Batuan Piroklastik
Selain batuan metamorf, sedimen dan batuan beku terdapat satu lagi
jenis batuan yang sangat unik yaitu batuan piroklastik, Kenapa disebut batuan
yang unik ?. Hal ini dikarenakan secara
genetis, kelompok batuan ini lebih dekat dengan batuan ekstrusif, tetapi secara
deskriptif dan cara terjadinya memperlihatkan ciri (struktur dan tekstur) yang
mirip dengan kelompok batuan sedimen klastik. Kelompok batuan ini di
definisikan sebagai batuan yang dihasilkan (secara langsung) oleh aktifitas
erupsi secara eksplosif dari gunung api. Karena mempunyai sifat yang unik, maka
terminologi yang digunakan untuk pemerian batuan ini juga khusus.
Batuan piroklastik sangat berbeda
teksturnya dengan batuan beku, apabila batuan beku
adalah hasil pembekuan langsung dari magma atau lava, jadi dari fase cair ke
fase padat dengan hasil akhir terdiri dari kumpulan kristal, gelas ataupun
campuran dari kedua-duanya. Sedangkan batuan piroklastik terdiri dari himpunan
material lepas-lepas (dan mungkin menyatu kembali) dari bahan-bahan yang
dikeluarkan oleh aktifitas gunung api, yang berupa material padat berbagai
ukuran (dari halus sampai sangat kasar, bahkan dapat mencapai ukuran bongkah).
Oleh karena itu klasifikasinya didasarkan atas ukuran butir maupun jenis
butirannya.
Pengamatan petrografi dari batuan
piroklastik ini sangat terbatas, oleh karena itu sangat di anjurkan, untuk
mempelajari dengan baik dari kelompok batuan piroklastik ini harus dilakukan
pengamatan di lapangan, karena keterbatasan yang dimiliki bila hanya dilakukan
pengamatan mikroskopi saja. ( Yuwono, 2002)
Contoh dari batuan piroklastik yaitu :
Tuff, Pumis,
dan Obsidian
Pelapukan Batuan (Weathering)
Pelapukan atau weathering (weather) merupakan perusakan batuan
pada kulit bumi karena pengaruh cuaca (suhu, curah hujan, kelembaban, atau
angin). Karena itu pelapukan adalah penghancuran batuan dari bentuk gumpalan
menjadi butiran yang lebih kecil bahkan menjadi hancur atau larut dalam air.
Pelapukan dibagi dalam tiga macam, yaitupelapukan mekanis, pelapukan kimiawi,
dan pelapukan biologis.
![]() |
(Sumber : http://www.phs.d211.org/science/langerma/Earth%20Science/QOD/2nd%20Semester/Rusty%20Rock.jpg) |
1.
Pelapukan Mekanis
Pelapukan mekanis atau sering disebut pelapukan fisis adalah
penghancuran batuan secara fisik tanpa mengalami perubahan kimiawi.
Penghancuran batuan ini bisa disebabkan oleh akibat pemuaian, pembekuan air,
perubahan suhu tiba-tiba, atau perbedaan suhu yang sangat besar antara siang
dan malam. Untuk lebih jelasnya bagaimana perubahan itu, perhatikan baik-baik
berikut ini:
a. Akibat pemuaian
b. Akibat Pembekuan Air
c. Akibat perubahan Suhu tiba-tiba
d. Perbedaan Suhu yang besar antara Siang dan Malam
a. Akibat pemuaian
b. Akibat Pembekuan Air
c. Akibat perubahan Suhu tiba-tiba
d. Perbedaan Suhu yang besar antara Siang dan Malam
2.
Pelapukan Kimiawi
Pelapukan kimiawi adalah pelapukan yang terjadi akibat peristiwa
kimia. Biasanya yang menjadi perantara air, terutama air hujan. Tentunya Anda
masih ingat bahwa air hujan atau air tanah selain senyawa H2O, juga mengandung
CO2 dari udara. Oleh karena itu mengandung tenaga untuk melarutkan yang besar,
apalagi jika air itu mengenai batuan kapur atau karst.
Batuan kapur mudah larut oleh air hujan. Oleh karena itu jika Anda perhatikan pada permukaan batuan kapur selalu ada celah-celah yang arahnya tidak beraturan. Hasil pelapukan kimiawi di daerah karst biasa menghasilkan karren, ponor, sungai bawah tanah, stalagtit, tiang-tiang kapur, stalagmit, atau gua kapur.
Batuan kapur mudah larut oleh air hujan. Oleh karena itu jika Anda perhatikan pada permukaan batuan kapur selalu ada celah-celah yang arahnya tidak beraturan. Hasil pelapukan kimiawi di daerah karst biasa menghasilkan karren, ponor, sungai bawah tanah, stalagtit, tiang-tiang kapur, stalagmit, atau gua kapur.
3.
Pelapukan Biologis
Mungkin Anda pernah melihat orang sedang memecahkan batu. Batu
yang besar itu dihantam dengan palu menjadi kerikil-kerikil kecil yang
digunakan untuk bahan bangunan. Atau mungkin Anda pernah melihat burung atau
binatang lainnya membuat sarang pada batuan cadas, lama kelamaan batuan cadas
itu menjadi lapuk. Dua ilustrasi ini merupakan contoh pelapukan biologis.
Pelapukan biologis atau disebut juga pelapukan organis terjadi akibat proses organis. Pelakunya adalah mahluk hidup, bisa oleh tumbuh-tumbuhan, hewan, atau manusia. Akar tumbuh-tumbuhan bertambah panjang dapat menembus dan menghancurkan batuan, karena akar mampu mencengkeram batuan. Bakteri merupakan media penghancur batuan yang ampuh. Cendawan dan lumut yang menutupi permukaan batuan dan menghisap makanan dari batu bisa menghancurkan batuan tersebut
Pelapukan biologis atau disebut juga pelapukan organis terjadi akibat proses organis. Pelakunya adalah mahluk hidup, bisa oleh tumbuh-tumbuhan, hewan, atau manusia. Akar tumbuh-tumbuhan bertambah panjang dapat menembus dan menghancurkan batuan, karena akar mampu mencengkeram batuan. Bakteri merupakan media penghancur batuan yang ampuh. Cendawan dan lumut yang menutupi permukaan batuan dan menghisap makanan dari batu bisa menghancurkan batuan tersebut
Posted by Arriqo Arfaq
Jenis-Jenis Batuan
Secara umum batuan digolongkan menjadi
3. Yaitu : batuan
beku (igneous rocks), batuan sediment (sedimentary rocks), dan batuan
metamorfosa/malihan (metamorphic rocks). Batuan-batuan tersebut
berbeda-beda materi penyusunnya dan berbeda pula proses terbentuknya.
