Kelompok Mineral Sulfida
Pendahuluan
Klasifikasi mineral berdasarkan Dana Classification
membagi mineral menjadi beberapa kelompok sesuai dengan anion penyusun
utamanya. Materi acara kali ini akan membicarakan tentang mineral sulfida
dimana unsur S (sulfur) menjadi anion utamanya.
Pengertian
Kelompok sulfida atau sulfosalt merupakan kombinasi
antara logam atau semi-logam dengan belerang (S), misalnya galena [PbS], pirit,
proustit [Ag3AsS3], dll. Kelompok mineral ini dicirikan dengan adanya anion S2-.
Pada umumnya unsur penyusunnya berupa unsur logam.
Mineral
kelas sulfida ini juga termasuk mineral-mineral pembentuk bijih (ores). Dan
oleh karena itu, mineral-mineral sulfida memiliki nilai ekonomis yang cukup
tinggi. Khususnya karena unsur utamanya umumnya adalah logam. Pada industri logam,
mineral-mineral sulfides tersebut akan diproses untuk memisahkan unsur logam
dari sulfurnya. Contoh paling
popular adalah pirit (FeS2).
Mineral lain yang berasosiasi dengan mineral sulfide
karena proses pembentukannya menyerupai kelompok sulfide adalah arsenide
(As-2), selenida (Se-2), fan telurida (Te-2), dimana ketiga unsur ini dapat
pula menngantikan anion sulfide.
Sekitar 500 mineral merupakan sulfida dan mineral yang
berkaitan dengannya. Sebagian besar merupakan sulfida logam dan semilogam, seperti
pirit [FeS2], kalkopirit [CuFeS2], dan sfalerit [ZnS]. Mereka memiliki struktur
Kristal yang tergantung pada radius ion dan jenis ikatan (yang berkisar dari
ion logam hingga kovalen logam).
.
Kelompok
sulfida terbagi menjadi 2 kelompok kecil, yaitu:
1.
Tellurides, jika Tellurium menggantikan unsur
Sulfur (S) sebagai anion mineral.
Contoh:
Sylvanite (AuAgTe4)
2.
Arsenides, jika Arsenic menggantikan unsur
Sulfur (S) sebagai anion mineral.
Contoh:
Nickeline (NiAs), Smaltite [(Co,Ni)Ass], Chloantite [(Ni,Co)As2]
Pembentukan
Pada umumnya
pembentukan mineral Sulfida terbentuk disekitar wilayah gunung api yang
memiliki kandungan sulfur yang tinggi. Unsur utama yang bercampur dengan sulfur
tersebut berasal dari magma, kemudian terkontaminasi oleh sulfur yang ada
disekitarnya. Pembentukan mineralnya biasanya terjadi dibawah kondisi air
tempat terendapnya unsur sulfur. Proses tersebut biasanya dikenal sebagai
alterasi mineral dengan sifat pembentukan yang terkait dengan hidrotermal (air
panas).
Larutan
hidrotermal terbentuk pada fase akhir siklus pembekuan magma. Interaksi antara
larutan hidrotermal dengan batuan yang dilewati akan menyebabkan terubahnya
mineral-mineral penyusun batuan samping dan membentuk mineral alterasi. Larutan
hidrotermal tersebut akan terendapkan pada suatu tempat membentuk mineralisasi.
Alterasi terjadi akibat reaksi fluida dengan “wall rocks”.
Ciri-ciri
- Mineral
sulfida memiliki penciri berupa kilap logam, berat jenis tinggi, dan
memiliki tingkat kekerasan yang rendah. Hal-hal tersebut berkaitan dengan
unsur utamanya yang berupa logam. Namun beberapa mineral cenderung
memiliki kekerasan rendah seperti Galena (PbS) dan Molybdenite (MoS2)
- Kebanyakan
mineral sulfide berada dalam system kubus, tetragonal, dan heksagonal,
yang mencerminkan derajat kesimetrisan bangun kristalnya.
- Sebgian
mineral sulfide yang didominasi ikatan logam bersifat opak dengan kilap
logam, warna yang khas, dan cerat berwarna kuat.
