- Back to Home »
- Geofisika , Geologi , Geoscience , Geothermal »
- Krisis Energi di Indonesia dan Solusinya
Posted by : Arriqo Arfaq
Selasa, 11 November 2014
Krisis energi telah terjadi pada zaman
ini, hal ini terjadi di Negara maju maupun Negara berkembang, beberapa faktor
yang menyebabkan terjadinya krisis energi diantaranya adalah tingginya populasi
penduduk, Penduduk Indonesia pada tahun 2014 menurut Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) diperkirakan mencapai 240 jutajiwa, laju pertumbuhan
penduduk (LPP) mencapai 1,49 persen per tahun, dengan meningkatnya populasi penduduk
ini, tentu kebutuhan akan energi semakin meningkat. Selain tingginya populasi
penduduk, meningkatnya sektor industri juga menyebabkan terjadinya krisis
energi, hal ini disebabkan karena industri adalah sektor yang paling besar dalam konsumsi energi.
Sumber: http://apakabarsidimpuan.com/ |
Perlu disadari pula bahwa potensi
minyak Indonesia hanya 0,3 % dari potensi dunia. Sedangkan
gas bumi hanya sekitar 1,7 %. Data dari SKKMigas menyebutkan potensi
minyak di Indonesia adalah 321 miliar barel dimana produksi pertahunnya 300
juta barel sehingga diperkirakan jika tidak ditemukan cadangan lagi maka minyak
bumi akan habis dalam 12 tahun lagi,
sementara potensi gas bumi di Inonesia sebanyak 507 TSCF dengan produksi
per tahunnya 2,7 TSCF sehingga diperkirakan gas bumi akan habis dalam 44 tahun
lagi jika tidak ditemukan cadangan lagi.
Disisi lain kebutuhan energi
Indonesia naik sekitar 7 % per tahun, sehingga pada tahun 2025 dibutuhkan
tambahan energi 180% dari sekarang. melihat fakta ini, perlu ada solusi nyata
untuk menjaga ketahanan dan kemandirian energi di masa depan. Jika tidak,
Indonesia akan sangat tergantung pada pihak lain dalam memenuhi kebutuhan
energi domestik. Konservasi dan disversifikasi energi diperlukan sebagai solusi
dalam ketahanan energi nasional, dengan melakukan konservasi energi kita dapat
menghemat energi sebesar 5%-30%. (Departemen pertambangan dan energi, 1986).
Indonesia sebenarnya masih mempunyai
cadangan batubara sebesar 57,8 miliar tahun dengan produksi pertahunnya 132
juta ton sehingga akan habis dalam 146 tahun lagi, tetapi pemakaian batubara kurang
disukai karena tingkat polusinya lebih tinggi. Itulah mengapa Indonesia butuh
sumber energi lain di luar energi fosil yang selama ini banyak dimanfaatkan.
Salah satu solusi dalam menghadapi
krisis energi adalah dengan konservasi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar
gas (BBG), dari data yang dijelaskan diatas, saat ini Indonesia memproduksi gas
kurang lebih 2,7 triliun kaki kubik per hari, dimana sebagian besar diekspor
karena tatanan kebijakan selama ini pemerintah lebih focus pada upaya memenuhi
pasar internasional, bahkan lebih dari dua decade Indonesia menjadi Negara
pemasok utama gas ke Negara-negara seperti Jepang, Korea dan lainnya.
Menurut Aman Mostman, salah satu
dosen di teknik Fisika ITB, penggunaan Gas Bumi lebih murah, dan juga lebih
ramah lingkungan dan lebih efisien 10-30 persen apabila digunakan sebagai
energi alternatif, gas bumi juga lebih ekonomis dibandingkan minyak, harga BBM
per MMBTU ( Million Metric British Thermal Unit) sebesar 24 dolar AS, sedangkan
gas bumi berkisar 13 dolar AS per MMBTU. Hal ini menjadi ironi di Indonesia,
dimana masyarakat menggunakan bahan bakar minyak yang harganya mahal sedangkan
gas bumi yang harganya relatif murah malah dinikmati oleh orang dari negera
lain.
