Archive for Desember 2015
Menelaah Sistem Tektonik di Indonesia
Secara tektonik Indonesia terletak pada
pertemuan antara tiga lempeng utama, yaitu lempeng-lempeng Eurasia,
India-Australia, dan Pacific. Dari interaksi ketiga lempeng tersebut terbentuk
kepulauan Indonesia yang memiliki kondisi geologi yang sangat kompleks, seperti
adanya subduksi, busur vulkanik, cekungan samudra tua dan muda. Lempeng Eurasia
menunjam Indonesia di bagian utara,sedangkan lempeng indo-australia di bagian
selatan, dan lempeng pasifik di bagian timur laut. Akibat pergerakan
lempeng-lempeng tersebut di Indonesia terbentuk dua busur besar yaitu busur
sunda yang tersusun atas busur vulkanik aktif dan busur banda yang terbentuk
lebih komplek.
Gambar 1. Dinamika Tektonik di
Indonesia
Sumber : Hochstein&Sudarman, 2008
Sumber : Hochstein&Sudarman, 2008
A.
Busur Sunda
Busur Sunda terbentuk dari pertemuan
antara lempeng Indo-Australia yang menunjam lempeng Eurasia. Lempeng
Indo-Australia menunjam Indonesia dengan kecepatan 6-7 cm per tahunnya, letak
penunjaman tersebut di bawah Jawa dan Sumatra. Arah subduksi di Jawa hampir
tegak lurus dengan palung Jawa sebagai jalur subduksi, sehingga disebut
subduksi tegak (normal subduction). Di samping busur Sunda terdapat paparan Sunda
yang stabil, pulau Sumatra sudah ada sebelum proses subduksi sehingga disebut
busur kontinen bukan busur kepulauan, hal ini dibuktikan oleh Hamilton (1979), yang
menemukan batuan granit berumur 240 juta tahun atau pada zaman Trias. Sedangkan
proses subduksi dimulai pada zaman kretasius atau 100 juta tahun yang lalu. Kenampakan sistem subduksi, yaitu
outer rise, palung, punggungan busur luar, cekungan busur luar, punggungan
busur dalam, cekungan busur dalam berkembang dengan sangat jelas melintang
pulau Jawa dan Sumatra. Sedangkan untuk ciri-ciri tektonik
di busur Sumatra adalah bukit barisan, sesar Sumatra, cekungan minyak, ngarai,
dan pegunungan vulkanik. Busur Sunda dapat dibagi menjadi 2 yaitu Busur Sunda Barat dan Busur Sunda Timur.
Busur Sunda Barat
Busur Sunda
terbentuk dari pertemuan antara lempeng Indo-Australia yang menunjam lempeng
Eurasia. Lempeng Indo-Australia menunjam Indonesia dengan kecepatan 6-7 cm per
tahunnya, letak penunjaman tersebut di bawah Jawa dan Sumatera. Arah subduksi
di Jawa hampir tegak lurus dengan palung Jawa sebagai jalur subduksi, sehingga
disebut subduksi tegak (normal subduction). Sedangkan, Sumatera terpotong oleh
patahan-patahan (sesar) besar sejajar memanjang sumbu Pulau Sumatera yang
berarah Barat Laut – Tenggara. Kenampakan tektonik dan geologi di busur Sumatera
adalah adanya pegunungan vulkanik berupa bukit barisan, sesar Sumatera,
cekungan minyak, dan ngarai.
Adanya Subduksi
aktif dan patahan di Sumater menyebabkan munculnya Bukit Barisan sejajar sesar,
yang merupakan lapisan permukaan tanah yang terangkat. Sesar tersebut merupakan
sesar mendatar kanan (dextral) Sumatera yang membentuk pola rekahan sepanjang
sesar, sebagian respon terhadap gerak gesernya. Panjang sesar Sumatera tersebut
mencapai 1900 km.