- Mineral
sulfide non-opak cenderung memiliki
indeks bias yang besar dan meneruskan cahaya pada tepi yang tipis.
- Kebanyakan
mineral sulfide bersifat lunak dan dapat menjadi konduktor listrik yang
baik, yang mencerminkan kehadiran ikatan logam di dalam strukturnya.
Manfaat
Sulfida
merupakan mineral yang sangat penting dalam industri dan merupakan bijih utama
dari tembaga, seng, timbal, airraksa, bismut, kobal, arsen, antimon. nikel, dan
logam bukan-besi yang lainnya. Misalnya Pirit
(FeS2), meskipun pirit bukan merupakan bijih untuk diambil besinya, tetapi
digunakan sebagai sumber asam sulfur.
Beberapa
manfaat mineral sulfide tang lainnya adalah:
Galena
(PbS) : Sumber utama
bijih perak
Argentite
(Ag2S) : Sumber
utama bijh perak
Kalkosit
(Cu2S) : Sumber utama bijih tembaga
Alabandite (MnS) : Produk
pembakaran
Sphalerite (ZnS) : Sumber utama seng
Cinnabar (HgS) : Sumber
utama merkuri
Stibnite (Sb2S3) :
Pembuatan kabel, baterai timbel, cat, dan peralatan medis
Contoh Mineral
Sulfida
1.
Cobaltite
(Co,Fe)AsS
Gambar 1. Hand Specimen Cobaltite |
Warna :
Silver, Putih
Cerat : Abu-abu, Hitam
Kilap : Logam
Kekerasan : 5,5
Berat Jenis :
6-6,3
Derajat
Ketransparanan :
Opaque
Belahan : Sempurna
Pecahan : Uneven
Sistem Kristal : Tetrahedral
Gambar 2. Petrografi Cobaltite |
Gambar 3. Sistem Kristal Cobaltite |
Gambar 4. Ikatan Atom Cobaltite |
Cobaltite ditemukan di endapan
hydrothermal bertemperatur tinggi dan juga sebagai urat pada batuan metaamorf
kontak. Mineral ini dapat diasosiasikan dengan magnetit, sphalerite,
Kalkopirit, Titanit, dan Kalsit.
2. Realgar AsS
Gambar 5. Hand Specimen Realgar |
Warna :
Merah, Kuning
Cerat : Merah, Kuning,
Oren
Kilap : Resin
Kekerasan : 1,5-2
Berat Jenis :
3.5-3.6
Derajat
Ketransparanan : Transparan
ke Translusen
Belahan :2 arah
Pecahan : Konkoidal
Sistem Kristal : Prismatik
Gambar 6. Petrografi Realgar |
Gambar 7. Sistem Kristal Realgar |
Gambar 8. Ikatan Atom Realgar |
Realgar (AsS) ditemukan di
lingkungan hydrothermal bertemperatur rendah dan juga ditemukan sekitar hot
spring. Realgar diasosiasikan dengan Orpiment, Kalsit, Barit, dan Mineral
Arsenik lainnya.
Daftar
Pustaka:
Warmada,
I Wayan, 2014. Kristalografi dan Mineral. Yogyakarta, Lab Bahan Galian,
Jurusan Teknik Geologi FT-UGM.
Abdullah,
Muhammad, dkk. 2011. Minerals of Hydrothermal and Fumarolic Systems.
Yogyakarta; Program Studi Geofisika FMIPA UGM.
Ongki
. 2012. Mineral Sulfida. [Internet] tersedia dalam: <http://ongkiboomy.blogspot.com/2012/10/mineral-sulfida_3277.html> [diakses pada 3 Februari 2015]
Yusuf . 2013. Golongan Mineral Sulfida. [Internet]
tersedia dalam: <http://yusufprdpt.blogspot.com/2013/11/3-golongan-mineral-sulfida.html
[diakses pada 3 Februari 2015]
Kelompok Native Element (Unsur Murni)
Melanjutkan pembahasan yang
sebelumnya, pada kesempatan kali ini kita akan sedikit membahas mengenai
kelompok mineral native element, yang biasanya disingkan NE atau unsur murni,
semoga dapat bermanfaat.