![]() |
http://nuggetshooter.ipbhost.com/uploads/gallery/album_19/gallery_26455_19_989200.png |
Batuan beku atau sering disebut igneous
rocks adalah batuan
yang terbentuk dari satu atau beberapa mineral dan terbentuk akibat pembekuan
dari magma. Berdasarkan teksturnya batuan beku ini bisa dibedakan lagi menjadi
batuan beku plutonik dan vulkanik. Perbedaan antara keduanya bisa dilihat dari
besar mineral penyusun batuannya. Batuan beku plutonik umumnya terbentuk dari
pembekuan magma yang relatif lebih lambat sehingga mineral-mineral penyusunnya
relatif besar. Contoh batuan beku plutonik ini seperti gabro, diorite, dan
granit (yang sering dijadikan hiasan rumah). Sedangkan batuan beku vulkanik
umumnya terbentuk dari pembekuan magma yang sangat cepat (misalnya akibat
letusan gunung api) sehingga mineral penyusunnya lebih kecil. Contohnya adalah
basalt, andesit (yang sering dijadikan pondasi rumah), dan dacite
Batuan sedimen atau sering disebut sedimentary
rocks adalah batuan
yang terbentuk akibat proses pembatuan atau lithifikasi dari hasil proses
pelapukan dan erosi yang kemudian tertransportasi dan seterusnya terendapkan.
Batuan sediment ini bias digolongkan lagi menjadi beberapa bagian diantaranya
batuan sediment klastik, batuan sediment kimia, dan batuan sediment organik.
Batuan sediment klastik terbentuk melalui proses pengendapan dari
material-material yang mengalami proses transportasi. Besar butir dari batuan
sediment klastik bervariasi dari mulai ukuran lempung sampai ukuran bongkah.
Biasanya batuan tersebut menjadi batuan penyimpan hidrokarbon (reservoir rocks)
atau bisa juga menjadi batuan induk sebagai penghasil hidrokarbon (source
rocks). Contohnya batu konglomerat, batu pasir dan batu lempung. Batuan
sediment kimia terbentuk melalui proses presipitasi dari larutan. Biasanya
batuan tersebut menjadi batuan pelindung (seal rocks) hidrokarbon dari migrasi.
Contohnya anhidrit dan batu garam (salt). Batuan sediment organik terbentuk
dari gabungan sisa-sisa makhluk hidup. Batuan ini biasanya menjadi batuan induk
(source) atau batuan penyimpan (reservoir). Contohnya adalah batugamping
terumbu.
![]() |
http://nuggetshooter.ipbhost.com/uploads/gallery/album_19/gallery_26455_19_556185.png |
Batuan sedimen dibedakan oleh jenis zat pengangkutnya, yaitu :
1.
Batu sediman aeolis : batuan hasil
proses pengangkutan oleh angin
2.
Batu sediman aluvial : batuan
hasil proses pengangkutan dan pembentukan oleh air yang mengalir. Contoh :
delta di muara sungai
3.
Batu sediman marin : batuan hasil
proses pengangkutan dan dibentuk oleh air laut. Contoh : sand-dune di
pantai
4.
Batu sediman glasial : batuan
hasil proses pengangkutan dan pembentukan oleh gletser atau es yang mengalir
Batuan metamorf atau batuan
malihan adalah batuan
yang terbentuk akibat proses perubahan temperature dan/atau tekanan dari batuan
yang telah ada sebelumnya. Akibat bertambahnya temperature dan/atau tekanan,
batuan sebelumnya akan berubah tektur dan strukturnya sehingga membentuk batuan
baru dengan tekstur dan struktur yang baru pula. Contoh batuan tersebut adalah
batu sabak atau slate yang merupakan perubahan batu lempung. Batu marmer yang
merupakan perubahan dari batu gamping. Batu kuarsit yang merupakan perubahan
dari batu pasir.Apabila semua batuan-batuan yang sebelumnya terpanaskan dan
meleleh maka akan membentuk magma yang kemudian mengalami proses pendinginan
kembali dan menjadi batuan-batuan baru lagi.
![]() |
http://nuggetshooter.ipbhost.com/uploads/gallery/album_19/gallery_26455_19_493791.png |
Proses-proses tersebut berlangsung
sepanjang waktu baik di masa lampau maupun masa yang akan
datang. Kejadian alam dan proses geologi yang berlangsung
sekarang inilah yang memberikan gambaran apa yang telah terjadi di
masa lampau seperti diungkapkan oleh ahli geologi “JAMES HUTTON” dengan teorinya “THE PRESENT IS THE KEY
TO THE PAST”
Definisi Petrofisika dan Parameternya
Petrofisika (petro adalah bahasa
Latin untuk "rock" dan fisika adalah ilmu alam) adalah cabang dari
ahli kebumian (Geoscience) yang mempelajari sifat‐sifat batuan termasuk isi
yang terdapat didalamnya meliputi cairan dan bahan pembentuk itu sendiri. Ilmu
ini diperlukan untuk melakukan analisa formasi batuan. Di industri oil &
gas, sifat fisik batuan sangat penting dipelajari untuk mengetahui karakter
reservoar (batuan tempat menyimpan hidrokarbon) sebagai batuan yang layak untuk
dilakukan pengeboran ataupun perforasi (produksi) lebih lanjut, Pengambilan
data pada lubang bor untuk mengetahui unsur kandungan batuan, dengan memasukan
detektor elektronik dan radioaktif pada lubang sumur.
(Sumber Gambar: http://www.ireservoir.com/workflow_petro.html)
Beberapa parameter dalam petrofisik meliputi :
1.Porositas
2. Permeabilitas
3. Saturasi
4. Wettabilitas
5. Tekanan Kapiler
6. Resistivitas
batuan
Berikut ini akan dijelaskan beberapa parameter petrofisik tersebut :
Porositas adalah perbandingan antara volume pori-pori dengan volume total
batuan, Permeabilitas merupakan besaran yang digunakan untuk menunjukkan
seberapa besar kemampuan suatu batuan untuk mengalirkan fluida yang terkandung
didalamnya. Saturasi adalah perbandingan kuantitas (volume) suatu fluida dengan
pori-pori batuan tempat fluida tersebut berada. Wettabilitas didefinisikan
sebagai suatu kecenderungan dari adanya fluida lain yang tidak saling
mencampur. Apabila dua fluida bersinggungan dengan benda padat, maka salah satu
fluida akan bersifat membasahi permukaan benda padat tersebut, hal ini
disebabkan adanya gaya adhesi.
