Archive for Agustus 2014
Kupas Tuntas Lapindo Brantas (3)
Identifikasi menurunan permukaan tanah dengan mengunakan
metode Geolistrik konfigurasi Wenner
Jika kita bebicara tentang penurunan permukaan tanah maka
akan erat kaitannya dengan proses geologi yang dinamakan deformasi batuan. Deformasi
adalah proses perubahan pada tubuh batuan akibat gaya yang bekerja padanya.
Perubahan yang terjadi berupa perubahan posisi, bentuk, dan volume. Batuan
sedimen dianggap terkena deformasi apabila berada dalam kedudukan yang tidak horizontal
(miring/tegak). Kedudukan batuan yang miring dinyatakan dalam notasi strike dan
dip.
Deformasi disebabkan
oleh gaya atau tekanan yang bekerja pada materi tersebut. Adapun faktor-faktor
yang mengontrol terjadinya deformasi suatu materi adalah :
1. Temperatur dan
tekanan ke semua arah; pada temperatur dan tekanan yang rendah akan lebih cepat
terjadi patahan, pada temperatur dan tekanan yang tinggi akan terjadi lenturan
atau bahkan lelehan.
2. Kecepatan gerakan
yang disebabkan oleh gaya yang diberikan; gerakan yang cepat dapat menyebabkan
patahan, sedangkan gerakan yang lambat dapat menimbulkan lenturan, tergantung
dari bahan yang bersangkutan dan dari keadaan-keadaan lain.
3. Sifat material, yang
bisa lebih rapuh atau lebih lentur.
Tekanan (Stess) merupakan
gaya yang diberikan atau dikenakan pada suatu medan atau area. Tekanan terbagi
menjadi tekanan seragam (uniform stress) yaitu gaya yang bekerja pada suatu
materi sama atau seragam di semua arah, dan tekanan diferensial atau tekanan
dengan gaya yang bekerja tidak sama di setiap arah. Tekanan diferensial terbagi
menjadi tensional stress, compressional stress, dan shear stress.
3 (tiga) jenis stress:
- Compression:
dihasilkan akibat gaya eksternal yang saling berhadapan dan keduanya saling
menekan batuan. Batuan akan mengalami pemendekan (shortening).
- Tension: dihasilkan
akibat gaya eksternal yang saling berhadapan dan keduanya saling menjauhi
batuan. Batuan akan mengalami pemanjangan.
- Shear: dihasilkan
akibat gaya eksternal yang bekerja saling sejajar namun berlawanan arah. Batuan
akan mengalami pergeseran antar perlapisan.
Gambar 12. Macam-macam jenis stress
Salah satu dari produk
deformasi adalah Sesar (Patahan/ Fault) adalah retakan pada batuan yang
melaluinya telah terjadi sejumlah gerakan. Sesar dibagi menjadi tiga macam :
1. Sesar normal
Hanging wall relatif
turun terhadap foot wall, bidang sesarnya mempunyai kemiringan yang besar.
Sesar ini biasanya disebut juga sesar turun
2. Sesar mendatar
Pergerakan dari sesar
ini horizontal. Sesar mendatar ditentukan dengan menghadap bidang sesar, bila
bidang didepan bergerak kekiri seperti diagram disebut mendatar sinistal, dan
sebaliknya sesar mendatar dekstral.
3. Sesar oblique
Pergerakan dari sesar
ini gabungan antara horizontal dan vertikal. Gaya-gaya yang bekerja menyebabkan
sesar mendatar dan sesar normal.
4. Sesar translasi
Sesar ini mengalami
pergeseran sepanjang garis lurus. Biasanya Hanging wall relatif naik terhadap
foot wall, dengan kemiringan bidang sesar besar. Sesar ini biasanya disebut
juga sesar naik. Umumnya sesar normal dan sesar naik pergerakannya hanya
vertikal, jadi sering disebut sebagai sesar dip-slip.
5. Sesar gunting
Pergerakan dari sesar
ini juga sama dengan sesar oblique yaitu horizontal dan vertikal. Sesar yang
pergeserannya berhenti pada titik tertentu sepanjang jurus sesar. Gaya yang
bekerja sama dengan sesar normal.
Gambar 13. Macam-macam sesar
Pada pembahasan kali
ini akan dijelaskan identifikasi patahan di daerah Porong dengan menggunakan
Geolistrik konfigurasi Wenner, dimana patahan tersebutlah yang
menyebabkan penurunan permukaan tanah. Pada identifikasi kali ini digunakan
data-data survei Geolistrik dari Geofisika ITS, penulis hanya menambahi
keterangan tenatang deformasi batuan dan penjelasan mengenai metode Geolistrik saja, sementara selebihnya
berupa data-data dan gambar dari dasil pengukuran dan interpreatsi Geofisika
ITS.
Geolistrik adalah salah
satu metode dalam geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi
dan bagaimana mendeteksinya. Pendeteksian meliputi pengukuran medan potensial,
arus, dan elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah maupun akibat penginjeksian
arus ke dalam bumi.
Menurut Hendrajaya dan
Idam (1990), metode geolistrik resistivitas merupakan metode geolistrik yang
mempelajari sifat resistivitas (tahanan jenis) listrik dari lapisan batuan di
dalam bumi. Pada metode ini arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua
buah elektroda arus dan dilakukan pengukuran beda potensial melalui dua buah
elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial listrik akan
dapat dihitung variasi harga resistivitas pada lapisan permukaan bumi di bawah
titik ukur (Sounding point). Pada metode geolistrik dikenal banyak konfigurasi
elektroda, diantaranya yang sering digunakan adalah : konfigurasi Wenner,
konfigurasi Schlumberger, konfigurasi Dipol-dipol dan lain-lain.