Pengertian
Native
element atau unsur murni ini adalah kelas mineral yang dicirikan dengan hanya
memiliki satu unsur atau komposisi kimia saja. Mineral pada kelas ini tidak
mengandung unsur lain selain unsur pembentuk utamanya. Pada umumnya sifat dalam
(tenacity) mineralnya adalah malleable yang jika ditempa dengan palu akan
menjadi pipih, atau ductile yang jika ditarik akan dapat memanjang, namun tidak
akan kembali lagi seperti semula jika dilepaskan.
Contoh
mineral dari kelompok Native Element : emas (Au), perak (Ag), Platina (Pt),
tembaga (Cu), bismuth (Bi), arsenic (As).
Kelas
mineral ini terdiri dari dua bagian umum :
1.
Metal
dan element intermetalic (logam). Contohnya emas , perak , dan tembaga.
2.
Semimetal
dan non metal (bukan logam). Contohnya sulfur dan bismuth.
Sistem
Kristal pada Native Elemen dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan sifat mineral itu
sendiri. Bila logam seperti emas, perak dan tembaga maka sistem kristalnya adalah isometric. Jika
bersifat semilogam seperti arsenic dan bismuth maka system kristalnya hexagonal.
Dan jika unsur mineral tersebut non logam seperti sulfur maka sistem kristalnya
dapat berbeda-beda.
Dalam
grup Native Elemen ini juga termasuk natural
alloys (campuran) seperti electrum, phosphides , silicides , nitrides, dan
carbides.
Pembentukan
Unsur-unsur
native elements jarang terdapat di permukaan
ataupun didalam kerak bumi. Native
elements ini bukan merupakan golongan pembentuk batuan (rock forming). Asal mula pembentukan mineral native element berkaitan dengan
pengerasan atau pembentukan magma dengan reaksi kimia yang sekunder atau dengan
reaksi-reaksi kimia yang bertemperatur dan memiliki tekanan yang tinggi.
Mineral
golongan native elements ini biasanya
terdiri hanya satu unsur saja, tetapi kadang-kadang terdapat juga campuran dari
mineral lain yang jumlahnya sangat sedikit didalamnya. Unsur-unsur yang
membentuk mineral golongan native element merupakan satu jenis unsur kimia saja
tanpa berasosiasi dengan unsur yang lainnya. Mineral native elements ini sering dijumpai pada batuan beku dan sedimen
atau juga batuan metamorf.
Ciri-ciri
Pada
umumnya tenacity golongan mineral ini
adalah malleable yang jika ditempa
dengan palu akan menjadi pipih. Dan juga dapat bertenacity ductile yang jika ditarik akan dapat memanjang namun tidak akan
kembali seperti semula jika dilepaskan. Pada umumnya berat jenis dari
mineral-mineral ini tinggi yaitu berkisar antara 6 gr/cm3.
Manfaat
·
Bismuth,
Kuarsa, Pirit : Untuk bahan
perhiasan.
·
Sulfur,
besi : Bahan
campuran logam
·
Prite,tembaga,
perak : obat-obatan, pupuk,
kosmetik
·
Grafit : Untuk
pembuatan alat tulis.
Berikut
ini contoh deskripsi dari mineral kelompok native element ( unsur murni)
Emas (Au)
Warna : Kuning, Kuning Keemasan
Goresan : Kuning Keemasan
Kilap : Logam
Belahan : Tidak ada
Pecahan : Hackly
Kekerasan : 2,5-3
Skala Mohs
Sistem Kristal : Isometrik
Berat jenis : 15,2-19,3 gr/cm3
Gambar 2. Sistem Kristal Emas |
Gambar 3. Petrografi Emas |
Gambar 4. Struktur Atom Emas |
Genesa :
Emas terbentuk di
daerah hidrotermal sebagai endapan bijih yang berasosiasi dengan Pirit,
Kalkopirit, Arsenopirit, Tourmaline, dan Kuarsa. Didunia emas banyak ditemukan
di Afrika Selatan, Australia bagian Barat, Venezuela, Canada, dan Amerika
Serikat (Alaska).