Refferensi:
Ikhsan, A.M. (2010) Petrofisik 1st Week
[Internet]. Tersedia dalam: <http://maikhsani.blogspot.com/2010/09/petrofisik-1st-week.html?showComment=1332679574220#c8564143643052177994> [Diakses 21 september 2014 ]
Winata,
A.P. (2012) Mencoba Belajar Petrofisika [Internet]. Tersedia dalam: <http://arifpanduwinata.blogspot.com/2012/03/mencoba-belajar-petrofisika.html
>
[Diakses 21 september 2014 ] Siklus Batuan (The Rock Cycle)
Rock Cycle Illustrated by Phil Stoffer (2005)
Bagian
luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan dimana bagian dari lautan lebih
besar daripada bagian daratan. Akan tetapi karena daratan adalah bagian dari
kulit bumi yang dapat kita amati langsung dengan dekat maka banyak hal-hal yang
dapat pula kita ketahui dengan cepat dan jelas. Salah satu diantaranya adalah
kenyataan bahwa daratan tersusun oleh beberapa jenis batuan yang berbeda satu
sama lain. Dari jenisnya batuan-batuan tersebut dapat digolongkan menjadi 3
jenis golongan. Mereka adalah : batuan beku (igneous rocks), batuan sediment
(sedimentary rocks), dan batuan metamorfosa/malihan (metamorphic rocks).
Batuan-batuan tersebut berbeda-beda materi penyusunnya dan berbeda pula proses
terbentuknya.
Siklus
batuan menggambarkan seluruh proses yang dengannya batuan dibentuk,
dimodifikasi, ditransportasikan, mengalami dekomposisi, dan dibentuk kembali
sebagai hasil dari proses internal dan eksternal Bumi. Siklus batuan ini
berjalan secara kontinyu dan tidak pernah berakhir. Siklus ini adalah fenomena
yang terjadi di kerak benua (geosfer) yang berinteraksi dengan atmosfer, hidrosfer,
dan biosfer dan digerakkan oleh energi panas internal Bumi dan energi panas
yang datang dari Matahari.
Siklus
batuan di mulai dari magma yaitu cairan berpijar yang terbentuk dalam mantel
bumi, yang merambat keluar ke permukaan bumi melalui rekahan-rekahan yang di
sebut Volcano Eruption yang biasa terjadi di Gunung Merapi. Magma tersebut
mengalami perubahan suhu (Mendingin) karena lingkungannya dan membentuk Batuan
Beku.
Batuan
beku atau sering disebut Igneous Rocks adalah batuan yang terbentuk dari satu
atau beberapa mineral dan terbentuk akibat pembekuan dari magma. Batuan beku
yang terbentuk terbagi atas 2 berdasarkan lingkungan terbentuknya. Yang pertama
adalah batuan beku dalam atau Plutonic Rock adalah batuan beku yang terbentuk
atau mendingin dalam waktu yang sangat lama karena terbentuk dalam gunung atau
korok-korok gunung merapi karena perbedaan suhu lingkungannya tidak terlalu
signifikan sehingga terbentuk atau membeku dalam waktu yang relative lama,
akibat dari waktu proses terbentuknya maka jenis batuan ini memiliki ciri yaitu
Kristal-kristal dalam batuan ini relative besar karena prosesnya yang lama, Contoh
batuan beku plutonik ini seperti gabro, diorite, dan granit (yang sering
dijadikan hiasan rumah).
Yang
kedua adalah batuan beku Ekstrusif atau batuan beku Luar atau batuan beku
vulkanik yakni batuan beku yang terbentuk akibat dari magma yang ter-erupsi
keluar ke permukaan bumi dan mendingin atau membeku dalam waktu yang sangat
cepat karena perbedaan suhu yang sangat signifikan, akibat dari proses
terbentuknya yang sangat cepat, ciri dari batuan ini adalah Kristal yang
terdapat dalam batuan sangat kecil akibat dari proses terbentuknya yang cepat
sehingga tidak sempat mengalami proses
kristalisasi yang sempurna. Contohnya adalah basalt, andesit, Obsidian, dan
dacite.
Batuan
beku ini dapat langsung meleleh kembali menjadi magma dan kembali ke permukaan
bumi apabila mendapat panas yang cukup untuk melelehkan dari lingkungannya,
namun dapat membentuk batuan sedimen.
Batuan
Sedimen atau sering disebut sedimentary rocks adalah batuan yang terbentuk
akibat proses pembatuan atau lithifikasi dari hasil proses pelapukan dan erosi
yang kemudian tertransportasi dan seterusnya terendapkan. Batuan sediment ini
bias digolongkan lagi menjadi beberapa bagian diantaranya batuan sediment
klastik, batuan sediment kimia, dan batuan sediment organik. Batuan sediment
klastik terbentuk melalui proses pengendapan dari material-material yang
mengalami proses transportasi. Besar butir dari batuan sediment klastik bervariasi
dari mulai ukuran lempung sampai ukuran bongkah. Biasanya batuan tersebut
menjadi batuan penyimpan hidrokarbon (reservoir rocks) atau bisa juga menjadi
batuan induk sebagai penghasil hidrokarbon (source rocks). Contohnya batu
konglomerat, batu pasir dan batu lempung. Batuan sediment kimia terbentuk
melalui proses presipitasi dari larutan. Biasanya batuan tersebut menjadi
batuan pelindung (seal rocks) hidrokarbon dari migrasi. Contohnya anhidrit dan
batu garam (salt). Batuan sediment organik terbentuk dari gabungan sisa-sisa
makhluk hidup. Batuan ini biasanya menjadi batuan induk (source) atau batuan
penyimpan (reservoir). Contohnya adalah batugamping terumbu.