Metode geolistrik
resistivitas didasarkan pada anggapan bahwa bumi mempunyai sifat homogen
isotropis. Pada kenyataannya bumi terdiri dari lapisan-lapisan bebatuan dengan
nilai resistivitas yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur
dipengaruhi oleh lapisan-lapisan tersebut dan menyebabkan nilai tahanan jenis
yang terukur tergantung pada jarak elektroda. Nilai tahanan jenis yang terukur
bukanlah tahanan jenis yang sebenarnya melainkan tahanan jenis semu (ρa).
Nilai tahanan jenis
dari bahan atau material berbanding terbalik dengan daya hantar listrik
(conductivity).
dimana ;
R = tahanan
(resistance) dalam ohm
△V
= beda potensial listrik dalam volt
I = arus listrik yang
mengalir dalam ampere.
Konfigurasi
Wenner
Metode ini
diperkenalkan oleh Wenner (1915). Konfigurasi Wenner merupakan salah satu
konfigurasi yang sering digunakan dalam eksplorasi geolistrik dengan susunan
jarak spasi sama panjang (r1 = r4 = a dan r2 = r3 = 2a). Jarak antara elektroda
arus (C1 dan C2) adalah tiga kali jarak elektroda potensial, jarak potensial
dengan titik souding-nya adalah a / 2, maka jarak masing-masing elektroda arus
dengan titik sounding-nya adalah 3a / 2 .
Gambar 14. Susunan Elektroda Konfigurasi Wenner
Target kedalaman yang
mampu dicapai pada metode ini adalah a / 2. Pada konfigurasi Wenner
jarak antara elektroda arus dan elektroda potensial adalah sama (AM = NB = a dan
jarak AN = MB = 2a) seperti yang terlihat pada Gambar 13.
Suyarto, dkk. (2003),
menjelaskan bahwa pengukuran resistivitas secara umum dilakukan dengan
menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi dengan menggunakan dua
elektroda arus (C1 dan C2), dan pengukuran beda potensial dengan menggunakan dua
elektroda tegangan (P1 dan P2). Dari data harga arus (I) dan beda potensial
(V), dapat dihitung nilai resistivitas semu (ρa) seperti pada persamaan 2.2.
k adalah faktor
geometri yang bergantung pada penempatan elektroda di permukaan yang besarnya
:
dengan AM = MN = NB = a
Sehingga faktor
geometri untuk konfigurasi Wenner adalah:
dengan R adalah besar
nilai hambatan yang terukur.
Penelitian ini diakukan
di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pada penelitian
ini menggunkan 3 lintasan dan berikut ini adalah kordinat masing-masing
lintasan tersebut:
LINTASAN 1 112°43’03,2”
BT dan 07°31’53,6” LS, Arah E 98° S
LINTASAN 2 112°43’10,2”
BT dan 07°31’53,5” LS, Arah N 5° E
LINTASAN 3 112°43’39,3”
BT dan 07°31’52,2” LS, Arah E 90° S
Gambar 15. Peta Lokasi Lintasan Penelitian
Desain setiap lintasan pada survei Geolistrik
Gambar 16. Desain Susunan Elektroda
Alat-alat yang
digunakan dalam peelitian ini adalah:
A. 1 buah Resistivitymeter Campus Tigre
B. 2 elektroda arus dan 2 elektroda potensial
C. 4 buah palu geologi
D. 2 rol meteran
E. 1 buah kompas
F. 1 buah GPS
G. 1 buah kamera digital
H. 5 buah HT
Gambar 17. Alat-alat untuk survey Geolistrik
Data-data yang sudah
terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan software Res2dinv, yaitu software yang khusus digunakan untuk mengolah data
hasil survei Geolistrik, software tersebut akan menggambarkan lapisan batuan
melalui perbedaan warna dari perbedaan resistivitas setiap batuan.
Gambar 18. Tampilan Program Res2dinv
Gambar 19. Data yang diolah dengan Res2dinv
Berikut ini adalah
hasil olahan data geolistrik dengan software Res2dinv dalam bentuk 2 dimensi
Gambar 20. Penampang 2-D Setiap Lintasan
Dari gambar tersebut
dapat diketahui patahan-patahan terjadi pada lintasan 1 dan 2.
Posisi Patahan lintasan
1
Titik 43 m =
112°43’04,7” BT dan 07°31’53,8” LS
Titik 57 m =
112°43’04,8” BT dan 07°31’53,9” LS
Titik 77 m =
112°43’05,7” BT dan 07°31’54” LS
Titik 98 m
=112°43’06,7” BT dan 07°31’54” LS
Titik 110 m
=112°43’06,8” BT dan 07°31’54,1” LS
Titik 125 m
=112°43’04,2” BT dan 07°31’54,2” LS
Titik 136 m
=112°43’07,6” BT dan 07°31’54,2” LS
Arahnya N 50° E
Posisi Patahan Lintasan
2
Titik 50 m =
112°43’04,7” BT dan 07°31’53,8” LS
Titik 100 m =
112°43’05,7” BT dan 07°31’54” LS
Arahnya N 50° E
Gambar 21. Analisa patahan pada lintasan 1 dan 2
KESIMPULAN
1. Bidang
patahan/retakan untuk lintasan 1 berada pada titik 43 m; 57 m; 77 m, 98 m; 110
m; 125 m; 136 m.
2. Bidang
patahan/retakan untuk lintasan 2 berada pada titik 50 m; 100 m.
3. Adanya amblesan
akibat perubahan porositas di bawah permukaan karena keluarnya massa batuan di
sekitar sumur eksplorasi BJP-1 telah menyebabkan patahan dangkal/retakan di
desa Renokenongo dan semakin mendekati tanggul maka patahan/retakan semakin
banyak.
SARAN
1. Perlu dilakukan
penelitian dengan metode geofisika lainnya sehingga dapat dilakukan
perbandingan untuk memperoleh hasil yang lebih akurat.
2. Perlu dilakukan
penelitian yang berkelanjutan yaitu dengan penambahan titik ukur yang berasosiasi
dengan penambahan target kedalaman sehingga dapat diperoleh gambaran bawah
permukaan lebih luas.
3. Pengukuran patahan
di daerah sekitar lumpur panas Sidoarjo sebaiknya dilakukan secara periodik.
