- Back to Home »
- Geofisika , Geologi , Geoscience »
- Kupas Tuntas Lapindo Brantas (3)
Posted by : Arriqo Arfaq
Jumat, 22 Agustus 2014
Identifikasi menurunan permukaan tanah dengan mengunakan
metode Geolistrik konfigurasi Wenner
Jika kita bebicara tentang penurunan permukaan tanah maka
akan erat kaitannya dengan proses geologi yang dinamakan deformasi batuan. Deformasi
adalah proses perubahan pada tubuh batuan akibat gaya yang bekerja padanya.
Perubahan yang terjadi berupa perubahan posisi, bentuk, dan volume. Batuan
sedimen dianggap terkena deformasi apabila berada dalam kedudukan yang tidak horizontal
(miring/tegak). Kedudukan batuan yang miring dinyatakan dalam notasi strike dan
dip.
Deformasi disebabkan
oleh gaya atau tekanan yang bekerja pada materi tersebut. Adapun faktor-faktor
yang mengontrol terjadinya deformasi suatu materi adalah :
1. Temperatur dan
tekanan ke semua arah; pada temperatur dan tekanan yang rendah akan lebih cepat
terjadi patahan, pada temperatur dan tekanan yang tinggi akan terjadi lenturan
atau bahkan lelehan.
2. Kecepatan gerakan
yang disebabkan oleh gaya yang diberikan; gerakan yang cepat dapat menyebabkan
patahan, sedangkan gerakan yang lambat dapat menimbulkan lenturan, tergantung
dari bahan yang bersangkutan dan dari keadaan-keadaan lain.
3. Sifat material, yang
bisa lebih rapuh atau lebih lentur.
Tekanan (Stess) merupakan
gaya yang diberikan atau dikenakan pada suatu medan atau area. Tekanan terbagi
menjadi tekanan seragam (uniform stress) yaitu gaya yang bekerja pada suatu
materi sama atau seragam di semua arah, dan tekanan diferensial atau tekanan
dengan gaya yang bekerja tidak sama di setiap arah. Tekanan diferensial terbagi
menjadi tensional stress, compressional stress, dan shear stress.
3 (tiga) jenis stress:
- Compression:
dihasilkan akibat gaya eksternal yang saling berhadapan dan keduanya saling
menekan batuan. Batuan akan mengalami pemendekan (shortening).
- Tension: dihasilkan
akibat gaya eksternal yang saling berhadapan dan keduanya saling menjauhi
batuan. Batuan akan mengalami pemanjangan.
- Shear: dihasilkan
akibat gaya eksternal yang bekerja saling sejajar namun berlawanan arah. Batuan
akan mengalami pergeseran antar perlapisan.
Gambar 12. Macam-macam jenis stress
Salah satu dari produk
deformasi adalah Sesar (Patahan/ Fault) adalah retakan pada batuan yang
melaluinya telah terjadi sejumlah gerakan. Sesar dibagi menjadi tiga macam :
1. Sesar normal
Hanging wall relatif
turun terhadap foot wall, bidang sesarnya mempunyai kemiringan yang besar.
Sesar ini biasanya disebut juga sesar turun
2. Sesar mendatar
Pergerakan dari sesar
ini horizontal. Sesar mendatar ditentukan dengan menghadap bidang sesar, bila
bidang didepan bergerak kekiri seperti diagram disebut mendatar sinistal, dan
sebaliknya sesar mendatar dekstral.
3. Sesar oblique
Pergerakan dari sesar
ini gabungan antara horizontal dan vertikal. Gaya-gaya yang bekerja menyebabkan
sesar mendatar dan sesar normal.
4. Sesar translasi
Sesar ini mengalami
pergeseran sepanjang garis lurus. Biasanya Hanging wall relatif naik terhadap
foot wall, dengan kemiringan bidang sesar besar. Sesar ini biasanya disebut
juga sesar naik. Umumnya sesar normal dan sesar naik pergerakannya hanya
vertikal, jadi sering disebut sebagai sesar dip-slip.