Batuan Sedimen terbentuk apabila batuan beku
tersebut mangalami proses pelapukan akibat dari cuaca yang di alami di
lingkungannya, kemudian setelah mengalami pelapukan, hasil dari pelapukan
tersebut mengalami transportasi yang dapat melalui erosi tanah, angina atau
tertransportasi dalam es atau gletser, kemudian setelah mengalami proses
transportasi hasil pelapukan tadi mengalami proses pengendapan. Dalam proses
pengendapan ini material yang lebih berat akan mengendap di tempat yang paling
bawah sebaliknya material-material yang lebih ringan akan mengendap di atasnya,
dari sinilah terbentuknya yang namanya perlapisan tanah. Lapisan yang bawah
lama- kelamaan mendapatkan beban yang lebih berat oleh material di atasnya
sehingga kandungan airnya tertekan keluar dan akan semakin kompak dan akan
mengalami proses sementasi akibat adanya semen seperti lempung dan silica
sehingga terbentuklah batuan sedimen.
Batuan
sedimen ini dapat langsung mencair menjadi magma dan kembali ke dalam bumi atau
dapat termetamorfosis menjadi batuan metamorf apabila mendapat perubahan
tekanan dan suhu yang signifikan dari lingkungannya.
Batuan
metamorf atau batuan malihan adalah batuan yang terbentuk akibat proses
perubahan temperature dan/atau tekanan dari batuan yang telah ada sebelumnya.
Akibat bertambahnya temperature dan/atau tekanan, batuan sebelumnya akan
berubah tektur dan strukturnya sehingga membentuk batuan baru dengan tekstur
dan struktur yang baru pula. Contoh batuan tersebut adalah batu sabak atau
slate yang merupakan perubahan batu lempung. Batu marmer yang merupakan
perubahan dari batu gamping. Batu kuarsit yang merupakan perubahan dari batu
pasir.
Batuan
metamorf juga dapat terbentuk melalui batuan beku apabila batuan beku tersebut
mendapat perubahan tekanan dan suhu dari lingkungannya yang mampu merubahnya
menjadi batuan metamorf. Batuan metamorf tidak merubah kandungan kimia batuan
sebelumnya, namun hanya merubah susunan mineral dari batuan sebelumnya yang
tidak beraturan menjadi susunan mineral yang sejajar atau memanjang, contohnya
perubahan batugranit menjadi batuan metamorf yaknik batugneiss
Proses-proses
yang terjadi pada Siklus batuan berlangsung sepanjang waktu baik di masa lampau
maupun masa yang akan datang. Kejadian alam dan proses geologi yang berlangsung
sekarang inilah yang memberikan gambaran apa yang telah terjadi di masa lampau
seperti diungkapkan oleh ahli geologi “JAMES
HUTTON” dengan teorinya “THE PRESENT
IS THE KEY TO THE PAST”.
REFFERENSI :
Rock
Cycle. (2005) [Gambar
Online], Sumber dari: <http://geologycafe.com/erosion/rock_cycle_illustrated.html> [Diakses 21 September 2014]
Jurnal Geologi. (2010)
Siklus Batuan [Internet]. Tersedia dalam: <http://jurnal-geologi.blogspot.com/2010/02/siklus-batuan.html> [Diakses 21 september 2014 ]
Doddys. (2008) Siklus Batuan
[Internet]. Tersedia dalam: <http://doddys.wordpress.com/2008/02/19/rock-cycle-siklus-batuan/> [Diakses 21 september 2014 ]
Kupas Tuntas Lapindo Brantas (3)
Identifikasi menurunan permukaan tanah dengan mengunakan
metode Geolistrik konfigurasi Wenner
Jika kita bebicara tentang penurunan permukaan tanah maka
akan erat kaitannya dengan proses geologi yang dinamakan deformasi batuan. Deformasi
adalah proses perubahan pada tubuh batuan akibat gaya yang bekerja padanya.
Perubahan yang terjadi berupa perubahan posisi, bentuk, dan volume. Batuan
sedimen dianggap terkena deformasi apabila berada dalam kedudukan yang tidak horizontal
(miring/tegak). Kedudukan batuan yang miring dinyatakan dalam notasi strike dan
dip.
Deformasi disebabkan
oleh gaya atau tekanan yang bekerja pada materi tersebut. Adapun faktor-faktor
yang mengontrol terjadinya deformasi suatu materi adalah :
1. Temperatur dan
tekanan ke semua arah; pada temperatur dan tekanan yang rendah akan lebih cepat
terjadi patahan, pada temperatur dan tekanan yang tinggi akan terjadi lenturan
atau bahkan lelehan.
2. Kecepatan gerakan
yang disebabkan oleh gaya yang diberikan; gerakan yang cepat dapat menyebabkan
patahan, sedangkan gerakan yang lambat dapat menimbulkan lenturan, tergantung
dari bahan yang bersangkutan dan dari keadaan-keadaan lain.
3. Sifat material, yang
bisa lebih rapuh atau lebih lentur.
Tekanan (Stess) merupakan
gaya yang diberikan atau dikenakan pada suatu medan atau area. Tekanan terbagi
menjadi tekanan seragam (uniform stress) yaitu gaya yang bekerja pada suatu
materi sama atau seragam di semua arah, dan tekanan diferensial atau tekanan
dengan gaya yang bekerja tidak sama di setiap arah. Tekanan diferensial terbagi
menjadi tensional stress, compressional stress, dan shear stress.
3 (tiga) jenis stress:
- Compression:
dihasilkan akibat gaya eksternal yang saling berhadapan dan keduanya saling
menekan batuan. Batuan akan mengalami pemendekan (shortening).
- Tension: dihasilkan
akibat gaya eksternal yang saling berhadapan dan keduanya saling menjauhi
batuan. Batuan akan mengalami pemanjangan.
- Shear: dihasilkan
akibat gaya eksternal yang bekerja saling sejajar namun berlawanan arah. Batuan
akan mengalami pergeseran antar perlapisan.
Gambar 12. Macam-macam jenis stress
Salah satu dari produk
deformasi adalah Sesar (Patahan/ Fault) adalah retakan pada batuan yang
melaluinya telah terjadi sejumlah gerakan. Sesar dibagi menjadi tiga macam :
1. Sesar normal
Hanging wall relatif
turun terhadap foot wall, bidang sesarnya mempunyai kemiringan yang besar.
Sesar ini biasanya disebut juga sesar turun
2. Sesar mendatar
Pergerakan dari sesar
ini horizontal. Sesar mendatar ditentukan dengan menghadap bidang sesar, bila
bidang didepan bergerak kekiri seperti diagram disebut mendatar sinistal, dan
sebaliknya sesar mendatar dekstral.
3. Sesar oblique
Pergerakan dari sesar
ini gabungan antara horizontal dan vertikal. Gaya-gaya yang bekerja menyebabkan
sesar mendatar dan sesar normal.