Hal ini dilakukan guna mengetahui pola dan tingkat penyebaran patahan di daerah
tersebut.
Diakhir pembahasan ini
penulis akan menukil sedikit perkataan Ibnu Qoyyim,
“Andaikata kita bisa
menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusanNya, maka tidak
kurang dari ribuan hikmah. Namun akal kita sangat terbatas, pengetahuan kita
terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan
ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia dibawah sinar matahari. Dan
ini pun hanya kira-kira, yang sebenarnya tentu lebih dari sekedar gambaran
ini.”
Daftar Pustaka:
1. Telford, W. M., Geldart, L. P., Sherif, R.E dan Keys, D. D. 1988. Applied Geophysics First Edition. Cambridge University Press. Cambridge.New York
2. Akbar. Ali Azhar. 2007. Konspirasi di Balik Lumpur Lapindo, Dari Aktor Hingga Strategi Kotor. Galangpress. Yogyakarta.
3. Davies, R.J., Swarbrick, R.E., Evans, R.J., and Huuse, M., 2007. Birth of a Mud Volcano: East Java, 29 Mey 2006. GSA: vol. 17 no. 2, doi: 10.1130/GSATO1702A.1.
4. Novenanto, Anton. 2012. The Lapindo Case by Mainsteam Media. Universitas Brawijaya. Malang
5. Setiawati, Elis. 2009. Kasus Lumpur Lapindo dalam Berita Media Online (Analisis Berita Kasus Lumpur Lapindo di Detik.com). Fakultas Dakwah, UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
6. Satrio, dkk. 2012. Studi Asal-Usul lapindo Periode 2007-2012 Menggunakan Isotop Alam. Batan. Yogyakarta.
7. Anonim, Analisis Patahan disekita Tanggul Lumpur Lapindo dengan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner. ITS. Surabaya.
9. Anonim. 2014. Geophysics Field Camp 20014 Handbook. Geofisika UGM. Yogyakarta.
8. Kompas Daily (2006) Lumpur Merusak Areal Sawah. Kompas Daily [accessed May 24, 2009] http://www2.kompas.com/kompas -cetak/0606/01/jatim/53407.htm.
10. http://rovicky.wordpress.com/2006/08/2 5/seputar lumpur sidoarjo, dampak eksplorasi dan lainnya, (2012).
11. http://www.crisp.nus.edu.sg/coverages/ mudflow/index_IK_p42.html foto udara daerah Porong, 2012.
4. Novenanto, Anton. 2012. The Lapindo Case by Mainsteam Media. Universitas Brawijaya. Malang
5. Setiawati, Elis. 2009. Kasus Lumpur Lapindo dalam Berita Media Online (Analisis Berita Kasus Lumpur Lapindo di Detik.com). Fakultas Dakwah, UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
6. Satrio, dkk. 2012. Studi Asal-Usul lapindo Periode 2007-2012 Menggunakan Isotop Alam. Batan. Yogyakarta.
7. Anonim, Analisis Patahan disekita Tanggul Lumpur Lapindo dengan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner. ITS. Surabaya.
9. Anonim. 2014. Geophysics Field Camp 20014 Handbook. Geofisika UGM. Yogyakarta.
8. Kompas Daily (2006) Lumpur Merusak Areal Sawah. Kompas Daily [accessed May 24, 2009] http://www2.kompas.com/kompas -cetak/0606/01/jatim/53407.htm.
10. http://rovicky.wordpress.com/2006/08/2 5/seputar lumpur sidoarjo, dampak eksplorasi dan lainnya, (2012).
11. http://www.crisp.nus.edu.sg/coverages/ mudflow/index_IK_p42.html foto udara daerah Porong, 2012.
12. http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_lumpur_panas_Sidoarjo
13. http://noenkcahyana.blogspot.com/2010/10/di-bawah-sidoarjo-terdapat-gunung.html
14. http://geologi278.blogspot.com/2013/08/fenomena-semburan-lumpur-panas-di.html
Artikel Terkait : Kupas Tuntas Lapindo Brantas (1) Kupas Tuntas Lapindo Brantas (2)
Artikel Terkait : Kupas Tuntas Lapindo Brantas (1) Kupas Tuntas Lapindo Brantas (2)
4.
Kupas Tuntas Lapindo Brantas (2)
Penyebab
Semburan Lumpur Sumber 1 (Blog Geolog)
Pada artikelnya, Davies
(2007) langsung mengkategorikan fenomena ini sebagai gunung lumpur (Mud
Vulcano), Gunung lumpur yang terdapat di Jawa bagian timur pada umumnya
terbentuk pada cekungan yang terisi oleh endapan batuan sedimen laut yang cukup
tebal, mengandung minyak dan gas bumi. Kemunculan lumpur dalam proses
pembentukan gunung di wilayah ini, pada umumnya diakibatkan oleh adanya
struktur geologi, seperti lipatan dan sesar serta energi yang mendorongnya sehingga
lumpur tersebut dapat mencapai permukaan. Gas bumi bertekanan tinggi yang
berada di puncak antiklin dan adanya sesar sebagai zona lemah merupakan faktor
penyebab migrasinya fluida atau gas ke permukaan.
Gambar 5. Transisi Gunung Lumpur (Mud Vulcano)
Pada kasus Lapindo
semburan gunung Lumpur (Mud Vulcano) dipicu oleh aktivitas pengeboran yang
menggunakan tekanan besar pada lapisan limestone. Gunung lumpur bukanlah
kejadian baru di Jawa Timur, setidaknya ada dua gunung lumpur aktif: di
Sangiran, Purwodadi (Davies, 2007; Mazzini 2007) dan Kalang Anyar (Davies ,
2008). Mazzini (2007) memandang hipotesa Davies (2007), tentang semburan yang
dipicu oleh aktivitas pengeboran, sebagai inconclusive. Kemudian, Mazzini
mengangkat hipotesa semburan dipicu gempa bumi. Bantahan Mazzini itu dibantah
kembali oleh Davies (2008) dengan menghadirkan kronologis pengeboran di sumur
Banjar Panji -1.
