- Back to Home »
- Agama , Akhlaq »
- Indahnya Saling Menasehati Antar Muslim
Posted by : Arriqo Arfaq
Kamis, 09 Januari 2014
Sesungguhnya
nasihat itu diperuntukkan bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, dan bagi
kaum mukminin. Nasihat adalah perkara yang sangat agung bagi setiap muslim.
Bahkan, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam menjadikannya sebagai pokok ajaran agama, ketika Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Agama itu
adalah nasihat. “ Kami berkata: Kepada siapa wahai Rasulullah?” Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi
Rasul-Nya, dan para imam kaum Muslimin
serta segenap kaum Muslimin.” [HR. Muslim (no. 55)]
Ringkas
Kata, Tapi Padat Makna
Nasihat merupakan kata yang ringkas, tapi
memiliki makna yang tersirat di dalamnya. Secara bahasa kata nasihat berarti ikhlas.
Dikatakan نصحت
العسل, artinya: aku menjernihkan madu. [Ghidzaul
Albaab dengan Syarh al-Manzhuumah al-Adaab karya as-Safarini]
Imam al-Khaththabi rahimahullah mengatakan bahwa kata
nasihat diambil dari lafadz “nashahar-rajulu
tsaubahu” (نَصَحَ
الرَّجُلُ ثَوْبَهُ), artinya, lelaki
itu menjahit pakainnya. para ulama
mengibaratkan perbuatan penasihat yang selalu menginginkan kebaikan
orang yang dinasihatinya, sebagaimana usaha seseorang memperbaiki pakaiannya
yang robek. [Al-fawaaidu adz-dzahabiyyatu minal Arba’in an-nawawiyyah, Abu
‘Abdillah Hammur bin ‘Abdillah Al-Mathar, hal 42]
Perkara
yang Sangat Penting
Nasihat adalah
perkara yang penting sehingga setiap Muslim wajib memperhatikan dan
melakukannya kepada orang lain. Sampai-sampai Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengambil
bai’at atasnya dan selalu mengikat diri dengannya karena sangat memperhatikan
masalah nasihat ini.
Diriwayatkan dari Jarir radhiyallaahu‘anhu: Aku berbai’at
(berjanji setia) kepada Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk
menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan
memberi nasihat kepada setiap Muslim. [HR. Bukhari (no. 57, 254, 1401,
2157, 2715) dan Muslim (56) dari Jarir.]
Nasihatilah
Saudara Semuslim
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
menjadikan nasihat yang tulus kepada seorang Muslim sebagai bagian dari
hak-haknya yang harus ditunaikannya oleh saudaranya sesama Muslim. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Hak Muslim atas Muslim lainnya ada enam: jika
engkau bertemu dengannya maka ucapkanlah salam kepadanya; jika ia mengundangmu,
maka penuhilah undangannya; jika ia meminta nasihat kepadamu, maka nasihatilah
ia…” [HR. Muslim (no.
2162), dari sahabat Abu Hurairah radhiyallaahu
‘anhu]
Hukum
Memberikan Nasihat
Imam Ibnu Daqiq mengatakan bahwa hukum memberikan
nasihat adalah fardhu kifayah, jika ada pihak yang memenuhi syarat telah
menjalankannya, maka gugurlah kewajiban dari selainnya. Dan memberi nasihat
harus disesuaikan dengan menurut kadar kesanggupan seseorang.[ Terj Syarah
Arba’in An-Nawawi , al-Imam Ibnu Daqiq al-‘id, pustaka Darul Haq, hal 103]
Adab-Adab
dalam Bernasihat
Alangkah indahnya
jika diantara kaum muslimin mengetahui adab-adab dalam bernasihat, saling
menasihati dalam kebaikan akan timbul rasa cinta dan ukhuwah yang tinggi.
Adapun adab-adab dalam bernasihat menurut ‘Abdul ‘Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada
ada lima adab, diantaranya adalah:
Pertama,
Niat yang Benar
Hendaklah orang
yang memberikan nasihat kepada orang lain meniatkannya semata-mata mengharapkan
Wajah Allah subhanahu wa ta’ala serta
mencari pahala dan balasan dari-Nya. Sebab, nasihat yang diberikan kepada kaum
Muslimin mengandung pahala yang sangat agung. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sendiri menganggapnya sebagai inti
dari ajaran agama, yaitu dalam sabda beliau :
“Agama itu adalah nasihat”.