Pada Sesar Sumatera juga terbagi menjadi beberapa segmen
diantaranya segmen selatan, segmen tengah, dan segmen utara. Dengan adanya
pembagian tersebut maka sangat membantu sekali bagi vulkanologis untuk
menentukan besarnya magnitude suatu gempa dengan mengetahui lebar dan panjang bagian tersebut.
Gambar 2. Pembagian Segmen pada Sesar Sumatera
Sumber : BARBER, A.J., CROW, M.J. &
MELSOM, J.S. (eds) 2005
Selain itu, di sumatra juga terdapat busur punggungan depan (Fore
Arc Ridge), ini merupakan produk subduksi tetapi tidak berkaitan dengan
magma melainkan berasal dari kumpulan material sedimen dari Burma dan teluk
Benggala kemudian diendapkan di tepi Sumetera, karena adanya subduksi sehingga
material tersebut membentuk prisma akresi (accreted sediment atau accretionary
wedge)
Busur Sunda Timur
Jawa memiliki penampang yang sama
seperti Sumatera, bahkan sabuk pegunungan magmatic merupakan kelanjutan dari
Sumatera. Berbeda dengan Sumatera, batuan vulkanik yang ada di jawa relatif muda,
lebih basa dengan basement berumur cretaceus atau awal tersier. Terdapat
singkapan batuan yang berumur pre-eosen di daerah Karangsambung dan Bayat
Kleten. Jika diamati maka batuan di Karangsambung bersifat lebih basa, dan
berumur lebih tua dari batuan yang tersingkap di Bayat, selain itu di
Karagsambung zona pengendapannya berada di laut dalam sementara di Bayat
merupakan zona laut dangkal. Di karangsambung merupakan zona Subduksi awal.
Kemudian dari sudut penunjaman
subduksi, di zona subduksi jawa memiliki sudut penunjaman yang lebih curam jika
dibandingkan dengan sudut penunjaman di Sumatra. Hal ini karena umur subduksi
di Jawa lebih tua dibandingkan dengan umur subduksi Sumatera. Hal ini terjadi
karena lempeng dengan komposisi yang sama tetapi memiliki umur yang lebih tua
maka lempeng tersebut akan memiliki densitas lebih besar sehingga akan
menghasilakan sudut penunjaman yang lebih curam.
Kedalaman
palung Jawa makin kecil kearah tenggara.
Kedalaman palung di Sumatera Utara hanya 4500 m, sementara di selatan Jawa
mencapai 6000-7000 m. Perbedaan kedalaman ini disebabkan oleh ketebalan
sedimentasinya (di Sumatra lebih tebal dari pada di Jawa).
Di Sumatra
sedimen berasal dari Burma dan teluk Benggala dengan kelajuan yang besar,
intercalated dengan turbudite. Di selatan Jawa hanya terendapkan sedimen
pelagic (laut dalam) yang tipis. Hampir semua sedimen terrigenous dari Jawa
terprangkap di cekungan busur depan. Palung Jawa di bagian timur juga semakin
dangkal karena pengaruh sedimentasi dari benua Australia.
Hipotesa Apungan Benua dan Pemekaran Samudra
Pada tahun 1912-1929 seorang ahli meteorologi dari Jerman mengemukakan
bahwa bentuk benua dapat dicocokan seperti puzzle, dimana benua dulunya bersatu
dalam sebuah superbenua disebut Pangea, kemudian Pangea pecah pada tahun 200
juta tahun yang lalu.
Pembuktian hipotesa apungan benua
Ada berbagai bukti yang mendukung hipotesa apungan benua
1.
Formasi
batuan
Ketika Pangea pecah menjadi bagian-bagian
yang besar maka terdapat kesamaan batuan di Greenland dan eropa
2.
Kesamaan
fosil tumbuhan dan hewan
Terdapat kesamaan fosil hewan dan
tumbahan dibenua Arfika dan Amerika selatan, padahal hewan tidak bisa
menyebrang dalam jarak yang jauh.
