- Back to Home »
- Geofisika , Geologi , Geoscience »
- Menelaah Sistem Tektonik di Indonesia
Posted by : Arriqo Arfaq
Rabu, 02 Desember 2015
Secara tektonik Indonesia terletak pada
pertemuan antara tiga lempeng utama, yaitu lempeng-lempeng Eurasia,
India-Australia, dan Pacific. Dari interaksi ketiga lempeng tersebut terbentuk
kepulauan Indonesia yang memiliki kondisi geologi yang sangat kompleks, seperti
adanya subduksi, busur vulkanik, cekungan samudra tua dan muda. Lempeng Eurasia
menunjam Indonesia di bagian utara,sedangkan lempeng indo-australia di bagian
selatan, dan lempeng pasifik di bagian timur laut. Akibat pergerakan
lempeng-lempeng tersebut di Indonesia terbentuk dua busur besar yaitu busur
sunda yang tersusun atas busur vulkanik aktif dan busur banda yang terbentuk
lebih komplek.
Gambar 1. Dinamika Tektonik di
Indonesia
Sumber : Hochstein&Sudarman, 2008
Sumber : Hochstein&Sudarman, 2008
A.
Busur Sunda
Busur Sunda terbentuk dari pertemuan
antara lempeng Indo-Australia yang menunjam lempeng Eurasia. Lempeng
Indo-Australia menunjam Indonesia dengan kecepatan 6-7 cm per tahunnya, letak
penunjaman tersebut di bawah Jawa dan Sumatra. Arah subduksi di Jawa hampir
tegak lurus dengan palung Jawa sebagai jalur subduksi, sehingga disebut
subduksi tegak (normal subduction). Di samping busur Sunda terdapat paparan Sunda
yang stabil, pulau Sumatra sudah ada sebelum proses subduksi sehingga disebut
busur kontinen bukan busur kepulauan, hal ini dibuktikan oleh Hamilton (1979), yang
menemukan batuan granit berumur 240 juta tahun atau pada zaman Trias. Sedangkan
proses subduksi dimulai pada zaman kretasius atau 100 juta tahun yang lalu. Kenampakan sistem subduksi, yaitu
outer rise, palung, punggungan busur luar, cekungan busur luar, punggungan
busur dalam, cekungan busur dalam berkembang dengan sangat jelas melintang
pulau Jawa dan Sumatra. Sedangkan untuk ciri-ciri tektonik
di busur Sumatra adalah bukit barisan, sesar Sumatra, cekungan minyak, ngarai,
dan pegunungan vulkanik. Busur Sunda dapat dibagi menjadi 2 yaitu Busur Sunda Barat dan Busur Sunda Timur.
Busur Sunda Barat
Busur Sunda
terbentuk dari pertemuan antara lempeng Indo-Australia yang menunjam lempeng
Eurasia. Lempeng Indo-Australia menunjam Indonesia dengan kecepatan 6-7 cm per
tahunnya, letak penunjaman tersebut di bawah Jawa dan Sumatera. Arah subduksi
di Jawa hampir tegak lurus dengan palung Jawa sebagai jalur subduksi, sehingga
disebut subduksi tegak (normal subduction). Sedangkan, Sumatera terpotong oleh
patahan-patahan (sesar) besar sejajar memanjang sumbu Pulau Sumatera yang
berarah Barat Laut – Tenggara. Kenampakan tektonik dan geologi di busur Sumatera
adalah adanya pegunungan vulkanik berupa bukit barisan, sesar Sumatera,
cekungan minyak, dan ngarai.
Adanya Subduksi
aktif dan patahan di Sumater menyebabkan munculnya Bukit Barisan sejajar sesar,
yang merupakan lapisan permukaan tanah yang terangkat. Sesar tersebut merupakan
sesar mendatar kanan (dextral) Sumatera yang membentuk pola rekahan sepanjang
sesar, sebagian respon terhadap gerak gesernya. Panjang sesar Sumatera tersebut
mencapai 1900 km.
Pada Sesar Sumatera juga terbagi menjadi beberapa segmen
diantaranya segmen selatan, segmen tengah, dan segmen utara. Dengan adanya
pembagian tersebut maka sangat membantu sekali bagi vulkanologis untuk
menentukan besarnya magnitude suatu gempa dengan mengetahui lebar dan panjang bagian tersebut.
Gambar 2. Pembagian Segmen pada Sesar Sumatera
Sumber : BARBER, A.J., CROW, M.J. &
MELSOM, J.S. (eds) 2005
Selain itu, di sumatra juga terdapat busur punggungan depan (Fore
Arc Ridge), ini merupakan produk subduksi tetapi tidak berkaitan dengan
magma melainkan berasal dari kumpulan material sedimen dari Burma dan teluk
Benggala kemudian diendapkan di tepi Sumetera, karena adanya subduksi sehingga
material tersebut membentuk prisma akresi (accreted sediment atau accretionary
wedge)
Busur Sunda Timur
Jawa memiliki penampang yang sama
seperti Sumatera, bahkan sabuk pegunungan magmatic merupakan kelanjutan dari
Sumatera. Berbeda dengan Sumatera, batuan vulkanik yang ada di jawa relatif muda,
lebih basa dengan basement berumur cretaceus atau awal tersier. Terdapat
singkapan batuan yang berumur pre-eosen di daerah Karangsambung dan Bayat
Kleten. Jika diamati maka batuan di Karangsambung bersifat lebih basa, dan
berumur lebih tua dari batuan yang tersingkap di Bayat, selain itu di
Karagsambung zona pengendapannya berada di laut dalam sementara di Bayat
merupakan zona laut dangkal. Di karangsambung merupakan zona Subduksi awal.
Kemudian dari sudut penunjaman
subduksi, di zona subduksi jawa memiliki sudut penunjaman yang lebih curam jika
dibandingkan dengan sudut penunjaman di Sumatra. Hal ini karena umur subduksi
di Jawa lebih tua dibandingkan dengan umur subduksi Sumatera. Hal ini terjadi
karena lempeng dengan komposisi yang sama tetapi memiliki umur yang lebih tua
maka lempeng tersebut akan memiliki densitas lebih besar sehingga akan
menghasilakan sudut penunjaman yang lebih curam.
Kedalaman
palung Jawa makin kecil kearah tenggara.
Kedalaman palung di Sumatera Utara hanya 4500 m, sementara di selatan Jawa
mencapai 6000-7000 m. Perbedaan kedalaman ini disebabkan oleh ketebalan
sedimentasinya (di Sumatra lebih tebal dari pada di Jawa).
Di Sumatra
sedimen berasal dari Burma dan teluk Benggala dengan kelajuan yang besar,
intercalated dengan turbudite. Di selatan Jawa hanya terendapkan sedimen
pelagic (laut dalam) yang tipis. Hampir semua sedimen terrigenous dari Jawa
terprangkap di cekungan busur depan. Palung Jawa di bagian timur juga semakin
dangkal karena pengaruh sedimentasi dari benua Australia.