Dalam kronologis itu
dapat diketahui bahwa setelah mata bor mencapai kedalaman 1.091 meter Lapindo
melanjutkan pengeboran tanpa menggunakan selubung pelindung ( casing) apapun. Pada
27 Mei, selang 10 menit setelah gempa
mengguncang Yogyakarta -Jawa tengah pukul 06:02 WIB terjadi loss, masuknya
lumpur ke dalam lubang pengeboran. Lapindo meneruskan pengeboran selama 6 jam
sampai mencapai kedalaman 2.834 meter. Lapindo memutuskan untuk menghentikan
pengeboran dan menarik mata bor ke permukaan tanah.
Ketika bor sudah keluar
semua, lumpur mulai mengalir dari lubang. Lapindo berusaha menutup lubang
dengan semen dan berhasil. Lumpur tidak lagi keluar dari lubang pengeboran itu.
Esok harinya, 28 Mei, terjadi kick, cairan yang mengaliri seluruh lubang bor
menendang lapisan tanah di seputar lubang pengeboran yang ternyata tidak cukup
kuat menahan tekanan dari cairan itu. Akibatnya, lapisan tanah di sekeliling
lubang pengeboran retak, dan cairan itu keluar dari retakan-retakan itu.
Kejadian ini disebut sebagai blow out. Davies et al. (2008) menolak argumentasi
gempa bumi sebagai penyebab semburan karena “ there were other earthquakes,
which were larger, closer and generated stroner shaking, did not intitate an eruption
(635).” Singkatnya, kondisi geologis di Sidoarjo dan sekitarnya potensial untuk
terjadinya gunung lumpur mengingat ada beberapa gunung lumpur aktif saat ini,
yang dibutuhkan adalah pemicunya.
Gambar 6. Semburan Lumpu Lapindo Menenggelamkan Perumahan Warga
Penyebab Semburan Lumpur Sumber 2 (Wikipedia)
Pada awalnya sumur
tersebut direncanakan hingga kedalaman 8500 kaki (2590 meter) untuk mencapai
formasi Kujung (batu gamping). Sumur tersebut akan dipasang selubung bor
(casing ) yang ukurannya bervariasi sesuai dengan kedalaman untuk
mengantisipasi potensi circulation loss (hilangnya lumpur dalam formasi) dan
kick (masuknya fluida formasi tersebut ke dalam sumur) sebelum pengeboran
menembus formasi Kujung.
Sesuai dengan desain
awalnya, Lapindo “sudah” memasang casing 30 inchi pada kedalaman 150 kaki,
casing 20 inchi pada 1195 kaki, casing (liner) 16 inchi pada 2385 kaki dan
casing 13-3/8 inchi pada 3580 kaki (Lapindo Press Rilis ke wartawan, 15 Juni
2006). Ketika Lapindo mengebor lapisan bumi dari kedalaman 3580 kaki sampai ke
9297 kaki, mereka “belum” memasang casing 9-5/8 inchi yang rencananya akan
dipasang tepat di kedalaman batas antara formasi Kalibeng Bawah dengan Formasi
Kujung (8500 kaki).
Diperkirakan bahwa
Lapindo, sejak awal merencanakan kegiatan pemboran ini dengan membuat prognosis
(rancangan) pengeboran yang salah. Mereka membuat prognosis dengan
mengasumsikan zona pemboran mereka di zona Rembang dengan target pemborannya
adalah formasi Kujung. Padahal mereka membor di zona Kendeng yang tidak ada
formasi Kujung-nya. Alhasil, mereka merencanakan memasang casing setelah
menyentuh target yaitu batu gamping formasi Kujung yang sebenarnya tidak ada.
Selama mengebor mereka tidak meng-casing lubang karena kegiatan pemboran masih
berlangsung. Selama pemboran, lumpur overpressure (bertekanan tinggi) dari formasi
Pucangan sudah berusaha menerobos (blow out) tetapi dapat di atasi dengan pompa
lumpurnya Lapindo (Medici).
Setelah kedalaman 9297
kaki, akhirnya mata bor menyentuh batu gamping. Lapindo mengira target formasi
Kujung sudah tercapai, padahal mereka hanya menyentuh formasi Klitik. Batu
gamping formasi Klitik sangat porous (bolong-bolong). Akibatnya lumpur yang
digunakan untuk melawan lumpur formasi Pucangan hilang (masuk ke lubang di batu
gamping formasi Klitik) atau circulation loss sehingga Lapindo
kehilangan/kehabisan lumpur di permukaan.
Gambar 7. Peta Gunung Lumpur di Jawa Timur
Akibat dari habisnya
lumpur Lapindo, maka lumpur formasi Pucangan berusaha menerobos ke luar
(terjadi kick). Mata bor berusaha ditarik tetapi terjepit sehingga dipotong.
Sesuai prosedur standard, operasi pemboran dihentikan, perangkap Blow Out
Preventer (BOP) di rig segera ditutup & segera dipompakan lumpur pemboran
berdensitas berat ke dalam sumur dengan tujuan mematikan kick. Kemungkinan yang
terjadi, fluida formasi bertekanan tinggi sudah terlanjur naik ke atas sampai
ke batas antara open-hole dengan selubung di permukaan (surface casing) 13 3/8
inchi. Di kedalaman tersebut, diperkirakan kondisi geologis tanah tidak stabil
& kemungkinan banyak terdapat rekahan alami (natural fissures) yang bisa
sampai ke permukaan. Karena tidak dapat melanjutkan perjalanannya terus ke atas
melalui lubang sumur disebabkan BOP sudah ditutup, maka fluida formasi
bertekanan tadi akan berusaha mencari jalan lain yang lebih mudah yaitu
melewati rekahan alami tadi & berhasil. Inilah mengapa surface blowout
terjadi di berbagai tempat di sekitar area sumur, bukan di sumur itu sendiri.
