada 10-18 C. Namun seringkali pula mencapai 35 C.
Fluktuasi temperatur pada musim dingin berkisar dari <0 C hingga 38 C pada
satu hari. Meskipun gurun didefinisikan hanya menerima curah hujan <25
cm/tahun, namun angka tersebut tidak akurat sekaligus tidak dapat diprediksi.
Sering terjadi suatu tempat menerima curah hujan melebihi angka presipitasi
tahunan dalan satu kali badai, dan kemudian hanya menerima sedikit atau tidak
ada hujan sama sekali untuk tahun-tahun berikutnya. Vegetasi di gurun umumnya
jarang dan terdistribusi tidak merata serta memiliki ciri pertumbuhan yang
lambat.
Pelapukan
mekanis adalah jenis pelapukan paling dominan di daerah gurun, dengan bentuk
utamanya berupa variasi temperatur harian yang ekstrim.Pelapukan mekanis
lainnya akibat akar tanaman dan pertumbuhan Kristal garam juga turut andil.
Pelapukan kimiawi sangat sedikit karena iklim yang kering dan minimnya asam
organik dari tumbuhan yang tersebar jarang. Pelapukan kimiawi hanya berkembang
sesaat ketika musim dingin dan curah hujan cukup banyak. Salah satu fenomena
menarik di gurun adalah pernis batuan (rock varnish, sering pula disebut
patination), yaitu lapisan sangat tipis berwarna coklat atau hitam dengan
komposisi besi dan oksida mangan. Sumber kedua mineral tersebut diduga dari
debu gurun yang dibawa oleh angin atau dari penguapan kotoran mikroorganisme.
Tanah gurun, jika berkembang, umumnya tipis dan setempat-setempat,karena
terbatasnya hujan serta akibat jarangnya vegetasi yang mengurangi efisiensi
pelapukan kimiawi dan pembentukan tanah. Terlebih, jarangnya vegetasi penutup
membuat erosi angin sangat kuat sehingga hanya sedikit tanah yang bisa
terbentuk.
Air,
meskipun bukan agen proses eksogenik yang dominan, sering meninggalkan
jejaknya. Kondisi kering dan jarangnya vegetasi memperbesar peluang terjadinya
erosi air. Karena seringkali datang sekaligus ketika badai, air dalam jumlah
banyak mampu mengerosi dan membawa banyak material gurun dalam waktu yang
singkat. Sungai-sungai yang ada di gurun tidak berkembang baik karena sifatnya
yang intermitten. Sebagian besar tidak pernah mencapai laut, karena paras muka air
tanah (water table) sangat dalam, sehingga sungai-sungai tidak pernah mendapat
pasokan air dari air tanah untuk menggantikan airnya yang menguap ke udara dan
yang terserap ke dalam tanah. Jenis pola pengaliran seperti ini disebut
internal drainage, dimana muatan sungai hanya diendapkan di lingkup gurun saja.
Sebagian gurun memiliki sungai permanen, seperti Sungai Nil di Afrika. Sungai-sungai
tersebut mampu mengalir melintasi gurun karena hulunya berada diluar kawasan
tersebut dan volume air pada mata air tersedia dalam jumlah melimpah, cukup
untuk menggantikan hilangnya air yang kelak menguap dan
terserap selama menempuh perjalanan melintasi gurun.
Jenis Metamorfisme dan Tektonik Lempeng
Tektonik lempeng adalah teori dalam
bidang geologi yang dikembangkan untuk memberi penjelasan terhadap adanya
bukti-bukti pergerakan skala besar yang dilakukan oleh litosfer bumi. Di dalam
litosfer bumi terdapat Lempeng-lempeng yang terapung-apung di atas mantel bumi.
Arus konveksi yang kuat di dalam astenosfer menggerakkan lempeng-lempeng ini di
permukaan bumi. Tektonik lempeng tersebut yang nantinya akan menentukan
distribusi jenis metamorfisme. Proses metamorfisme berlangsung akibat perubahan
suhu dan tekanan yang tinggi, diatas 200°C dan 300 Mpa (megapascal), dan dalam
keadaan padat. Sedangkan proses pelapukan pada suhu dan tekanan normal, jauh
dibawahnya. Selian Suhu dan tekanan faktor lain yang mempengaruhi adalah
Aktivitas Fluida.
Lempeng tektonik dapat meningkatkan
panas dan tekanan. Ketika lempeng bumi bertabrakan, lempeng tersebut akan
menjepit batu di perbatasan dengan kekuatan luar biasa . Gaya ini meningkatkan
tekanan disekitarnya. Pertemuan lempeng tersebut juga akan menimbulkan gesekan,
gesekan ini menghasilkan panas yang cukup untuk melelehkan batuan di titik
kontak. Sehingga tektonik lempeng akan menentukan jenis metamorfisme.