3.
Iklim
Terdapat lapisan batubara didaerah
Antartika menunjukkan bahwa dulunya merupakan daerah tropis, selain itu juga
terdapat glasial didaerah equator
Ada beberapa kelemahan dalam hipotesa Wegener, diantaranya dia
tidak bisa menjelaskan penyebab terjadinya pergerakan lempeng dan bagaimana
lempeng tersebut bergerak melalui dasar samudra. Sampai Wegener meninggal
hipotesanya belum bisa diterima oleh ilmuan pada waktu itu.
Pada tahun 1929, Arthur Holmes mendukung hipotesa Wegener, dimana
dia mengemukakan bahwa mantel bumi mengalami konveksi panas (thermal
convection), karena suatu material jika terkena panas akan berkurang
densitasnya sehingga akan muncul dipermukaan dan ketika dingin akan tenggelam
lagi. Hal tersebut berlangsung terus menerus seperti tangga berjalan.
Pada perang dunia II terjadi menimbulkan efek yang sangat besar
dalam ilmu kebumian yaitu dengan munculnya teknologi sonar dan magnetometer.
Sehingga, pada tahun 1940an-1950an dilakukan studi penelitian mengenai dasar
samudra menggunakan sonar dan magnetometer, dalam penelitian tersebut diketahui
bahwa dasar samudra tidak datar, ada daerah pegunungan ditengah samudra Atlantik.
Ada beberapa bukti mengenai pemekaran dasar samudra diantaranya
dari umur batuan dimana kerak benua mempunyai umur yang lebih tua dari kerak
samudra, batuan didaerah dekat punggung samudra mempunyai umur yang paling
muda. Selain itu, juga terdapat bukti lain yaitu kemagnetan batuan yang
mempunyai pola selang seling seperti zebra, dan bukti lainnya adalah sampel
batuan sumur bor di amerika selatan dan afrika mempunyai umur yang sama.
Setelah diketahui hipotesa apungan benua dan rekahan dasar samudra maka
muncullah teori tekonik lempeng.
Gambar 1. Pergerakan Lempeng Benua Sumber : http://publish.illinois.edu/alfredwegener/ |
Tektonik Lempeng
A.
Teori Tektonik Lempeng
Teori tektonik lempeng berawal dari dugaan pergerakan lempeng yang
pertama kali dikemukakan oleh Abraham
Ortelius pada tahun 1596, yaitu seorang ahli pembuat peta dari Belanda. Dia
menyatakan bahwa benua Amerika menjauh dari Eropa dan Afrika karena gempabumi
dan banjir.
Kemudian pada tahun 1800an, seorang ahli geologi yang bernama
Eduard Suess menjelaskan bahwa lempeng yang menggabung dinamakan daratan
Gondwana.Pada tahun 1912-1929 seorang ahli meteologi dari Jerman mengemukakan
bahwa bentuk benua dapat dicocokan seperti puzzle, dimana benua dulunya bersatu
dalam sebuah superbenua disebut Pangea, kemudian Pangea pecah pada tahun 200
juta tahun yang lalu yaitu pada masa Mesozoikum.
Pembuktian Teori Tektonik Lempeng
1.
Kesamaan
fosil tumbuhan dan hewan
2.
Iklim
3.
Batuan
dan strukturnya
4.
Sabuk
pegunungan yang sama umurnya
5.
Morfologi
dasar samudra
Ada beberapa kelemahan dalam hipotesa Wegener, diantaranya dia
tidak bisa menjelaskan penyebab terjadinya pergerakan lempeng dan bagaimana
lempeng tersebut bergerak melalui lantai samudra.