4. Sesar translasi
Sesar ini mengalami
pergeseran sepanjang garis lurus. Biasanya Hanging wall relatif naik terhadap
foot wall, dengan kemiringan bidang sesar besar. Sesar ini biasanya disebut
juga sesar naik. Umumnya sesar normal dan sesar naik pergerakannya hanya
vertikal, jadi sering disebut sebagai sesar dip-slip.
5. Sesar gunting
Pergerakan dari sesar
ini juga sama dengan sesar oblique yaitu horizontal dan vertikal. Sesar yang
pergeserannya berhenti pada titik tertentu sepanjang jurus sesar. Gaya yang
bekerja sama dengan sesar normal.
Gambar 13. Macam-macam sesar
Pada pembahasan kali
ini akan dijelaskan identifikasi patahan di daerah Porong dengan menggunakan
Geolistrik konfigurasi Wenner, dimana patahan tersebutlah yang
menyebabkan penurunan permukaan tanah. Pada identifikasi kali ini digunakan
data-data survei Geolistrik dari Geofisika ITS, penulis hanya menambahi
keterangan tenatang deformasi batuan dan penjelasan mengenai metode Geolistrik saja, sementara selebihnya
berupa data-data dan gambar dari dasil pengukuran dan interpreatsi Geofisika
ITS.
Geolistrik adalah salah
satu metode dalam geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi
dan bagaimana mendeteksinya. Pendeteksian meliputi pengukuran medan potensial,
arus, dan elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah maupun akibat penginjeksian
arus ke dalam bumi.
Menurut Hendrajaya dan
Idam (1990), metode geolistrik resistivitas merupakan metode geolistrik yang
mempelajari sifat resistivitas (tahanan jenis) listrik dari lapisan batuan di
dalam bumi. Pada metode ini arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua
buah elektroda arus dan dilakukan pengukuran beda potensial melalui dua buah
elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial listrik akan
dapat dihitung variasi harga resistivitas pada lapisan permukaan bumi di bawah
titik ukur (Sounding point). Pada metode geolistrik dikenal banyak konfigurasi
elektroda, diantaranya yang sering digunakan adalah : konfigurasi Wenner,
konfigurasi Schlumberger, konfigurasi Dipol-dipol dan lain-lain.
Metode geolistrik
resistivitas didasarkan pada anggapan bahwa bumi mempunyai sifat homogen
isotropis. Pada kenyataannya bumi terdiri dari lapisan-lapisan bebatuan dengan
nilai resistivitas yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur
dipengaruhi oleh lapisan-lapisan tersebut dan menyebabkan nilai tahanan jenis
yang terukur tergantung pada jarak elektroda. Nilai tahanan jenis yang terukur
bukanlah tahanan jenis yang sebenarnya melainkan tahanan jenis semu (ρa).
Nilai tahanan jenis
dari bahan atau material berbanding terbalik dengan daya hantar listrik
(conductivity).
dimana ;
R = tahanan
(resistance) dalam ohm
△V
= beda potensial listrik dalam volt
I = arus listrik yang
mengalir dalam ampere.
Konfigurasi
Wenner
Metode ini
diperkenalkan oleh Wenner (1915). Konfigurasi Wenner merupakan salah satu
konfigurasi yang sering digunakan dalam eksplorasi geolistrik dengan susunan
jarak spasi sama panjang (r1 = r4 = a dan r2 = r3 = 2a). Jarak antara elektroda
arus (C1 dan C2) adalah tiga kali jarak elektroda potensial, jarak potensial
dengan titik souding-nya adalah a / 2, maka jarak masing-masing elektroda arus
dengan titik sounding-nya adalah 3a / 2 .
Gambar 14. Susunan Elektroda Konfigurasi Wenner
Target kedalaman yang
mampu dicapai pada metode ini adalah a / 2. Pada konfigurasi Wenner
jarak antara elektroda arus dan elektroda potensial adalah sama (AM = NB = a dan
jarak AN = MB = 2a) seperti yang terlihat pada Gambar 13.
Suyarto, dkk. (2003),
menjelaskan bahwa pengukuran resistivitas secara umum dilakukan dengan
menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi dengan menggunakan dua
elektroda arus (C1 dan C2), dan pengukuran beda potensial dengan menggunakan dua
elektroda tegangan (P1 dan P2). Dari data harga arus (I) dan beda potensial
(V), dapat dihitung nilai resistivitas semu (ρa) seperti pada persamaan 2.2.
k adalah faktor
geometri yang bergantung pada penempatan elektroda di permukaan yang besarnya
:
dengan AM = MN = NB = a
Sehingga faktor
geometri untuk konfigurasi Wenner adalah:
dengan R adalah besar
nilai hambatan yang terukur.
Penelitian ini diakukan
di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pada penelitian
ini menggunkan 3 lintasan dan berikut ini adalah kordinat masing-masing
lintasan tersebut:
LINTASAN 1 112°43’03,2”
BT dan 07°31’53,6” LS, Arah E 98° S
LINTASAN 2 112°43’10,2”
BT dan 07°31’53,5” LS, Arah N 5° E
LINTASAN 3 112°43’39,3”
BT dan 07°31’52,2” LS, Arah E 90° S
Gambar 15. Peta Lokasi Lintasan Penelitian
Desain setiap lintasan pada survei Geolistrik
Gambar 16. Desain Susunan Elektroda
Alat-alat yang
digunakan dalam peelitian ini adalah:
A. 1 buah Resistivitymeter Campus Tigre
B. 2 elektroda arus dan 2 elektroda potensial
C. 4 buah palu geologi
D. 2 rol meteran
E. 1 buah kompas
F. 1 buah GPS
G. 1 buah kamera digital
H. 5 buah HT
Gambar 17. Alat-alat untuk survey Geolistrik
Data-data yang sudah
terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan software Res2dinv, yaitu software yang khusus digunakan untuk mengolah data
hasil survei Geolistrik, software tersebut akan menggambarkan lapisan batuan
melalui perbedaan warna dari perbedaan resistivitas setiap batuan.
Gambar 18. Tampilan Program Res2dinv
Gambar 19. Data yang diolah dengan Res2dinv
Berikut ini adalah
hasil olahan data geolistrik dengan software Res2dinv dalam bentuk 2 dimensi
Gambar 20. Penampang 2-D Setiap Lintasan
Dari gambar tersebut
dapat diketahui patahan-patahan terjadi pada lintasan 1 dan 2.