Gambar 8. Blowout di Sekitar Sumur
Dalam AAPG 2008
International Conference & Exhibition dilaksanakan di Cape Town International
Conference Center, Afrika Selatan, tanggal 26-29 Oktober 2008, merupakan
kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh American Association of Petroleum
Geologists (AAPG) dihadiri oleh ahli geologi seluruh dunia, menghasilan
pendapat ahli: 3 (tiga) ahli dari Indonesia mendukung GEMPA YOGYA sebagai
penyebab, 42 (empat puluh dua) suara ahli menyatakan PEMBORAN sebagai penyebab,
13 (tiga belas) suara ahli menyatakan KOMBINASI Gempa dan Pemboran sebagai
penyebab, dan 16 (enam belas suara) ahli menyatakan belum bisa mengambil opini.
Laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 29 Mei 2007 juga menemukan
kesalahan-kesalahan teknis dalam proses pemboran.
Dari paparan diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa kemungkinan terbesar penyebab semburan lumpur
Sidoarjo (Lusi) adalah akibat pengeboran, karena kelelaian dalam proses
pengeboran yaitu tidak memasang casing sehingga terjadi blow out (keluarnya
semburan lumpur dari titik pengeboran), ditambah lagi hasil konferensi AAPG
2008, yang sebagian besar ahli geologi berpendapat bahwa semburan lumpur
lapindo disebabkan dari kesalahan pengeboran yang tidak sesuai SOP, selain itu
dari hasil investigasi Departemen Energi dan BP Migas (Sekarang SKK Migas)
tanggal 16 Juni 2006 menyetakan bahwa semburan lumpur panas tersebut akibat
kesalahan pengeboran bukan akibat gempa Yogyakarta yang terjadi 2 hari sebelum
semburan lumpur.
Video 1. Animasi Penutup (Casing) Sumur pada Pengeboran Minyak dan Gas
Dampak
Lumpur Lapindo
Semburan awal di tengah
sawah mencapai ketinggian 40 -50 meter dari permukaan tanah. Setiap harinya,
sekitar 7.000 – 150.000 meter kubik lumpur panas bersuhu 90 derajat celcius
meluber ke permu kaan bumi. Untuk tujuan tidak mengakibatkan kepanikan
masyarakat, terjadilah negosiasi internal perusahaan yang memutuskan untuk
mempublikasikan angka 25.000 meter kubik per hari kepada media (Kompas
3/06/2006). Masih menurut Kompas (19/06/2006), dalam waktu 21 hari saja lumpur sudah
menutup sekitar 90 hektar kawasan persawahan, tambak dan perumahan. Dalam waktu
satu bulan, luberan lumpur menutupi lebih kurang 200 hektar lahan (Kompas
17/07/2007). Sementara itu, Normile (2006) mencatat bahwa sampai Septembe r
2006, lumpur telah meluberi 240 hektar lahan; membanjiri desa -desa,
pabrik-pabrik, tambak udang dan sawah. Tiap hari semakin banyak bangunan
(pabrik, sekolah, masjid, toko dan kantor pemerintahan) harus ditinggalkan
karena banyaknya volume lumpur yang terus keluar dari perut bumi. Sepuluh
pabrik terpaksa menghentikan aktivitasnya (Kompas 19/6/2006), akibatnya lebih
dari 1.873 buruh kehilangan pekerjaannya (Santoso, 2007). Ratusan hektar sawah
menjadi tidak produktif, bukan hanya karena terendam lumpur tapi juga menutup
saluran irigasi bagi sawah yang tak terendam lumpur. Lumpur juga menyerang
tambak -tambak. Dalam observasi peneliti di muara Sungai Porong, sedimentasi
lumpur telah membentuk sebuah pulau kecil. Pada keadaan pasang di malam hari,
“pulau” kecil itu menghalangi air pasang dari Selat Madura sehingga air laut
masuk ke tambak -tambak yang dekat dengan bibir pantai. Akibatnya, ikan-ikan
berenang ke laut dan hilang (Wawancara Irysad, petani tambak).
Gambar 9. Citra Satelit Lapindo
Dalam wawancaranya di ANTV (05/04/2009), Bakrie
mengatakan bahwa Lapindo hanyalah perusahaan kecil dibandingkan seluruh unit
usahanya, tapi telah menyebabkan masalah besar baginya karena Lapindo harus
membayar lebih dari 3,8 trilliun rupiah (sekitar 421 juta US Dollar).
Laporan BPK RI (2007)
menyebutkan sampai Februari 2007 sudah 470 hektar area (229,7 hektar
diantaranya sawah padi dan 64,015 hektar adalah sawah tebu) yang terendam lumpur,
sementara itu 499,84 hektar lahan terkena dampak rembesan lumpur. Pemerintah
dan Lapindo sudah berusaha membangun kolam penampungan lumpur seluas 251,9
hektar (laporan BPK RI, 2007). Masih menurut laporan BPK RI, jumlah pengungsi
per 19 Januari 2007 mencapai 14.768 jiwa yang tergabung dalam 4.125 KK.
Berdasarkan tanggal pantauan, berarti jumlah itu baru pengungsi dari empat desa
yang masuk dalam Peraturan Presiden 14/2007 (Jatirejo, Kedungbendo, Renokenongo
dan Siring), dan belum termasuk pengungsi baru dari tiga desa tambahan (Besuki,
Pejarakan dan Kedung Cangkring) menurut Perpres 48/2008).