Solusi lain adalah dengan
mengembangkan dan menggunakan bahan bakar hidrokarbon non konvensional, disebut
non konvensional karena keberadaan resource-nya di alam dan beberapa sifat
fisiknya berbeda dengan minyak dan gas konvensional yang ada. Ada berbagai macam hidrokarbon non
konvensional diantaranya coal bed methane (CBM) / gas metana batubara (GMB), shale
gas, shale oil, tight gas, tight oil, gas hydrate, sour gas (gas dengan
kandungan Hidrogen Sulfida /H2S), disini hanya akan dibahas mengenai coal bed methane(CBM)
atau gas metana batu bara dan shale gas karena keduanya baru dikembangkan di Indonesia.
GMB dikenal sebagai sumber energi
ramah lingkungan, dimana gas metana merupakan komponen utamanya yang terjadi
secara alamiah dalam proses pembentukan batubara (coalifi cation). GMB hampir
sama dengan gas bumi pada umumnya bedanya, GMB terbentuk dan tersimpan dalam
batubara yang berfungsi sebagai reservoir dan batuan sumber (source rock). Shale
gas adalah gas alam yang dihasilkan dan terperangkap dari serpih yang biasanya
berfungsi ganda sebagai reservoar dan sumber untuk gas alam atau gas bumi.
Serpih ini umumnya berasal dari fasies lumpur laut dangkal.
GMB di Indonesia sudah masuk dalam
tahap produksi, potensi cadangan gas metana batubara di Indonesia diperkirakan
mencapai 453 triliun kaki kubik. Data ini mendorong peningkatan program eksplorasi
gas metana batubara di Indonesia. Pada tahun 2008 terdapat 54 wilayah kerja
(WK), dan pada tahun 2013 sudah terdapat 54 WK. Berdasarkan roadmap SKKMigas,
produksi gas metana batubara pada tahun 2015 ditargetkan mencapai 500 juta kaki
kubik per hari dan naik menjadi 1 miliar juta kaki per hari pada tahun 2020. Sedangkan
Shale gas di Indonesia belum dikembangkan secara optimal sebagai sumber energi
alternatif. Tahapan yang sedang dilakukan sampai saat ini adalah studi potensi
sumberdaya. Penelitian yang dilakukan dibagi dalam dua katagori yakni
penelitian potensi sumberdaya shale
gassecara regional dan yang lain difokuskan pada evaluasi lahan yang lebih
sempit.
Selain itu solusi lain yaitu dengan
mengembangkan energi terbarukan (Renewable Energi), salah satunya adalah panas
bumi (Geothermal), posisi geografis Indonesia yang terletak di pertemuan 3
lempeng utama dunia mengakibatkan banyaknya terbentuk gunungapi di wilayah Indonesia,
sehingga indonesia mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan panas bumi
atau geothermal karena sumber geothermal di asosiasikan dengan terbentuknya
gunungapi, potensi panas bumi Indonesia mencapai 28.543 MW atau sekitar 40%
dari potensi dunia, namun saat ini masih 1.189 MW yang sudah dikembangkan atau sekitar
4 % dari total keseluruhan.
Kesimpulannya, kebutuhan akan energi semakin tahun semakin meningkat, kebutuhan energi sangat tergantung pada migas,
disisi lain produksi migas semakin menurun sehingga menyebabkan terjadinya
krisis energi, disversifikasi energi diperlukan
sebagai solusi untuk menyelesaikan permasalahan krisis energi, diantaranya konversi
BBM ke BBG, mengembangkan hidrokarbon non konvensional, dan mengembangkan energi terbarukan khususnya energi panas bumi (geothermal).
Bagus idenya, nah konteks yang dibahas kan energi yang berasal dari bumi, bagaimana dengan renewable energi dari aspek saintifik lainnya,
BalasHapusditunggu post selanjutnya ^___^
(Y) perlu dibahas juga apakah kenaikan BBM yg di luncurkan oleh pemerintah merupakn ide yg bagus utk menanggulangi permasalahan energi di Indonesia?
BalasHapus