Posisi Patahan lintasan
1
Titik 43 m =
112°43’04,7” BT dan 07°31’53,8” LS
Titik 57 m =
112°43’04,8” BT dan 07°31’53,9” LS
Titik 77 m =
112°43’05,7” BT dan 07°31’54” LS
Titik 98 m
=112°43’06,7” BT dan 07°31’54” LS
Titik 110 m
=112°43’06,8” BT dan 07°31’54,1” LS
Titik 125 m
=112°43’04,2” BT dan 07°31’54,2” LS
Titik 136 m
=112°43’07,6” BT dan 07°31’54,2” LS
Arahnya N 50° E
Posisi Patahan Lintasan
2
Titik 50 m =
112°43’04,7” BT dan 07°31’53,8” LS
Titik 100 m =
112°43’05,7” BT dan 07°31’54” LS
Arahnya N 50° E
Gambar 21. Analisa patahan pada lintasan 1 dan 2
KESIMPULAN
1. Bidang
patahan/retakan untuk lintasan 1 berada pada titik 43 m; 57 m; 77 m, 98 m; 110
m; 125 m; 136 m.
2. Bidang
patahan/retakan untuk lintasan 2 berada pada titik 50 m; 100 m.
3. Adanya amblesan
akibat perubahan porositas di bawah permukaan karena keluarnya massa batuan di
sekitar sumur eksplorasi BJP-1 telah menyebabkan patahan dangkal/retakan di
desa Renokenongo dan semakin mendekati tanggul maka patahan/retakan semakin
banyak.
SARAN
1. Perlu dilakukan
penelitian dengan metode geofisika lainnya sehingga dapat dilakukan
perbandingan untuk memperoleh hasil yang lebih akurat.
2. Perlu dilakukan
penelitian yang berkelanjutan yaitu dengan penambahan titik ukur yang berasosiasi
dengan penambahan target kedalaman sehingga dapat diperoleh gambaran bawah
permukaan lebih luas.
3. Pengukuran patahan
di daerah sekitar lumpur panas Sidoarjo sebaiknya dilakukan secara periodik.
Hal ini dilakukan guna mengetahui pola dan tingkat penyebaran patahan di daerah
tersebut.
Diakhir pembahasan ini
penulis akan menukil sedikit perkataan Ibnu Qoyyim,
“Andaikata kita bisa
menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusanNya, maka tidak
kurang dari ribuan hikmah. Namun akal kita sangat terbatas, pengetahuan kita
terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan
ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia dibawah sinar matahari. Dan
ini pun hanya kira-kira, yang sebenarnya tentu lebih dari sekedar gambaran
ini.”
Daftar Pustaka:
1. Telford, W. M., Geldart, L. P., Sherif, R.E dan Keys, D. D. 1988. Applied Geophysics First Edition. Cambridge University Press. Cambridge.New York
2. Akbar. Ali Azhar. 2007. Konspirasi di Balik Lumpur Lapindo, Dari Aktor Hingga Strategi Kotor. Galangpress. Yogyakarta.
3. Davies, R.J., Swarbrick, R.E., Evans, R.J., and Huuse, M., 2007. Birth of a Mud Volcano: East Java, 29 Mey 2006. GSA: vol. 17 no. 2, doi: 10.1130/GSATO1702A.1.
4. Novenanto, Anton. 2012. The Lapindo Case by Mainsteam Media. Universitas Brawijaya. Malang
5. Setiawati, Elis. 2009. Kasus Lumpur Lapindo dalam Berita Media Online (Analisis Berita Kasus Lumpur Lapindo di Detik.com). Fakultas Dakwah, UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
6. Satrio, dkk. 2012. Studi Asal-Usul lapindo Periode 2007-2012 Menggunakan Isotop Alam. Batan. Yogyakarta.
7. Anonim, Analisis Patahan disekita Tanggul Lumpur Lapindo dengan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner. ITS. Surabaya.
9. Anonim. 2014. Geophysics Field Camp 20014 Handbook. Geofisika UGM. Yogyakarta.
8. Kompas Daily (2006) Lumpur Merusak Areal Sawah. Kompas Daily [accessed May 24, 2009] http://www2.kompas.com/kompas -cetak/0606/01/jatim/53407.htm.
10. http://rovicky.wordpress.com/2006/08/2 5/seputar lumpur sidoarjo, dampak eksplorasi dan lainnya, (2012).
11. http://www.crisp.nus.edu.sg/coverages/ mudflow/index_IK_p42.html foto udara daerah Porong, 2012.
4. Novenanto, Anton. 2012. The Lapindo Case by Mainsteam Media. Universitas Brawijaya. Malang
5. Setiawati, Elis. 2009. Kasus Lumpur Lapindo dalam Berita Media Online (Analisis Berita Kasus Lumpur Lapindo di Detik.com). Fakultas Dakwah, UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
6. Satrio, dkk. 2012. Studi Asal-Usul lapindo Periode 2007-2012 Menggunakan Isotop Alam. Batan. Yogyakarta.
7. Anonim, Analisis Patahan disekita Tanggul Lumpur Lapindo dengan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner. ITS. Surabaya.
9. Anonim. 2014. Geophysics Field Camp 20014 Handbook. Geofisika UGM. Yogyakarta.
8. Kompas Daily (2006) Lumpur Merusak Areal Sawah. Kompas Daily [accessed May 24, 2009] http://www2.kompas.com/kompas -cetak/0606/01/jatim/53407.htm.
10. http://rovicky.wordpress.com/2006/08/2 5/seputar lumpur sidoarjo, dampak eksplorasi dan lainnya, (2012).
11. http://www.crisp.nus.edu.sg/coverages/ mudflow/index_IK_p42.html foto udara daerah Porong, 2012.
12. http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_lumpur_panas_Sidoarjo
13. http://noenkcahyana.blogspot.com/2010/10/di-bawah-sidoarjo-terdapat-gunung.html
14. http://geologi278.blogspot.com/2013/08/fenomena-semburan-lumpur-panas-di.html
Artikel Terkait : Kupas Tuntas Lapindo Brantas (1) Kupas Tuntas Lapindo Brantas (2)
Artikel Terkait : Kupas Tuntas Lapindo Brantas (1) Kupas Tuntas Lapindo Brantas (2)
4.