Gambar 10. Semburan Lumpur yang Sampai Sekarang Masih Aktif
Gambar 11. Akibat Penurunan Permukaan Tanah Sehingga Banyak Bangunan yang Rusak
Artikel Terkait : Kupas tuntas Lapindo Brantas (1)
Kupas Tuntas Lapindo Brantas (1)
Lumpur lapindo atau
sering juga disebut lumpur Sidoarjo (LUSI) merupakan semburan lumpur yang tak
kunjung berhenti sejak 29 Mei 2006, peristiwa ini terjadi pada lokasi
pengeboran Lapindo Brantas Inc. di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo,
Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia, akibat dari
semburan lumpur ini telah menenggelamkan sebanyak 16 desa, hal ini berarti lebih dari 728 hektar
telah tergenangi. Dalam area yang tergenangi ini tidak hanya terdapat rumah
penduduk saja, namun ada sarana pendidikan, pabrik, dan kantor pemerintahan
yang juga ikut tergenang. Dengan keadaan ini secara otomatis akan banyak
penduduk yang bukan hanya kehilangan tempat tinggalnya namun juga kehilangan
mata pencahariannya dan akan ada banyak anak yang kehilangan tempat mereka
untuk menuntut ilmu. Bencana lumpur lapindo juga telah mencemari lingkungi
sekitar dari wilayah yang digenangi, seperti areal persawahan dan ladang milik
warga. Banyak ternak milik warga yang ikut mati dalam bencana ini.
Gambar 2. Peta Lokasi Desa yang tergenam Lumpur Panas
Gambar 3.Citra Satelit Lokasi Lumpur Sidoarjo
Munculnya
Lapindo Brantas Inc
Lahirnya UU baru yaitu
UU MIGAS pada tahun 2001 membuka kesempatan bagi sektor swasta baik domestik
maupun internasional untuk beroperasi di Indonesia, tanpa ada intervensi apapun
dari pemerintah , dari sinilah awal mula masuknya keluarga Bakrie dalam bisnis
migas. Jawa Timur sendiri memiliki cukup banyak titik eksplorasi migas yang
dikelola oleh berbagai perusahaan domestik maupun asing seperti Exxon Mobil Oil
(Blok Cepu), Energi Mega Persada (Blok Brantas), Meta Epsi Drilling Company
(kelompok Arifin Panigoro), Santos (Australia), untuk wilayah laut jawa atau Offshore terdapat Hess Indonesia.
Ltd dan Petronas (Malaysia). Dari
banyaknya WKP (Wilayah Kerja Pertambangan) sehingga Jawa timur termasuk
penghasil Migas terbesar di Indonesia setelah Kalimantan Timur dan Riau.
Blok Brantas, yang
melingkupi wilayah Sidoarjo, Mojokerto danPasuruan, merupakan salah satu lokasi
eksplorasi migas. Pada awal 1990an, PT Huffco Brantas, perusahaan Amerika,
memiliki kontrak perjanjian karya di blok Brantas. Pada pertengahan 1990an,
Huffco menjual kontrak itu ke Lapindo Brantas Incorporated. Di tahun 2004,
Energi Mega Persada (EMP) dan Novus Brantas ( British Petroleum) mengambil alih
Lapindo. Pada tahun 2005, Novus Brantas menjual sahamnya ke Meta Epsi Drilling
Company (Medco) dan Santos. Jadi komposisi kepemilikan Lapindo Brantas Inc.
ketika lumpur mulai menyembur adalah: EMP (50 persen), Medco (32 persen) dan
Santos (12 persen). EMP merupakan salah satu anak perusahaan Bakrie &
Brothers, menjelaskan keterlibatan Bakrie dalam eksplorasi migas di Sidoarjo.
Bagan.1. Susunan Perusahan-Perusahaan di PT. Energi Mega Persada. Tbk
Fisiografi
Daerah Sidoarjo
Daerah Sidoarjo secara
fisiografi termasuk dalam Zona Kendeng yang diapit oleh Zona Rembang di bagian
utara dan zona Solo di bagian selatan (Bemmelen, 1949). Di wilayah ini
tersingkap Formasi Kabuh, Formasi Jombang, dan Aluvium. Santosa dan Suwarti
(1992) telah memetakkan geologi Lembar Malang dan daerah Sidoarjo termasuk di
bagian utaranya yang secara umum tersusun oleh batuan sedimen klastika,
epiklastik, piroklastik, dan aluvium, berumur dari Plistosen Awal hingga Resen.
Di sebelah utara
wilayah Sidoarjo terdapat antiklin dengan sumbu berarah timur–barat yang
menghunjam ke arah timur (Selat Madura). Antiklin ini menempati bagian timur
dari Zona Kendeng tersebut. Di daerah Porong dan sekitarnya tempat semburan
LUSI terjadi merupakan daerah dataran yang ditutupi oleh endapan aluvial Delta
Brantas setebal ±100 m lebih. Endapan aluvial ini ke arah selatan langsung
kontak dengan batuan vulkanik Gunung Penanggungan, salah satu kerucut tua dari
Kompleks Gunung Api Arjuno – Welirang.
Stratigrafi
Daerah Sidoarjo
Stratigrafi batuan yang
terdapat di daerah Sidoarjo dan sekitarnya dapat dicerminkan oleh stratigrafi
sumur eksplorasi minyak dan gas bumi Banjar panji-1 dan Porong, Sidoarjo.
Endapan batuan di wilayah ini diawali dengan terbentuknya batugamping pada
zaman Pliosen, kemudian ditutupi secara tidak selaras oleh endapan batupasir
vulkanik Pliosen atas, batulempung berwarna kebiru-biruan, selang-seling
batupasir dan serpih berumur Plistosen Bawah - Tengah. Kelompok batuan tersebut
kemudian yang ditindih secara tidak selaras oleh batuan Gunung Api Notopuro
berumur Plistosen Atas dan aluvial Delta Brantas berumur Resen.
Batupasir vulkanik yang
terdapat di sumur Banjar panji-1 ini mempunyai ketebalan sekitar 962 m (Adi
Kadar dkk, 2007) yang menipis ke arah timur (PT. Lapindo Brantas, 2006).
Lapisan batuan ini adalah endapan batuan vulkanik hasil erupsi gunung api yang
berada di sebelah barat atau barat dayanya yang berumur Pliosen Atas dan
merupakan hasil orogenesa Plio - Plistosen. Batulempung berwarna kebiru-biruan
yang menindih di atasnya adalah bagian bawah dari Formasi Pucangan berumur Plistosen
Bawah.