Kegunaan :
Emas digunakan
sebagai perhiasan seperti cincin, kalung, dan lain sebagainya. Selain itu, emas
juga biasanya digunakan sebagai barang komoditas yang harganya selalu naik.
Daftar Pustaka:
Abdullah,
Muhammad, dkk. 2011. Minerals of Hydrothermal and Fumarolic Systems.
Yogyakarta; Program Studi Geofisika FMIPA UGM.
Alfianto, Agung Dwi. 2013. Modul Praktikum Mineralogi 2013. Yogyakarta;
Program Studi Geofisika FMIPA UGM.
Hertanto, Hendrik Boby. 2012. Praktikum Mineralogi. [Internet] tersedia
dalam: <http://geoenviron.blogspot.com/2012/10/praktikum-mineralogy.html> [diakses pada 3 Februari 2015]
Mineral Ekonomis
Kalau dulu kita sudah pernah membahas mengenai istilah-istilah dalam mineralogi serta klasifikasi Dana, sekarang akan membahas sedikit mengenai mineral ekomonis, semoga tulisan yang sedikit ini bisa bermanfaat bagi anda semua.
Pendahuluan
Mineral memiliki banyak
manfaat dalam kehidupan. Secara langsung mineral – mineral yang memiliki nilai
jual dapat langsung dimanfaatkan dan diambil melalui proses tambang. Di sisi
lain, mineral berfungsi sebagai indikator yang dapat memberikan informasi di
bidang eksplorasi minyak dan gas, serta geothermal.
Mineral
ekonomis secara khusus dipelajari di bidang Geologi Ekonomi. Geologi ekonomi merupakan
cabanga dari geologi yang berhubungan dengan material bumi yang dapat digunakan
untuk tujuan ekonomi atau industri. Material tersebut mencakup logam mulia dan
logam murni, mineral non logam, batu untuk konstruksi, mineral minyak bumi,
batubara, dan air. Istilah ini umumnya mengacu pada endapan mineral logam dan
sumber mineral.
![]() |
Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Newmont_Mining_ Corporation#mediaviewer/File:Batu_Hijau_mine_ore_trucks.jpg |
Mineral Bijih (Ores Mineral)
Bijih
atau Ore adalah material/batuan yang terdiri dari gabungan mineral bijih dengan
komponen lain (mineral non logam) yang dapat diambil satu atau lebih logam
secara ekonomis. Apabila bijih yang diambil hanya satu jenis logam saja maka
disebut single ore. Apabila yang bisa diambil lebih dari satu jenis bijih maka
disebut complex-ore. Suatu endapan dikatakan bijih sebenarnya dilihat dari
nilai ekonomisnya, bila harga pengolahan dan harga pasaran berfluktuasi, suatu
saat endapan mineral dikatakan sebagai bijih dan di saat lain bukan lagi.
Bijih
diekstraksi melalui penambangan, kemudian hasilnya dimurnikan lagi untuk
mendapatkan unsur-unsur yang bernilai ekonomis. Mineral non logam yang
dikandung oleh suatu bijih pada umumnya tidak menguntungkan bahkan biasanya
hanya mengotori saja, sehingga sering dibuang. Mineral non logam tersebut
disebut gangue mineral, sedangkan timbunan limbah hasil ekstraksi disebut
tailing.
Bijih
logam secara umum merupakan persenyawaan oksida, sulfida, silikat, atau logam
murni, biasanya tidak berbentuk persenyawaan seperti emas melainkan terdapat
mineral yang berasosiasi dengan mineral ekonomis tersebut. Bijih harus diolah
untuk mengekstraksi logam-logam mineral bijih dari mineral asosiasi. Seperti Pirit
(FeS2) yang berasosiasi dengan bijih emas, karena mengandung fragmen emas murni
sebagai inklusi (refractory gold). Proses "pembentukan bijih" disebut
sebagai ore genesis.
Penggolongan bijih menurut pembentukannya :
- Bijih primer (hipogen),
yakni bijih yang diendapkan pada saat terjadinya proses pelogaman.