Kupas Tuntas Lapindo Brantas (2)
Penyebab
Semburan Lumpur Sumber 1 (Blog Geolog)
Pada artikelnya, Davies
(2007) langsung mengkategorikan fenomena ini sebagai gunung lumpur (Mud
Vulcano), Gunung lumpur yang terdapat di Jawa bagian timur pada umumnya
terbentuk pada cekungan yang terisi oleh endapan batuan sedimen laut yang cukup
tebal, mengandung minyak dan gas bumi. Kemunculan lumpur dalam proses
pembentukan gunung di wilayah ini, pada umumnya diakibatkan oleh adanya
struktur geologi, seperti lipatan dan sesar serta energi yang mendorongnya sehingga
lumpur tersebut dapat mencapai permukaan. Gas bumi bertekanan tinggi yang
berada di puncak antiklin dan adanya sesar sebagai zona lemah merupakan faktor
penyebab migrasinya fluida atau gas ke permukaan.
Gambar 5. Transisi Gunung Lumpur (Mud Vulcano)
Pada kasus Lapindo
semburan gunung Lumpur (Mud Vulcano) dipicu oleh aktivitas pengeboran yang
menggunakan tekanan besar pada lapisan limestone. Gunung lumpur bukanlah
kejadian baru di Jawa Timur, setidaknya ada dua gunung lumpur aktif: di
Sangiran, Purwodadi (Davies, 2007; Mazzini 2007) dan Kalang Anyar (Davies ,
2008). Mazzini (2007) memandang hipotesa Davies (2007), tentang semburan yang
dipicu oleh aktivitas pengeboran, sebagai inconclusive. Kemudian, Mazzini
mengangkat hipotesa semburan dipicu gempa bumi. Bantahan Mazzini itu dibantah
kembali oleh Davies (2008) dengan menghadirkan kronologis pengeboran di sumur
Banjar Panji -1.
Dalam kronologis itu
dapat diketahui bahwa setelah mata bor mencapai kedalaman 1.091 meter Lapindo
melanjutkan pengeboran tanpa menggunakan selubung pelindung ( casing) apapun. Pada
27 Mei, selang 10 menit setelah gempa
mengguncang Yogyakarta -Jawa tengah pukul 06:02 WIB terjadi loss, masuknya
lumpur ke dalam lubang pengeboran. Lapindo meneruskan pengeboran selama 6 jam
sampai mencapai kedalaman 2.834 meter. Lapindo memutuskan untuk menghentikan
pengeboran dan menarik mata bor ke permukaan tanah.
Ketika bor sudah keluar
semua, lumpur mulai mengalir dari lubang. Lapindo berusaha menutup lubang
dengan semen dan berhasil. Lumpur tidak lagi keluar dari lubang pengeboran itu.
Esok harinya, 28 Mei, terjadi kick, cairan yang mengaliri seluruh lubang bor
menendang lapisan tanah di seputar lubang pengeboran yang ternyata tidak cukup
kuat menahan tekanan dari cairan itu. Akibatnya, lapisan tanah di sekeliling
lubang pengeboran retak, dan cairan itu keluar dari retakan-retakan itu.
Kejadian ini disebut sebagai blow out. Davies et al. (2008) menolak argumentasi
gempa bumi sebagai penyebab semburan karena “ there were other earthquakes,
which were larger, closer and generated stroner shaking, did not intitate an eruption
(635).” Singkatnya, kondisi geologis di Sidoarjo dan sekitarnya potensial untuk
terjadinya gunung lumpur mengingat ada beberapa gunung lumpur aktif saat ini,
yang dibutuhkan adalah pemicunya.
Gambar 6. Semburan Lumpu Lapindo Menenggelamkan Perumahan Warga
Penyebab Semburan Lumpur Sumber 2 (Wikipedia)
Pada awalnya sumur
tersebut direncanakan hingga kedalaman 8500 kaki (2590 meter) untuk mencapai
formasi Kujung (batu gamping). Sumur tersebut akan dipasang selubung bor
(casing ) yang ukurannya bervariasi sesuai dengan kedalaman untuk
mengantisipasi potensi circulation loss (hilangnya lumpur dalam formasi) dan
kick (masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur) sebelum pengeboran
menembus formasi Kujung.
Sesuai dengan desain
awalnya, Lapindo “sudah” memasang casing 30 inchi pada kedalaman 150 kaki,
casing 20 inchi pada 1195 kaki, casing (liner) 16 inchi pada 2385 kaki dan
casing 13-3/8 inchi pada 3580 kaki (Lapindo Press Rilis ke wartawan, 15 Juni
2006). Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi dari kedalaman 3580 kaki sampai ke
9297 kaki, mereka “belum” memasang casing 9-5/8 inchi yang rencananya akan
dipasang tepat di kedalaman batas antara formasi Kalibeng Bawah dengan Formasi
Kujung (8500 kaki).
Diperkirakan bahwa
Lapindo, sejak awal merencanakan kegiatan pemboran ini dengan membuat prognosis
(rancangan) pengeboran yang salah. Mereka membuat prognosis dengan
mengasumsikan zona pemboran mereka di zona Rembang dengan target pemborannya
adalah formasi Kujung. Padahal mereka membor di zona Kendeng yang tidak ada
formasi Kujung-nya. Alhasil, mereka merencanakan memasang casing setelah
menyentuh target yaitu batu gamping formasi Kujung yang sebenarnya tidak ada.
Selama mengebor mereka tidak meng-casing lubang karena kegiatan pemboran masih
berlangsung. Selama pemboran, lumpur overpressure (bertekanan tinggi) dari formasi
Pucangan sudah berusaha menerobos (blow out) tetapi dapat di atasi dengan pompa
lumpurnya Lapindo (Medici).
Setelah kedalaman 9297
kaki, akhirnya mata bor menyentuh batu gamping. Lapindo mengira target formasi
Kujung sudah tercapai, padahal mereka hanya menyentuh formasi Klitik. Batu
gamping formasi Klitik sangat porous (bolong-bolong). Akibatnya lumpur yang
digunakan untuk melawan lumpur formasi Pucangan hilang (masuk ke lubang di batu
gamping formasi Klitik) atau circulation loss sehingga Lapindo
kehilangan/kehabisan lumpur di permukaan.
Gambar 7. Peta Gunung Lumpur di Jawa Timur
Akibat dari habisnya
lumpur Lapindo, maka lumpur formasi Pucangan berusaha menerobos ke luar
(terjadi kick). Mata bor berusaha ditarik tetapi terjepit sehingga dipotong.