Terdapat
tiga jenis metamorfisme, yaitu
1.
Metamorfisme Kontak
Metamorfisme
kontak, merupakan tipe metamorfisme yang terjadi akibat adanya kontak antara
magma terhadap batuan yang ada disekitarnya, baik itu batuan sedimen maupun
batuan beku. Perubahan yang terjadi diakibatkan intensitas panas yang dikeluarkan
oleh magma. Jenis metamorfosis ini terbatas pada zona sekitar intrusi yang
dikenal dengan disebut aureole malihan atau malihan kontak.
2.
Metamorfisme Dinamik
Metamorfisme
dinamik terjadi akibat pergerakan patahan dimana batuan terkena tekanan diferensial
yang tinggi di sepanjang zona patahan, Jenis metamorfisme ini biasanya timbul
pada bidang-bidang sesar / patahan. Metamorfisme ini terjadi disekitas zona
subsduksi.
3.
Metamorfisme Regional
Jenis
metamorfisme ini adalah metamorfisme yang paling sering muncul dan biasanya
meliputi area yang sangat luas. Perubahan batuan terjadi sebagai akibat adanya
temperatur dan tekanan tinggi yang menyertainya dalam proses perubahan dari
batuan asal menjadi batuan metamorf. Tempat terjadinya metamorfisme ini di dekat
lempeng bagian dalam atau dekat dengan dapur magma.
Sumber
: 1. Husain, Salahuddin. Metamorfisme dan Batuan Metamorf. 2012. Jurusan Teknik
Geologi Fakultas Teknik UGM.
2. Tim Asisten Geologi Dasar. Panduan
Praktikum Geologi Dasar. 2014. FMIPA UGM
Jenis Gerakan Massa
A. Falls
melibatkan sedimen dan batuan yang bergerak melalui udara dan menumpuk di dasar
lereng. Untuk jenis fall (Jatuhan) terdapat subdivisi Rockfall (jatuhan bahan
rombakan), yaitu gerakan massa berupa batuan yang jatuh bebas karena adanya
tebing terjal menggatung (hanging cliff), gerakannya cepat. Kondisi lerengnya
menggantung seperti tebing.
B. Slide
adalah gerakan batuan atau sedimen sepanjang permukaan planar. Untuk jenis
Slide(Geseran) dibagi menjadi 2 subdivisi yaitu Slump dan Rockslide.
1. Slump (nendatan), yaitu gerakan massa biasanya
berupa tanah yang relatif tebal yang bergerak melalui bidang lengkung,
gerakannya realtif cepat. Kondisi lerengnya tidak terlalu curam.
2. Rock Slide
(longsor batuan), yaitu gerakan massa berupa batuan yang meluncur sepanjang
bidang rata yang miring misalnya sepanjang bidang perlapisan batuan yang
gerakannya cepat. Terdapat dua macam rockslide yaitu Rockslide along bedding
planes dan rockslide along fracture plane. Kondisi lereng cenderung curam
dengan batuan berbentuk bongkahan-bongkahan besar.
C. Flows
adalah gerakan plastik atau batuan semiliquid dan sedimen di udara atau air. Untuk
jenis flow (Aliran) dibagi menjadi 6 subdivisi
1. Mudflow
(Aliran Lumpur). Kondisi lereng tidak terlalu curam dan tidak terlalu landai,
kemudian untuk jenis batuannya berupa batulempung dan batulanau.
2. Debris flow
(Aliran Puing-puing), Kondisi lereng tidak terlalu curam dan tidak terlalu
landai, kemudian untuk jenis batuannya berupa batupasir, kerikil dan kerakal.
3. Earthflow
(Aliran Tanah). Kondisi lereng cenderung lebih landai, kemudian untuk jenis
batuannya berupa batupasir.
4. Quick clay
(Lempung Cepat). Kondisi lereng tidak terlalu curam dan tidak terlalu landai,
kemudian untuk jenis batuannya yaitu batulempung.
5. Solifluction
Kondisi
lereng cenderung lebih landai, kemudian untuk jenis batuannya berupa batupasir.
6. Creep
Creeping (rayapan
tanah), yaitu gerakan massa tanah sepanjang bidang batas dengan batuan
induknya, gerakannya sangat lambat, biasanya terjadi di area yang sangat luas.
Kondisi lereng tidak terlalu curam dan tidak terlalu landai, kemudian untuk
jenis batuannya yaitu batulempung.