- Bijih sekunder (supergen),
yakni bijih yang diendapkan sebagai akibat alterasi dari bijih primer,
oleh proses pelapukan dari air permukaan yang meresap ke dalam tanah.
Proses Pembentukan Mineral Bijih
Kebanyakan bijih di dunia ini yang
ditambang adalah berasal dari mineral bijih yang diendapkan oleh larutan
hidrotermal. Larutan hidrotermal dapat berasal dari larutan pelepasan air yang
terkandung dalam magma saat magma naik dan mendingin (Larutan Magmatik). Sumber
lainnya berasal dari air meteoric atau air hujan yang masuk ke kerak bumi.
Sistem pembentukan mineralisasi dalam
system hidrotermal secara umum terdiri dari endapan mineral tipe porfiri,
mesotermal sampai epitermal (Corbett dan Leach, 1996)
1. Tipe porfiri terbentuk pada kedalaman
lebih besar dari 1 km dan batuan induk berupa batuan intrusi
2. Tipe mesotermal terbentuk pada
temperatur dan tekanan menengah
3. Tipe epitermal terbentuk di lingkungan
dangkal dengan temperatur < 300oC, dan fluida hidrotermal diinterpretasikan bersumber
dari fluida meteorik. Sistem ini umumnya mempunyai variasi endapan mineral
bijih. Mineral bijih tersebut diantaranya timonidsulfat, arsenidsulfat, emas
dan perak, stibnite, argentit, cinabar, elektrum, emas murni, perak murni,
selenid, dan mengandung sedikit galena, spalerit, dan galena. Mineral penyerta
terdiri dari.
Daftar Pustaka:
Abdullah,
Muhammad, dkk. 2011. Minerals of Hydrothermal and Fumarolic Systems.
Yogyakarta; Program Studi Geofisika FMIPA UGM.
Alfianto, Agung Dwi. 2013. Modul Praktikum Mineralogi 2013. Yogyakarta;
Program Studi Geofisika FMIPA UGM.
Hertanto, Hendrik Boby. 2012. Praktikum Mineralogi. [Internet] tersedia
dalam: <http://geoenviron.blogspot.com/2012/10/praktikum-mineralogy.html> [diakses pada 3 Februari 2015]
Anonim.
2011. Endapan Mineral Deposit. [Internet] tersedia dalam: <http://toba-geoscience.blogspot.com/2011/07/endapan-mineral-mineral-deposit.html> [diakses pada 3 Februari 2015]
Anonim.
2014. Geologi Ekonomi. [Internet] tersedia dalam: <http://id.wikipedia.org/wiki/Geologi_ekonomi> [diakses pada 3 Februari 2015]
Anonim.
2014. Geologi Ekonomi. [Internet] tersedia dalam: <https://tambangunhas.wordpress.com/tag/mineral-deposit/> [diakses pada 3 Februari 2015]
Enhanced Geothermal Power
Every countries have problems of energy sustainability, this was due to the limited supply of oil and gas. Now, oil and gas are the main energy source in the world so that the energy current depends on the availability of oil and gas. On the other hand, the energy demand is increasing, the main factors are increasing people population and industrial sector. Energy conservation needs to be done to solve the problem, we have to find a replacement energy to achieve national energy sustainability.
Geothermal power is the one solution in energy crisis, it’s one of renewable energy, cost effective, reliable, sustainable, and environmentally friendly but has historically been limited to areas near tectonic plate boundaries. Recent technological advances have dramatically expanded the range and size of viable resources, especially for applications such as home heating, opening a potential for widespread exploitation. Geothermal wells release greenhouse gases trapped deep within the earth, but these emissions are much lower per energy unit than those of fossil fuels. As a result, geothermal power has the potential to help mitigate global warming if widely deployed in place of fossil fuels.
In the applying for geothermal energy sources, should have the following parameters: A high temperature (at least 1500 C below ground), A great scent pressure (at least 3.5 atmosphere), Considerable volume of steam (10 tons per hour = 1000 KW electricity), A maximum of 3000 meters well’s depth, and the Steam does not cause rust (pH should be more than 6).