5. Sesar gunting
Pergerakan dari sesar
ini juga sama dengan sesar oblique yaitu horizontal dan vertikal. Sesar yang
pergeserannya berhenti pada titik tertentu sepanjang jurus sesar. Gaya yang
bekerja sama dengan sesar normal.
Gambar 13. Macam-macam sesar
Pada pembahasan kali
ini akan dijelaskan identifikasi patahan di daerah Porong dengan menggunakan
Geolistrik konfigurasi Wenner, dimana patahan tersebutlah yang
menyebabkan penurunan permukaan tanah. Pada identifikasi kali ini digunakan
data-data survei Geolistrik dari Geofisika ITS, penulis hanya menambahi
keterangan tenatang deformasi batuan dan penjelasan mengenai metode Geolistrik saja, sementara selebihnya
berupa data-data dan gambar dari dasil pengukuran dan interpreatsi Geofisika
ITS.
Geolistrik adalah salah
satu metode dalam geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi
dan bagaimana mendeteksinya. Pendeteksian meliputi pengukuran medan potensial,
arus, dan elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah maupun akibat penginjeksian
arus ke dalam bumi.
Menurut Hendrajaya dan
Idam (1990), metode geolistrik resistivitas merupakan metode geolistrik yang
mempelajari sifat resistivitas (tahanan jenis) listrik dari lapisan batuan di
dalam bumi. Pada metode ini arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua
buah elektroda arus dan dilakukan pengukuran beda potensial melalui dua buah
elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial listrik akan
dapat dihitung variasi harga resistivitas pada lapisan permukaan bumi di bawah
titik ukur (Sounding point). Pada metode geolistrik dikenal banyak konfigurasi
elektroda, diantaranya yang sering digunakan adalah : konfigurasi Wenner,
konfigurasi Schlumberger, konfigurasi Dipol-dipol dan lain-lain.
Metode geolistrik
resistivitas didasarkan pada anggapan bahwa bumi mempunyai sifat homogen
isotropis. Pada kenyataannya bumi terdiri dari lapisan-lapisan bebatuan dengan
nilai resistivitas yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur
dipengaruhi oleh lapisan-lapisan tersebut dan menyebabkan nilai tahanan jenis
yang terukur tergantung pada jarak elektroda. Nilai tahanan jenis yang terukur
bukanlah tahanan jenis yang sebenarnya melainkan tahanan jenis semu (ρa).
Nilai tahanan jenis
dari bahan atau material berbanding terbalik dengan daya hantar listrik
(conductivity).
dimana ;
R = tahanan
(resistance) dalam ohm
△V
= beda potensial listrik dalam volt
I = arus listrik yang
mengalir dalam ampere.
Konfigurasi
Wenner
Metode ini
diperkenalkan oleh Wenner (1915). Konfigurasi Wenner merupakan salah satu
konfigurasi yang sering digunakan dalam eksplorasi geolistrik dengan susunan
jarak spasi sama panjang (r1 = r4 = a dan r2 = r3 = 2a). Jarak antara elektroda
arus (C1 dan C2) adalah tiga kali jarak elektroda potensial, jarak potensial
dengan titik souding-nya adalah a / 2, maka jarak masing-masing elektroda arus
dengan titik sounding-nya adalah 3a / 2 .
Gambar 14. Susunan Elektroda Konfigurasi Wenner
Target kedalaman yang
mampu dicapai pada metode ini adalah a / 2. Pada konfigurasi Wenner
jarak antara elektroda arus dan elektroda potensial adalah sama (AM = NB = a dan
jarak AN = MB = 2a) seperti yang terlihat pada Gambar 13.
Suyarto, dkk. (2003),
menjelaskan bahwa pengukuran resistivitas secara umum dilakukan dengan
menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi dengan menggunakan dua
elektroda arus (C1 dan C2), dan pengukuran beda potensial dengan menggunakan dua
elektroda tegangan (P1 dan P2). Dari data harga arus (I) dan beda potensial
(V), dapat dihitung nilai resistivitas semu (ρa) seperti pada persamaan 2.2.
k adalah faktor
geometri yang bergantung pada penempatan elektroda di permukaan yang besarnya
:
dengan AM = MN = NB = a
Sehingga faktor
geometri untuk konfigurasi Wenner adalah:
dengan R adalah besar
nilai hambatan yang terukur.