Sesuai prosedur standard, operasi pemboran dihentikan, perangkap Blow Out
Preventer (BOP) di rig segera ditutup & segera dipompakan lumpur pemboran
berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan mematikan kick. Kemungkinan yang
terjadi, fluida formasi bertekanan tinggi sudah terlanjur naik ke atas sampai
ke batas antara open-hole dengan selubung di permukaan (surface casing) 13 3/8
inchi. Di kedalaman tersebut, diperkirakan kondisi geologis tanah tidak stabil
& kemungkinan banyak terdapat rekahan alami (natural fissures) yang bisa
sampai ke permukaan. Karena tidak dapat melanjutkan perjalanannya terus ke atas
melalui lubang sumur disebabkan BOP sudah ditutup, maka fluida formasi
bertekanan tadi akan berusaha mencari jalan lain yang lebih mudah yaitu
melewati rekahan alami tadi & berhasil. Inilah mengapa surface blowout
terjadi di berbagai tempat di sekitar area sumur, bukan di sumur itu sendiri.
Gambar 8. Blowout di Sekitar Sumur
Dalam AAPG 2008
International Conference & Exhibition dilaksanakan di Cape Town International
Conference Center, Afrika Selatan, tanggal 26-29 Oktober 2008, merupakan
kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh American Association of Petroleum
Geologists (AAPG) dihadiri oleh ahli geologi seluruh dunia, menghasilan
pendapat ahli: 3 (tiga) ahli dari Indonesia mendukung GEMPA YOGYA sebagai
penyebab, 42 (empat puluh dua) suara ahli menyatakan PEMBORAN sebagai penyebab,
13 (tiga belas) suara ahli menyatakan KOMBINASI Gempa dan Pemboran sebagai
penyebab, dan 16 (enam belas suara) ahli menyatakan belum bisa mengambil opini.
Laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 29 Mei 2007 juga menemukan
kesalahan-kesalahan teknis dalam proses pemboran.
Dari paparan diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa kemungkinan terbesar penyebab semburan lumpur
Sidoarjo (Lusi) adalah akibat pengeboran, karena kelelaian dalam proses
pengeboran yaitu tidak memasang casing sehingga terjadi blow out (keluarnya
semburan lumpur dari titik pengeboran), ditambah lagi hasil konferensi AAPG
2008, yang sebagian besar ahli geologi berpendapat bahwa semburan lumpur
lapindo disebabkan dari kesalahan pengeboran yang tidak sesuai SOP, selain itu
dari hasil investigasi Departemen Energi dan BP Migas (Sekarang SKK Migas)
tanggal 16 Juni 2006 menyetakan bahwa semburan lumpur panas tersebut akibat
kesalahan pengeboran bukan akibat gempa Yogyakarta yang terjadi 2 hari sebelum
semburan lumpur.
Video 1. Animasi Penutup (Casing) Sumur pada Pengeboran Minyak dan Gas
Dampak
Lumpur Lapindo
Semburan awal di tengah
sawah mencapai ketinggian 40 -50 meter dari permukaan tanah. Setiap harinya,
sekitar 7.000 – 150.000 meter kubik lumpur panas bersuhu 90 derajat celcius
meluber ke permu kaan bumi. Untuk tujuan tidak mengakibatkan kepanikan
masyarakat, terjadilah negosiasi internal perusahaan yang memutuskan untuk
mempublikasikan angka 25.000 meter kubik per hari kepada media (Kompas
3/06/2006). Masih menurut Kompas (19/06/2006), dalam waktu 21 hari saja lumpur sudah
menutup sekitar 90 hektar kawasan persawahan, tambak dan perumahan. Dalam waktu
satu bulan, luberan lumpur menutupi lebih kurang 200 hektar lahan (Kompas
17/07/2007). Sementara itu, Normile (2006) mencatat bahwa sampai Septembe r
2006, lumpur telah meluberi 240 hektar lahan; membanjiri desa -desa,
pabrik-pabrik, tambak udang dan sawah. Tiap hari semakin banyak bangunan
(pabrik, sekolah, masjid, toko dan kantor pemerintahan) harus ditinggalkan
karena banyaknya volume lumpur yang terus keluar dari perut bumi. Sepuluh
pabrik terpaksa menghentikan aktivitasnya (Kompas 19/6/2006), akibatnya lebih
dari 1.873 buruh kehilangan pekerjaannya (Santoso, 2007). Ratusan hektar sawah
menjadi tidak produktif, bukan hanya karena terendam lumpur tapi juga menutup
saluran irigasi bagi sawah yang tak terendam lumpur. Lumpur juga menyerang
tambak -tambak. Dalam observasi peneliti di muara Sungai Porong, sedimentasi
lumpur telah membentuk sebuah pulau kecil. Pada keadaan pasang di malam hari,
“pulau” kecil itu menghalangi air pasang dari Selat Madura sehingga air laut
masuk ke tambak -tambak yang dekat dengan bibir pantai. Akibatnya, ikan-ikan
berenang ke laut dan hilang (Wawancara Irysad, petani tambak).
Gambar 9. Citra Satelit Lapindo
Dalam wawancaranya di ANTV (05/04/2009), Bakrie
mengatakan bahwa Lapindo hanyalah perusahaan kecil dibandingkan seluruh unit
usahanya, tapi telah menyebabkan masalah besar baginya karena Lapindo harus
membayar lebih dari 3,8 trilliun rupiah (sekitar 421 juta US Dollar).
Laporan BPK RI (2007)
menyebutkan sampai Februari 2007 sudah 470 hektar area (229,7 hektar
diantaranya sawah padi dan 64,015 hektar adalah sawah tebu) yang terendam lumpur,
sementara itu 499,84 hektar lahan terkena dampak rembesan lumpur. Pemerintah
dan Lapindo sudah berusaha membangun kolam penampungan lumpur seluas 251,9
hektar (laporan BPK RI, 2007). Masih menurut laporan BPK RI, jumlah pengungsi
per 19 Januari 2007 mencapai 14.768 jiwa yang tergabung dalam 4.125 KK.
Berdasarkan tanggal pantauan, berarti jumlah itu baru pengungsi dari empat desa
yang masuk dalam Peraturan Presiden 14/2007 (Jatirejo, Kedungbendo, Renokenongo
dan Siring), dan belum termasuk pengungsi baru dari tiga desa tambahan (Besuki,
Pejarakan dan Kedung Cangkring) menurut Perpres 48/2008).
Gambar 10. Semburan Lumpur yang Sampai Sekarang Masih Aktif
Gambar 11. Akibat Penurunan Permukaan Tanah Sehingga Banyak Bangunan yang Rusak
Artikel Terkait : Kupas tuntas Lapindo Brantas (1)