There is no tool to measure directly some parameters in geothermal, it’s not like well logging in oil and gas, which doing one measuring can measure some parameter in petrophysics such as density log, gamma ray log, sonic log, caliper log, resistivity log, neutron log, and many others logging.
Here we offer a tool that can be used to measure temperature, pressure, pH, and concentration of gas in geothermal production. This tool has same concept with wireline logging in oil and gas, but this tool will measure these parameters in the field effectively and efficiently, and even this tool can measure at surface and also in the depth of well.
We would like to make a system using sensors that each of them can sense the parameter above. The sensors they are thermocouple, Taguchi Gas Sensor ( TGS ), vibration sensor, and pH sensor. Thermocouple is used to measure well temperature, Taguchi Gas Sensor ( TGS ) is used to measure concentration of well gas and surface gas which produced from fumarolic and solfataric, The vibration sensor is used to measure well pressure, and the last pH sensor is used to measure pH concentration of well.
Of course, all of the sensors are integrated which controlled by microcontroller in. The microcontroller must process all the data received from the sensors and directly process it. The final output can be seen in the display. The tool we designed may be doable. Considering all of the stuff are widely used in many applications and reasonably priced. This tool might answer the present problem concerning geothermal.
With optimizing of geothermal power can reduce dependence of fossil energy (Oil, Gas, and Coal), reduce greenhouse effect hopefully, can help geothermal development and increasing geothermal production, in the last with existing of this tool can solve energy crisis.
![]() |
Source: http://www.thejakartapost.com/news/2014/04/21/geothermal-power.html |
Geothermal power is the one solution in energy crisis, it’s one of renewable energy, cost effective, reliable, sustainable, and environmentally friendly but has historically been limited to areas near tectonic plate boundaries. Recent technological advances have dramatically expanded the range and size of viable resources, especially for applications such as home heating, opening a potential for widespread exploitation. Geothermal wells release greenhouse gases trapped deep within the earth, but these emissions are much lower per energy unit than those of fossil fuels. As a result, geothermal power has the potential to help mitigate global warming if widely deployed in place of fossil fuels.
In the applying for geothermal energy sources, should have the following parameters: A high temperature (at least 1500 C below ground), A great scent pressure (at least 3.5 atmosphere), Considerable volume of steam (10 tons per hour = 1000 KW electricity), A maximum of 3000 meters well’s depth, and the Steam does not cause rust (pH should be more than 6).
There is no tool to measure directly some parameters in geothermal, it’s not like well logging in oil and gas, which doing one measuring can measure some parameter in petrophysics such as density log, gamma ray log, sonic log, caliper log, resistivity log, neutron log, and many others logging.
Here we offer a tool that can be used to measure temperature, pressure, pH, and concentration of gas in geothermal production. This tool has same concept with wireline logging in oil and gas, but this tool will measure these parameters in the field effectively and efficiently, and even this tool can measure at surface and also in the depth of well.
We would like to make a system using sensors that each of them can sense the parameter above. The sensors they are thermocouple, Taguchi Gas Sensor ( TGS ), vibration sensor, and pH sensor. Thermocouple is used to measure well temperature, Taguchi Gas Sensor ( TGS ) is used to measure concentration of well gas and surface gas which produced from fumarolic and solfataric, The vibration sensor is used to measure well pressure, and the last pH sensor is used to measure pH concentration of well.
Of course, all of the sensors are integrated which controlled by microcontroller in. The microcontroller must process all the data received from the sensors and directly process it. The final output can be seen in the display. The tool we designed may be doable. Considering all of the stuff are widely used in many applications and reasonably priced. This tool might answer the present problem concerning geothermal.
With optimizing of geothermal power can reduce dependence of fossil energy (Oil, Gas, and Coal), reduce greenhouse effect hopefully, can help geothermal development and increasing geothermal production, in the last with existing of this tool can solve energy crisis.