Penelitian ini diakukan
di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pada penelitian
ini menggunkan 3 lintasan dan berikut ini adalah kordinat masing-masing
lintasan tersebut:
LINTASAN 1 112°43’03,2”
BT dan 07°31’53,6” LS, Arah E 98° S
LINTASAN 2 112°43’10,2”
BT dan 07°31’53,5” LS, Arah N 5° E
LINTASAN 3 112°43’39,3”
BT dan 07°31’52,2” LS, Arah E 90° S
Gambar 15. Peta Lokasi Lintasan Penelitian
Desain setiap lintasan pada survei Geolistrik
Gambar 16. Desain Susunan Elektroda
Alat-alat yang
digunakan dalam peelitian ini adalah:
A. 1 buah Resistivitymeter Campus Tigre
B. 2 elektroda arus dan 2 elektroda potensial
C. 4 buah palu geologi
D. 2 rol meteran
E. 1 buah kompas
F. 1 buah GPS
G. 1 buah kamera digital
H. 5 buah HT
Gambar 17. Alat-alat untuk survey Geolistrik
Data-data yang sudah
terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan software Res2dinv, yaitu software yang khusus digunakan untuk mengolah data
hasil survei Geolistrik, software tersebut akan menggambarkan lapisan batuan
melalui perbedaan warna dari perbedaan resistivitas setiap batuan.
Gambar 18. Tampilan Program Res2dinv
Gambar 19. Data yang diolah dengan Res2dinv
Berikut ini adalah
hasil olahan data geolistrik dengan software Res2dinv dalam bentuk 2 dimensi
Gambar 20. Penampang 2-D Setiap Lintasan
Dari gambar tersebut
dapat diketahui patahan-patahan terjadi pada lintasan 1 dan 2.
Posisi Patahan lintasan
1
Titik 43 m =
112°43’04,7” BT dan 07°31’53,8” LS
Titik 57 m =
112°43’04,8” BT dan 07°31’53,9” LS
Titik 77 m =
112°43’05,7” BT dan 07°31’54” LS
Titik 98 m
=112°43’06,7” BT dan 07°31’54” LS
Titik 110 m
=112°43’06,8” BT dan 07°31’54,1” LS
Titik 125 m
=112°43’04,2” BT dan 07°31’54,2” LS
Titik 136 m
=112°43’07,6” BT dan 07°31’54,2” LS
Arahnya N 50° E
Posisi Patahan Lintasan
2
Titik 50 m =
112°43’04,7” BT dan 07°31’53,8” LS
Titik 100 m =
112°43’05,7” BT dan 07°31’54” LS
Arahnya N 50° E
Gambar 21. Analisa patahan pada lintasan 1 dan 2
KESIMPULAN
1. Bidang
patahan/retakan untuk lintasan 1 berada pada titik 43 m; 57 m; 77 m, 98 m; 110
m; 125 m; 136 m.
2. Bidang
patahan/retakan untuk lintasan 2 berada pada titik 50 m; 100 m.
3. Adanya amblesan
akibat perubahan porositas di bawah permukaan karena keluarnya massa batuan di
sekitar sumur eksplorasi BJP-1 telah menyebabkan patahan dangkal/retakan di
desa Renokenongo dan semakin mendekati tanggul maka patahan/retakan semakin
banyak.
SARAN
1. Perlu dilakukan
penelitian dengan metode geofisika lainnya sehingga dapat dilakukan
perbandingan untuk memperoleh hasil yang lebih akurat.
2. Perlu dilakukan
penelitian yang berkelanjutan yaitu dengan penambahan titik ukur yang berasosiasi
dengan penambahan target kedalaman sehingga dapat diperoleh gambaran bawah
permukaan lebih luas.
3. Pengukuran patahan
di daerah sekitar lumpur panas Sidoarjo sebaiknya dilakukan secara periodik.
Hal ini dilakukan guna mengetahui pola dan tingkat penyebaran patahan di daerah
tersebut.