Demikian juga
nasihat bagi Allah, bagi kitab-Nya, dan bagi Rasul-Nya. Makna nasihat bagi Rasul-Nya
adalah meneladani dan mentaati Nabi dalam melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan-Nya. Semua itu wajib dikerjakan karena Allah ta’ala, ikhlas
semata-mata mengharapkan Wajah-Nya dan pahala dari-Nya, serta mencari
keridhaan-Nya. Dengan demikian, ikhlas adalah syarat diterimanya amal shalih. [Terj
Mausuu’atul Aadab al-Islamiyyah al-Murattabah ‘alal Huruuf al-Hijaaiyyah,
Ensiklopedi Adab Islam Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah ‘Abdul ‘Aziz bin Fathi
as-Sayyid Nada, pustaka Imam Syafi’i,
hal 379-382]
Kedua, Memberikan Nasihat kepada Seorang
Muslim Walaupun Tidak Diminta
Ini merupakan
kesempurnaan nasihat untuk saudaramu sesama Muslim. Jika engkau mendapatinya
hampir terjatuh ke dalam suatu keburukan, melakukan pelanggaran syar’i, berbuat
sesuatu yang memudharatkan dirinya, atau perbuatan yang lainnya, maka segera
nasihatilah saudaramu itu walaupun ia tidak memintanya. Demikian itu bukanlah
termasuk sikap yang lancang, bahkan kesempurnaan nasihat dan bentuk
kepedualianmu kepadanya. Hendaklah pula bersabar terhadap reaksi tidak baik
yang engkau terima darinya. Misalnya, ia menuduhmu sebagai pihak luar yang suka
turut campur, menudingmu ikut campur dalam masalah yang bukan urusanmu, atau
yang lainnya. Karena, sesungguhnya engkau melakukannya hanya karena mengharapkan pahala dari Allah
subhanahu wa ta’ala.[ Huquuq da’aat Ilaihaal Fithrathu wa Qarrartuhaa
Asy-Syarii’ah, Syaikh Utsaimin, hlm 39-40]
Ketiga, Mencari Cara Terbaik dalam
Menyampaikan Nasihat
Ketahuilah
bahwasanya setiap manusia apabila diingatkan dengan maksud untuk mengupas aibnya,
kejelekannya dan kekurangannya maka hal itu diharamkan. Namun apabila di
dalamnya terdapat maslahat bagi kaum
muslimin secara khusus dengan maksud
tanpa merendahkannya maka itu bukan perkara yang diharamkan namun
dianjurkan. Oleh karena itu kita harus mengetahui cara yang sesuai dengan orang
yang dinasihati.
Pada
kondisi-kondisi tertentu, engkau dapat memberikan nasihat kepada seseorang
secara langsung. Namun, terkadang nasihat disampaikan dengan cara memberikan
contoh berupa amal perbuatan, yang tujuannya adalah memberikan nasihat. Maka
dari itu, cara penyampaian nasihat berbeda-beda menurut keadaan orang yang
dinasihati, seperti terhadap anak kecil, orang dewasa, atau orang yang memiliki
kedudukan tinggi di tengah masyarakat. Tidak semua cara cocok untuk semua orang.
[Terj Mausuu’atul Aadab al-Islamiyyah al-Murattabah ‘alal Huruuf al-Hijaaiyyah,
Ensiklopedi Adab Islam Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah ‘Abdul ‘Aziz bin Fathi
as-Sayyid Nada, pustaka Imam Syafi’i,
hal 379-382]
Keempat,
Memberi Nasihat Secara Umum dalam Urusan Agama dan Dunia
Hendaklah orang
yang memberikan nasihat kepada saudaranya sesama Muslim Memberikannya dalam
setiap urusan, baik agama maupun dunia. Maksudnya, dalam perkara-perkara yang
ia ketahui atau ia pandang bermanfaat bagi orang tersebut dalam urusan agama
dan dunianya.Kapan saja engkau mendapati kesempatan atau peluang untuk
memberikan nasihat kepada saudaramu sesama Muslim, maka janganlah engkau
menahan diri untuk melakukannya. Apabila engkau melihatnya lalai dalam
mengerjakan amalan agama yang wajib baginya, maka berikanlah nasihat atas
perkara itu. Jika engkau melihatnya jatuh dalam perkara haram, maka berikanlah
nasihat kepadanya untuk meninggalkannya.