Pada tahun 1929, Arthur Holmes mendukung hipotesa Wegener, dimana
dia mengemukakan bahwa mantel bumi mengalami konveksi panas, tetapi ide ini
hanya diterima oleh sedikit ilmuan pada waktu itu. Kemudian pada tahun
1940an-1950an dilakukan studi penelitian mengenai lantai samudra menggunakan
sonar dan magnetometer, dalam penelitian tersebut diketahui bahwa lantai
samudra tidak datar, ada daerah pegunungan ditengah Atlantik. Ada beberapa
bukti mengenai pemekaran lantai samudra diantaranya dari umur batuan,
kemagnetan batuan, magma di laut dalam, sampel batuan sumur bor di amerika
selatan dan afrika mempunyai umur yang sama.
B.
Batas Antar Lempeng Dunia
Batas
lempeng berasosiasi dengan peristiwa geologi seperti gempabumi, gunungapi,
volcanic arch (busur magmatik), zona pemekaran, transform fault, dan palung (trench) dan lain sebagainya.
Lapisan
terluar bumi kita terbuat dari suatu lempengan tipis dan keras yang
masing-masing saling bergerak relatif terhadap yang lain. Ada 4 macam hubungan
batas antar lempeng yaitu:
1.
Batas
Divergen
Batas divergen terjadi pada dua lempeng tektonik yang bergerak
saling menjauh (break apart). Pematang Tengah-Atlantik (Mid-Atlantic Ridge)
adalah salah satu contoh divergensi yang paling terkenal, membujur dari utara
ke selatan di sepanjang Samudra Atlantik, membatasi Benua Eropa dan Afrika
dengan Benua Amerika.
2.
Batas
Konvergen
Batas konvergen terjadi apabila dua lempeng tektonik saling
mendekat, yang mengakibatkan keduanya bergerak saling menunjam satu sama lain
(one slip beneath another). Pematang gunung-api (volcanic ridges) dan parit
samudra (oceanic trenches) terbentuk di wilayah ini.
3.
Batas
Transform
Batas transform terjadi bila dua lempeng tektonik bergerak saling
menggelangsar (slide each other), yaitu bergerak sejajar namun berlawanan arah.
4.
Batas
Unknown
Batas suatu lempeng dimana terjadi ketiga proses interaksi yaitu
proses Divergensi, Konvergensi, dan Trasform.
C.
Bukti lempeng tektonik
1.
Pola
gempabumi
Terjadinya gempa diseluruh dunia
membentuk pola khusus yang menggambarkan batas lempeng. Gempabumi dengan hiposentrum
yang dalam terjadi di zona subduksi dan gempabumi dengan hiposentrum yang
dangkal terletak di punggungan samudra
2.
Hot
Spot, dimana panas di mantel dapat muncul dipermukaan bumi. Di zona hot spot
akan terlihat jelas pergerakan lempeng bumi.
D.
Definisi dan Perbaikan Teori
Pada
tahun 1965 Tuzo Wilson sebagai promotor hipotesa rekahan lantai samudra
menambahkan konsep patahan transform ke model teori tektonik lempeng. Pada
tahun 1965 diselenggarakan symposium oleh Royal Society London, pada simposium
ini awal diterimanya teori tektonik lempeng oleh para ilmuan, pada simposium tersebut
juga Edward Bullard dan rekan kerjanya menunjukkan dengan perhitungan komputer
bahwa dua benua diantara samudra atlantik memiliki kecocokan jika menutup laut.
Pada tahun 1966 Welson mempublikasikan papernya mengenai rekonstruksi tektonik
lempeng, dan pada tahun 1967 W. Jason Morgan mengemukakan bahwa permukaan bumi
tersusun atas 12 lempeng dimana semuanya bergerak relatif satu sama lain, dua
bulan selanjutnya Xavier Le Pichon mempublikasikan model lengkap yang tersusun
dari 6 lempeng makro dunia. Pada tahun yang sama Mc Kenzie dan Parker telah
menjelaskan model yang mirip dengan konsep Morgan menggunakan translasi dan
rotasi pada sebuah bola untuk menentukan pergerakan lempeng.