Gambar 4.Sayatan Geologi Bawah Permukaan Sumur Banjar Panji-1
Tatanan
Tektonik
Cekungan Jawa Timur
merupakan cekungan batuan sedimen yang sangat luas dimulai dari Jawa Tengah
bagian timur sampai ke Selat Madura (Bemmelen, 1949). Batuan yang terdapat di
bagian timur berumur relatif muda dibandingkan dengan bagian barat. Cekungan
ini telah mengalami perlipatan dengan sumbu antiklin berarah timur – barat dan
pensesaran, baik sesar normal maupun sesar naik sejak Miosen sampai Resen
(Davies dkk, 2007).
Cekungan Jawa Bagian
Timur sudah terbentuk pada zaman Tersier yang mengendapkan batugamping,
batunapal, dan batuan gunung api. Aktivitas vulkanik yang terjadi pada saat itu
terdapat di bagian selatan Pulau Jawa, membentuk Formasi Andesit Tua dan Gunung
Banyak yang terdapat di sekitar Surakarta (Bemmelen, 1949). Stratigrafi
Cekungan Jawa Timur (Tabel 2.1.).
Tabel.1. Korelasi
Stratigrafi Batuan Tersier dan Kuarter di Jawa Bagian Timur dan LUSI
(Modifikasi Bemmelen, 1949 dan Kadar, 2006).
Pada zaman Miosen Atas
terbentuk Formasi – Formasi Kalibeng Bawah, Cipluk, Kapung, dan Kalibiuk di
Zona Kendeng. Di Zona Rembang masih berlangsung pengendapan Formasi
Wonocolo yang ditutupi secara selaras oleh Formasi Ledok dan kemudian disusul
oleh Formasi Mundul pada bagian sayap selatan dan Formasi Kerren pada sayap
utara sampai zaman Pliosen Tengah. Di Zona Kendeng kemudian pada zaman ini
terbentuk Formasi Kalibeng Atas yang terdiri atas batugamping Klitik, batunapal
Sonde, dan batugamping Balanus, sedangkan di sekitar Ungaran terbentuk Seri
Damar.
Pada zaman Pliosen Atas
- Plistosen Bawah pengangkatan dasar laut terus berlangsung dengan perlahan dan
terbentuklah Formasi Kalibeng Atas dan Formasi Pucangan berupa batulempung
hitam yang diendapkan pada lingkungan danau air tawar. Formasi Kalibeng Atas
(batugamping) yang berkembang pada lereng selatan ditutupi selaras oleh
batupasir tufaan kapuran dengan moluska laut dan secara setempat – setempat
berupa batugamping Balanus. Kemudian lapisan batuan tersebut dikenal
dengan “Ngronan Horizon”, yang ditutupi secara selaras oleh lapisan batuan
vulkanik dari Formasi Pucangan (Bemmelen, 1949). Gunung Wilis Tua merupakan
gunung api yang aktif saat itu yang salah satu hasil erupsinya diantaranya
membentuk lapisan batuan vulkanik dalam Formasi Pucangan. Sedangakan di Zona
Rembang terbentuk batulempung biru dengan batunapal dan batugamping dari
Formasi Malo.
Pada zaman Plistosen
Tengah proses tektonik berlangung semakin kuat, yang mengakibatkan terbentuknya
perlipatan yang berarah relatif timur – barat, dan patahan naik serta patahan
normal berarah relatif sama, yaitu timur – barat. Lipatan – lipatan kecil
(antiklinorium) Cepu terus berlanjut hingga ke Pulau Madura.
Di sebelah selatan wilayah
ini terdapat Jalur gunung api Gunung Lawu Tua, Gunung Wilis, dan Anjasmoro.
Aktivitasnya berlangsung sampai Plistosen Atas (1 juta tahun yang lalu). Produk
letusannya menghasilkan endapan batuan Formasi Notopuro. Di sebelah utara Zona
Randublatung di sekitar Rembang terbentuk Gunung Lasem dan Gunung Butak yang
merupakan aktivitas magmatik back arc basin. Daerah Rembang dan
sekitarnya berubah menjadi daratan 1,5 juta tahun yang lalu.
Pada zaman Plistosen
Atas (1 juta tahun yang lalu) Gunung Lawu Tua longsor ke arah utara membentuk
endapan – endapan batuan vulkanik di sekitar Solo, setelah itu istirahat cukup
lama, kemudian kembali aktif dan membentuk Gunung Lawu Muda dikenal juga dengan
nama Gunung Jobolarangan. Pada saat itu aktivitas Gunung Anjasmoro berpindah
relatif ke sebelah selatan, timur, dan timur laut membentuk Kompleks Gunung
Kawi – Arjuno – Welirang – Penanggungan, sedangkan Gunung Wilis tidak
menunjukkan aktivitasnya lagi sampai saat ini. Hal ini ditunjukkan dengan
bentuk morfologinya yang kasar mencerminkan tingkat erosi yang sudah sangat
lanjut.
Zona Randublatung dari
1 juta tahun yang lalu sampai saat ini terus mendangkal, yang dahulunya berupa
rawa – rawa / laut sangat dangkal berubah menjadi dataran aluvial. Daerah ini
merupakan tempat terkumpulnya endapan – endapan sungai atau dataran limpah
banjir yang menghasilkan endapan – endapan lumpur seperti kita lihat di sawah –
sawah yang ada sekarang.
FAKTA SENGKETA AMBALAT
Ambalat adalah blok laut luas 15.235 kilometer persegi yang terletak di laut Sulawesi atau Selat Makassar. Mengapa selalu terjadi sengketa di ambalat ? Berbagai kalangan hanya bisa menduga-duga penyebabnya. Tetapi kemungkinan besar penyebabnya adalah potensi minyak di blok tersebut, mengingat bahwa di ambalat terdapat prospek minyak yang cukup besar -sebagai gambaran- satu titik tambang di Ambalat menyimpan cadangan potensial 764 juta barel minyak dan 1,4 triliun kaki kubik gas, bahkan menurut Andang Bachtiar (direktur Exploration Think Tank Indonesia (ETTI) dan mantan ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia) ; “Itu baru satu titik dari sembilan titik tambang yang ada di Ambalat “ (TEMPO Interaktif Selasa, 02 Juni 2009). Lebih jauh Andang bahkan menegaskan bahwadi Ambalat kita bisa dapatkan dari 100juta sampai 1 miliar barrel minyak.