Apabila engkau melihatnya akan melakukan
sesuatu dari urusan-urusan dunia dan engkau melihat bahwa maslahat baginya
adalah menjauhi perkara tersebut dan meninggalkannya, maka berilah nasihat
kepadanya untuk itu. Jika engkau mendapati ia lalai dalam melaksanakan suatu urusan yang bermanfaat baginya, maka
berilah nasihat kepadanya dan ingatkanlah ia. Demikian pulalah
ilustrasi-ilustrasi lainnya. Sesungguhnya wajib atas setiap Muslim untuk
mencintai saudaranya sesama Muslim dalam semua urusan yang ia sukai bagi
dirinya sendiri dari kebaikan-kebaikan dunia dan akhirat. [Terj Mausuu’atul
Aadab al-Islamiyyah al-Murattabah ‘alal Huruuf al-Hijaaiyyah, Ensiklopedi Adab
Islam Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah ‘Abdul ‘Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada,
pustaka Imam Syafi’i, hal 379-382]
Kelima, Merahasiakan Nasihat
Hendaklah seseorang
memberikan nasihat secara diam-diam, tidak terang-terangan di hadapan orang
lain. Sebab, manusia pada umumnya tidak mau menerima nasihat apabila diberikan
di hadapan orang lain karena hal itu dapat mempermalukannya atau mengesankan
kerendahan dan kehinaannya. Oleh karena itu, akan bangkitlah keangkuhannya
sehingga menyebabkannya menolak nasihat yang disampaikan. [Terj Mausuu’atul
Aadab al-Islamiyyah al-Murattabah ‘alal Huruuf al-Hijaaiyyah, Ensiklopedi Adab
Islam Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah ‘Abdul ‘Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada,
pustaka Imam Syafi’i, hal 379-382]
Nasihat pada kondisi tersebut sama dengan membongkar aib dan nasihat ini hampir
semakna dengan merendahkannya. Dan para ulama salaf pun membenci perbuatan amar
ma’ruf nahi munkar dengan bentuk merendah-rendahkan di hadapan orang banyak dan
mencintai jika memberikan nasihat secara diam-diam.[ Al-Farqu baina nashiihah
wa Ta’yiir, Karya Ibnu Rajab, hlm 8.]
Adapun nasihat yang
diberikan dengan diam-diam tidaklah mengandung makna seperti itu,. Oleh sebab
itu, biasanya orang yang dinasihati menerima jika nasihat untuknya tidak
disampaikan secara terang-terangan. Niscaya orang yang dinasihati tidak merasa
keberatan atau tertekan untuk menerima nasihat tersebut. Sehingga apabila seseorang
menerima suatu nasihat dari orang yang menginginkan kebaikan darinya supaya
mencegah dari hal yang dilarang,
kemudian ia menerimanya, taat, tunduk dan mengetahui baiknya nasihat tersebut
maka hal itu diumpamakan seperti menginginkan kebaikan kepada orang yang
dinasihati.[ Ghidzaul Albaab dengan Syarh al-Manzhuumah al-Adaab karya
as-Safarini (I/44)]
Imam Syafi’i dalam
syairnya mengatakan:
Berilah
nasihat kepadaku ketika aku sendiri,
dan
jauhilah memberikan nasihat di tengah-tengah keramaian
karena
nasihat di tengah-tengah manusia itu termasuk satu jenis
pelecehan
yang aku tidak suka mendengarkannya
jika engkau
menyelisihi dan menolak saranku
maka
janganlah engkau marah jika kata-katamu tidak aku turuti [Diwaan Imam Syafi’i, dikumpulkan dan disusun
oleh Muhammad Ibrahim Saliim, hal 91]
Terkadang manusia
luput akan dosa, dan tenggelam akan kemaksiatannya, maka kita sebagai seorang
Muslim yang mencintai saudaranya adalah memberikan nasihat dengan cara yang
baik dan mengarahkan untuk kembali ke jalan yang benar. Betapa indahnya jika
kita bisa saling nasihat-menasihati di antara sesama kaum muslimin dalam hal
kebaikan, dengan memperhatikan adab-adab dan akhlak seorang muslim dalam
memberikan nasihat. Semoga Allah ‘azza wa
jalla selalu senantiasa menghiasi diri kita dengan akhlak-akhlak yang
mulia. Wallaahu a’lam. [Ummu
Khadijah]
Maraji’:
•
Ghidzaul
Albaab dengan Syarh al-Manzhuumah al-Adaab (pdf), karya as-Safarini
•
Al-fawaaidu
adz-dzahabiyyatu minal Arba’in an-nawawiyyah, Abu ‘Abdillah Hammur bin
‘Abdillah Al-Mathar, hal 42
•
Syarah
arba’in An-Nawawi Syaikh Abdurrahman
as-Sa’di
•
Muqaddimah Al-Farqu baina nashiihah wa Ta’yiir Karya Ibnu Rajab
•
Muqaddimah
kitab al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab
•
Diwaan Imam
Syafi’i, dikumpulkan dan disusun oleh Muhammad Ibrahim Saliim, hal 91
•
Jaami’ul-‘Uluum
wal Hikaam, Ibnu rajab al-Hanbali
•
Terj
Mausuu’atul Aadab al-Islamiyyah al-Murattabah ‘alal Huruuf al-Hijaaiyyah, ‘Abdul
‘Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada, hal 379-382
•
Muqaddimah
Nashihatii lin Nisaa’, Syaikhah Ummu ‘Abdillah al-Waadi’iyah
•
Ta’zhiimu
Qadrish Shalaah, hlm 693
•
Huquuq
da’aat Ilaihaal Fithrathu wa Qarrartuhaa Asy-Syarii’ah, Syaikh Utsaimin, hlm
39-40