Minggu, 14 Desember 2014
Posted by Arriqo Arfaq
Klasifikasi Lipatan Billing (1986)
Klasifikasi lipatan menurut Billing (1986) di dasarkan pada: Bentuk penampang tegak, Intensitas lipatan, Sifat lipatan dan kedalaman, dan Kedudukan axial surface dan hinge line. Berikut akan dijelaskan lebih rinci terkait klasifikasi lipatan tersebut:
· A. Berdasarkan bentuk
penampang tegak :
- Lipatan simetri :lipatan dimana axial plane-nya vertikal
- Lipatan asimetri :lipatan dimana axial plane-nya condong
- Overturned fold :lipatan dimana axial plane-nya condong dan kedua sayapnya miring ke arah yang sama dan biasanya pada sudut yang berbeda
- Recumbent fold :lipatan dimana axial plane-nya horizontal
- Vertical isoclinal fold :lipatan dimana axial plane-nya vertical
- Isoclined isoclinal fold :lipatan dimana axial plane-nya condong
- Recumbent isoclinal fold :lipatan dimana axial plane-nya horizontal
- Chevron fold :lipatan dimana hinge-nya tajam dan menyudut
- Box fold :lipatan dimana crest-nya luas dan datar
- Fan fold :lipatan dimana sayapnya membalik
- Monocline :lipatan dimana kemiringan lapisan secara lokal terjal
- Structure terrace :lipatan dimana kemiringan lapisan secara lokal dianggap horizontal
- Homocline :lapisan yang miring dalam satu arah pada sudut yang relatif sama
· B. Berdasarkan intensitas
lipatan :
- Open fold :lipatan yang lapisannya tidak mengalami penebalan atau penipisan karena deformasi yang lemah
- Closed fold :lipatan yang lapisannya mengalami penebalan atau penipisan karena deformasi yang kuat
- Drag fold :lipatan-lipatan kecil yang terbentuk pada sayap-sayap lipatan yang besar akibat terjadinya pergeseran antara lapisan kompeten dengan lapisan tak kompeten
- En enchelon fold :beberapa lipatan yang sifatnya lokal dan saling overlap satu dengan yang lain
- Culmination dan depression :lipatan-lipatan yang menunjam pada arah yang berbeda, sehingga terjadi pembubungan dan penurunan
- Anticlinorium :yaitu antiklin mayor yang tersusun oleh beberapa lipatan yang lebih kecil
- Synclinorium :yaitu sinklin mayor yang tersusun oleh beberapa lipatan yang lebih kecil
· C. Berdasarkan sifat
lipatan dan kedalaman :
- Similar fold :lipatan yang tiap lapisannya lebih tipis pada sayapnya dan lebih tebal pada hinge-nya
- Paralel/concentric fold :lipatan dengan anggapan bahwa ketebalan lapisan tidak berubah selama perlipatan
- Pierching/diaphiric fold :lipatan dimana intinya yang aktif telah menerobos melalui batuan diatasnya yang lebih rapuh
- Supratenuous fold :lipatan yang terbentuk karena adanya perbedaan kompaksi sedimen pada saat pengendapan terjadi di punggung bukit
- Disharmonic fold :lipatan yang bentuknya tak seragam dari lapisan ke lapisan
· D. Berdasarkan kedudukan
axial surface dan hinge line :
- Horizontal normal :lipatan dimana kedudukan axial surface vertikal dan hinge line horizontal
- Plunging normal :lipatan dimana kedudukan axial surface vertikal dan hinge line menunjam
- Horizontal inclined :lipatan dimana kedudukan axial surface miring dan hinge line horizontal
- Plunging inclined :lipatan dimana kedudukan axial surface miring dan hinge line menunjam, tetapi jurus axial plane miring terhadap sumbu lipatan
- Reclined :lipatan dimana kedudukan axial surface miring dan hinge line menunjam, tetapi jurus axial plane tegak lurus terhadap sumbu lipatan
- Vertical :lipatan dimana kedudukan axial surface dan hinge line vertical
- Recumbent :lipatan dimana kedudukan axial surface dan hinge line horizontal
Referensi:
Harset, D. 2010. 2nd Structure Geology, Klasifikasi lipatan (Billing: 1986) [Internet] tersedia dalam <http://debriadiharset.wordpress.com/2010/03/06/> [Diakses 15 November 2014]