Diakhir pembahasan ini
penulis akan menukil sedikit perkataan Ibnu Qoyyim,
“Andaikata kita bisa
menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusanNya, maka tidak
kurang dari ribuan hikmah. Namun akal kita sangat terbatas, pengetahuan kita
terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan
ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia dibawah sinar matahari. Dan
ini pun hanya kira-kira, yang sebenarnya tentu lebih dari sekedar gambaran
ini.”
Daftar Pustaka:
1. Telford, W. M., Geldart, L. P., Sherif, R.E dan Keys, D. D. 1988. Applied Geophysics First Edition. Cambridge University Press. Cambridge.New York
2. Akbar. Ali Azhar. 2007. Konspirasi di Balik Lumpur Lapindo, Dari Aktor Hingga Strategi Kotor. Galangpress. Yogyakarta.
3. Davies, R.J., Swarbrick, R.E., Evans, R.J., and Huuse, M., 2007. Birth of a Mud Volcano: East Java, 29 Mey 2006. GSA: vol. 17 no. 2, doi: 10.1130/GSATO1702A.1.
4. Novenanto, Anton. 2012. The Lapindo Case by Mainsteam Media. Universitas Brawijaya. Malang
5. Setiawati, Elis. 2009. Kasus Lumpur Lapindo dalam Berita Media Online (Analisis Berita Kasus Lumpur Lapindo di Detik.com). Fakultas Dakwah, UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
6. Satrio, dkk. 2012. Studi Asal-Usul lapindo Periode 2007-2012 Menggunakan Isotop Alam. Batan. Yogyakarta.
7. Anonim, Analisis Patahan disekita Tanggul Lumpur Lapindo dengan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner. ITS. Surabaya.
9. Anonim. 2014. Geophysics Field Camp 20014 Handbook. Geofisika UGM. Yogyakarta.
8. Kompas Daily (2006) Lumpur Merusak Areal Sawah. Kompas Daily [accessed May 24, 2009] http://www2.kompas.com/kompas -cetak/0606/01/jatim/53407.htm.
10. http://rovicky.wordpress.com/2006/08/2 5/seputar lumpur sidoarjo, dampak eksplorasi dan lainnya, (2012).
11. http://www.crisp.nus.edu.sg/coverages/ mudflow/index_IK_p42.html foto udara daerah Porong, 2012.
4. Novenanto, Anton. 2012. The Lapindo Case by Mainsteam Media. Universitas Brawijaya. Malang
5. Setiawati, Elis. 2009. Kasus Lumpur Lapindo dalam Berita Media Online (Analisis Berita Kasus Lumpur Lapindo di Detik.com). Fakultas Dakwah, UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
6. Satrio, dkk. 2012. Studi Asal-Usul lapindo Periode 2007-2012 Menggunakan Isotop Alam. Batan. Yogyakarta.
7. Anonim, Analisis Patahan disekita Tanggul Lumpur Lapindo dengan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner. ITS. Surabaya.
9. Anonim. 2014. Geophysics Field Camp 20014 Handbook. Geofisika UGM. Yogyakarta.
8. Kompas Daily (2006) Lumpur Merusak Areal Sawah. Kompas Daily [accessed May 24, 2009] http://www2.kompas.com/kompas -cetak/0606/01/jatim/53407.htm.
10. http://rovicky.wordpress.com/2006/08/2 5/seputar lumpur sidoarjo, dampak eksplorasi dan lainnya, (2012).
11. http://www.crisp.nus.edu.sg/coverages/ mudflow/index_IK_p42.html foto udara daerah Porong, 2012.
12. http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_lumpur_panas_Sidoarjo
13. http://noenkcahyana.blogspot.com/2010/10/di-bawah-sidoarjo-terdapat-gunung.html
14. http://geologi278.blogspot.com/2013/08/fenomena-semburan-lumpur-panas-di.html
Artikel Terkait : Kupas Tuntas Lapindo Brantas (1) Kupas Tuntas Lapindo Brantas (2)
Artikel Terkait : Kupas Tuntas Lapindo Brantas (1) Kupas Tuntas Lapindo Brantas (2)
4.