Menurut dia, perairan Ambalat, yang terdiri atas tiga blok–East Ambalat (dikelola Chevron), Ambalat (ENI Lasmo), dan Bougainvillea–secara bisnis dan ekonomi sangat menjanjikan.
“Pemerintah harus segera mengembangkannya,” kata mantan Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia itu. Kegiatan eksplorasi bisa dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang sudah menandatangani kontrak kerja sama.
Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, R. Priyono, menyatakan pihaknya merekomendasikan perpanjangan kontrak Blok East Ambalat kepada Chevron. “Wewenang perpanjangan kontrak ada di tangan pemerintah, tapi kami tetap akan merekomendasikan untuk diperpanjang karena wilayahnya sangat strategis,” ujarnya.
Kontrak kerja sama dengan Chevron akan berakhir pada 2010 dan kemungkinan besar diperpanjang hingga 2014. Ketika disinggung berapa besar cadangan minyak dan gas bumi di wilayah itu, Priyono mengatakan belum bisa ditentukan. “Prosesnya masih survei seismik,” katanya.
Adapun Blok Ambalat, yang kini dikelola oleh perusahaan minyak asal Italia, ENI Lasmo, menurut Priyono juga masih dalam tahap survei seismik. Dia memastikan semua proses eksplorasi masih berjalan, meskipun perairan Ambalat sedang bergolak. “Kegiatan kedua perusahaan itu dikawal oleh Tentara Nasional Indonesia,” ujarnya.
Malaysia mengklaim wilayah perairan Ambalat, yang mencakup 25.700 kilometer persegi atau hampir seluas seluruh Provinsi Sulawesi Selatan. Kedua wilayah kerja minyak dan gas bumi itu diberi nama Blok ND-6 dan ND-7.
Sebelumnya, kedua blok itu dinamakan Blok Y dan Z. Malaysia pada 2002 menyerahkan kedua blok itu kepada Shell (Belanda), yang bekerja sama dengan Petronas Carigali Sdn Bhd (Malaysia).
Pada diskusi mengenai Ambalat di facebook, seorang geolog senior yaitu Ausi Gautama membuat catatan sebagai berikut :
“Inget jaman ribut2 Ambalat dulu, menteri pertahanan bilang bahwa utk mempertahankan Ambalat dan pulau2 lain dibutuhkan dana sekitar 3 trilyun rupiah ?..”
Nah, coba kita berhitung sedikit: kalau memang disana ada 750 juta bbl minyak dan Gas 1.4 Tcf In Place, katakan kita kasih Recovery factor 30% utk Oil dan 70% utk Gas, maka reservesnya menjadi (… Baca Selengkapnyakasar2an) 250 juta bbl minyak dan 1 Tcf Gas. Katakan harga minyak 40 usd/bbl, maka total harganya menjadi : 250 juta x 40 = 10 Milyard usd x 10 ribu rph = 100 Trilyun rph.
Gas dgn RF 70% akan memberikan reserves 1 Tcf = 1000 Bcf. Katakan 1 Bcf harganya 5 juta usd, maka: 1Tcf = 5000 juta usd = 5 milyard usd x 10 ribu rph = 50 trilyun rph. Total Oil + Gas = 150 Trilyun rph ( utk mempertahankannya kita hanya butuh 3 trilyun rph….?)
Sumber : www.kompas.com www.guskuswanto.wordpress.com
Adab-Adab Makan yang Harus Dilakukan
1.) Membaca
basmallah, dan jika lupa maka hendaknya membaca bismillahi awalahu wa akhirahu.
“Jika salah satu
kalian hendak makan, maka hendaklah menyebut nama Allah. Jika dia lupa untuk
menyebut nama Allah di awal makan, maka hendaklah mengucapkan bismillahi
awalahu wa akhirahu.” (HR Abu Dawud no. 3767 dan dishahihkan oleh
al-Albani).
2.) Makan dan minum
menggunakan tangan kanan dan tidak menggunakan tangan kiri.
“Jika salah seorang
diantara kalian hendak makan maka hendaknya makan dengan menggunakan tangan
kanan, dan apabila hendak minum maka hendaknya minum juga dengan tangan kanan.
Sesungguhnya syaitan itu makan dengan tangan kiri dan juga minum dengan
menggunakan tangan kirinya.” (HR Muslim no. 2020)
3.) Memakan makanan
yang berada di dekat kita.
Dari Umar bin Abi Salamah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Makanlah makanan yang
berada di dekatmu.” (HR. Muslim, no. 2022)
4.) Makan tidak
sambil bersandar.
Abu Juhaifah mengatakan, bahwa dia berada di dekat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Rasulullah berkata kepada
seseorang yang berada di dekat beliau, “Aku tidak makan dalam keadaan
bersandar.” (HR Bukhari).
5.) Hendaknya
menghindarkan diri dari kenyang yang melampaui batas.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Tidak ada bejana
yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari perutnya, cukuplah baginya
memakan beberapa suapan sekedar dapat menegakkan tulang punggungnya (memberikan
tenaga), maka jika tidak mau, maka ia dapat memenuhi perutnya dengan sepertiga
makanan, sepertiga minuman dan sepertiga lagi untuk bernafasnya.” (HR. Ahad,
Ibnu Majah)
6.) Hendaknya
mengakhiri makan dengan pujian kepada Allah.
“Barangsiapa telah selesai makan hendaknya dia berdo’a:
“Alhamdulillaahilladzi ath’amani hadza wa razaqqaniihi min ghairi haulin minni
walaa quwwatin. Niscaya akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Daud,
Hadits Hasan)